Sukses

Asa Pemuda di Nusa Penida Bali, Ramai-Ramai Restorasi Terumbu Karang yang Terancam Perubahan Iklim

Pariwisata memang memberi sumbangsih bagi perekonomian masyarakat di Bali, namun tak terelakkan dampak kedatangan wisatawan yang masif ikut mengancam ekosistem perairan di Nusa Penida, terutama terumbu karang di kawasan tersebut.

Liputan6.com, Jakarta - Pariwisata memberi sumbangsih bagi perekonomian masyarakat di Bali. Namun, tak terelakan kedatangan wisatawan yang masif ikut mengancam ekosistem perairan di Nusa Penida.

Salah satunya adalah rusaknya terumbu karang sebagai habitat ekosistem laut, mengingat kawasan Nusa Penida di Bali sedang ramai dikunjungi turis. Per harinya ada ribuan turis domestik maupun mancanegara yang mendatangi pulau itu untuk sekadar snorkeling maupun diving. 

Rentan mengalami kerusakan, sekelompok pemuda di Desa Ped, Nusa Penida pun membentuk komunitas yang diberi nama Nuansa Pulau. Pemuda-pemuda ini punya semangat untuk ikut memperbaiki ekosistem lingkungan bawah laut tempat tinggal ikan dan berbagai macam biota laut lainnya yang jarang dimiliki di tempat lain. Mola-mola atau ikan matahari salah satunya sangat terkenal di Nusa Penida.

Mulanya komunitas yang didirikan oleh I Nyoman Karyawan ini adalah gerakan untuk mengajak pemuda setempat di tengah lesunya pariwisata saat Covid-19 melanda dunia, termasuk Bali. Kegiatannya terus berlanjut setelah wisatawan kembali ramai. 

Selama tiga tahun terakhir, mereka sudah merestorasi kawasan terumbu karang dengan menggunakan berbagai metode untuk menyelamatkan karang rusak. Keberadaan terumbu karang makin terancam dengan perubahan iklim yang terjadi. Padahal, nilai ekonomi dari wilayah Segitiga Terumbu Karang sangat tinggi.

"Selama pandemi kita gabut, nggak ngapa-ngapain, akhirnya kita memperbaiki terumbu karang yang rusak," sebut I Gede Ranta Widya saat ditemui wartawan dalam kunjungan ke Nusa Penida, Selasa, 27 Juni 2023. 

Mengutip dari laman Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF), laporan lembaga Program Lingkungan PBB (UNEP) menyebutkan, nilai ekonomi dari wilayah Segitiga Terumbu Karang saat ini mencapai 14 miliar dolar Amerika Serikat baik dari sektor pariwisata, perikanan, maupun pemanfaatan infrastruktur pantai. 

2 dari 4 halaman

Metode Restorasi Terumbu Karang

Komunitas Nuansa Pulau membersihkan karang dari patok dan mengganti karang-karang yang rusak. Selama tiga tahun, komunitas yang kini beranggotakan sekitar 25 orang ini aktif bekerja melindungi terumbu karang dan menerapkan metode reef star dalam merawatnya.

Metode ini adalah salah satu cara restorasi dengan material berbentuk kerangka baja yang dilapisi pasir. Luas wilayah konservasi terumbu karang terbilang cukup luas, mencapai satu kilometer persegi dan tercatat telah ditanam sebanyak 30 ribu bibit karang.

Menurut Gede Ranta, bibit terumbu karang tidak disemai sembarangan. Hanya anggota Nuansa Pulau sudah memiliki pengetahuan dan keterampilan mengimplementasikan penanaman karang. Ada Lembaga Swadaya seperti NGO lingkungan dari pihak asing, yaitu Coral Guardian juga mengajarkan metode dan pengetahuan ini.

Ranta menambahkan, dia sudah lama diedukasi tetang cara membuat metode perawatan terumbu karang di Nusa Penida. "Bagaimana caranya biar karang hidup berkembang dari yang sempat mati tergulung ombak," sambungnya. 

3 dari 4 halaman

Berbagai Aktivitas yang Merusak Terumbu Karang

Rusaknya terumbu karang juga dilatarbelakangi oleh ketidaktahuan masyarakat, termasuk wisatawan saat beraktivitas di wilayah perairan. Di antara kegiatan yang berpotensi merusak itu adalah saat jangkar perahu dibuang ke bawah hingga mengenai bagian terumbu karang saat berlabuh.

Komunitas Nuansa Pulau pun gencar menyosialisasikan cara berlabuh yang ramah terumbu karang kepada sejumlah operator yang menjalankan diving dan snorkeling. Mereka juga rutin mengawasi terumbu karang seminggu sekali sembari merawat terumbu karang yang lokasinya di kedalaman 10--15 meter.

Kegiatan memancing juga banyak dilakoni wisatawan. Namun, aktivitas itu masih terbilang ramah bagi terumbu karang karena dilakukan dengan alat pancing manual. 

Selain aktivitas manusia, komunitas juga sigap dengan terumbu karang yang terancam rusak karena perubahan iklim seperti terjadinya bleaching atau memutih. "Dari karang yang bleaching itu, kalau dia masih bisa tumbuh, tidak diambil. Kalau cukup besar pemutihannya, karang ini akan mati kemudian kita potong, buang, lalu tanam lagi yang baru," papar Gede Ranta.

4 dari 4 halaman

Menuju Target 30 Persen Wilayah Konservasi di Indonesia

Program Coral Reef Rehabilitation and Management Program Coral Triangle Initiative (COREMAP - CTI) Asian Development Bank (ADB) segera berakhir Agustus 2023. Hasil dari program ini diharapkan dapat mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 14 (SDG 14) terkait konservasi perlindungan sumber daya alam laut dan pengelolaan perikanan berkelanjutan. 

Di samping itu, program ini pun diharapkan mendukung peningkatan efektifitas pengelolaan kawasan konservasi dan target pencapaian 30 persen luas kawasan konservasi perairan pada 2045. Program yang dilaksanakan sejak 2020 oleh Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) Bappenas ini adalah bagian dari program jangka panjang COREMAP sejak 1998 sebagai upaya perlindungan terumbu karang dan ekosistem pesisir prioritas.

Kegiatan memadukan antara science-based policy dan implementasi berbasis komunitas ini diharapkan bisa menjadi model pengelolaan pesisir di Indonesia. Sri Yanti, Plt Direktur Kelautan dan Perikanan Bappenas yang membawahi ICCTF berharap agar hasil COREMAP-CTI ADB yang mendukung program pemerintah daerah tidak berakhir saat berakhirnya proyek, tapi dapat tetap bermanfaat dan berkelanjutan.

"Hal ini akan tercapai apabila ada komitmen dari semua pihak terutama pemerintah daerah dan masyarakat dalam pemeliharaan dan juga pemanfaatannya," ungkap Sri dalam kegiatan workshop exit strategy COREMAP-CTI ADB pada Senin, 26 Juni 2023.

Video Terkini