Liputan6.com, Jakarta - Kepala Sekolah atau Kepsek SMPN 2 Pringsurat Temanggung menyoroti siswanya yang ditangkap karena membakar sekolah. Dirinya mengatakan bahwa siswa SMP berinsial R tersebut tidak nakal. Namun lebih menjurus ke cari perhatian (caper) pada gurunya.
"Caper, dia minta perhatian lebih dibanding teman-temannya, tidak nakal," ujar Kepsek Bejo Pranoto pada media yang kemudian menyebar luas di media sosial. Salah satunya dibagikan akun Instagram @unikinfo_id pada Sabtu, 1 Juli 2023.
"Saat melakukan kesalahan dan dipanggil guru, sering pura-pura muntah bahkan kesurupan," jelas Bejo. Menanggapi hal ini, warganet justru banyak yang mencibir dan menghujat Bejo Pranoto.
Advertisement
Mereka menganggap sekolah seharusnya menjadi ruang belajar yang nyaman dan bersahabat bagi para siswa. "Sekolah yg harusnya jadi tempat aman nyaman buat belajar malah. harusnya guru dan kepsek tuh bisa nyiptain suasana belajar yg nyaman, kondusif, juga memperhatikan siswanya biar proses belajar siswa lebih bermakna. tapi yg satu ini malah," komentar seorang warganet.
"Bener kalo siswa takut buat cerita apa yang dia alami ke guru, endingnya gini bukan?” kata warganet lainnya.
"Dari video ini kalian tau kualitas sekolah itu yg di kepalai oleh beliau ini. Paham dong ya? 😏,” timpal warganet lainnya.
"Ah... Kok malah caper pak... Jangan posisikan mentalnya sudah seperti anda... Dewasa tapi tidak bisa menjadi pelindung... Gagal anda jadi pendidik, malah seakan menyalahkan tanpa menggali kenapa dia sampai berbuat seperti itu,” protes warganet lainnya.
Sekolah Harus Peka Terhadap Kasus Perundungan
"Gak semua tapi dari kasus ini keliahatan fungsi "guru konseling" itu buat razia rambut doang," komentar warganet lainnya.
Sampai berita ini ditulis, unggahan tentang Kepsek SMP di Temanggung itu sudah disukai lebih dari 21.8 ribu kali dan mendapatkan lebih dari 2.830 komentar.
Sementara itu, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) meminta satuan pendidikan terutama pihak SMPN 2 Pringsurat untuk peka terhadap kasus perundungan. Pasalnya, anak yang mengalami ini akan mampu mengatasi rasa tertekan secara psikis jika anak tersebut memiliki dukungan dari keluarganya.
"Sistem pendukung yang baik akan mampu membuat anak-anak bisa mengelola emosinya dengan baik di bawah bimbingan dan perhatian orangtuanya. Kalau pihak sekolah juga mampu menangani tindak kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah dengan tepat, maka para korban akan pulih dan para pelaku dapat menyadari kesalahannya yang kemudian tidak mengulanginya lagi," terang Sekjen FSGI Heru Purnomo dalam keterangannya, Minggu (2/7/2023), mengutip kamal News Liputan6.com.
Advertisement
Mendidik Siswa Tidak dengan Kekerasan
Pihaknya pun mengecam segala bentuk kekerasan yang dilakukan oleh siapapun dan dengan dalih apapun, misalnya dalih mendisiplinkan. Mendidik anak untuk disiplin tidak harus dilakukan dengan kekerasan, karena kekerasan justru berdampak buruk pada perilaku dan tumbuh kembang anak selanjutnya.
Di sisi lain, FSGI mengapresiasi kepolisian dalam menangani kasus ini dengan mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak dan menerapkan UU No. 11/tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), di mana anak berkonflik dengan hukum (ABH) yang belum berusia 14 tahun tidak ditahan tetapi hanya wajib lapor didampingi orangtua.
Pihak kepolisian juga sudah menyebutkan bahwa UU SPPA akan diterapkan ketika kasus ini berlanjut proses hukumnya di pengadilan anak, dimana tuntutan hukuman separuh dari hukuman maksimal yang diatur dalam KUHP terkait delik pengrusakan fasiltas umum. "Kita tunggu polisi untuk bekerja menangani kasus ini,” ungkap Heru.
Sedangkan Kapolres Temanggung AKBP Agus Puryadi sebelumnya mengatakan "R resmi tersangka, dasarnya dari sejumlah barang bukti yang ditemukan di lokasi serta dari rekaman CCTV yang ada di sekolah tersebut.
Merencanakan Membakar Sekolah
Agus mengatakan, tersangka merasa sakit hati karena sering dibully teman-temannya, termasuk oleh guru yang menurut dia kurang memperhatikannya.
"Artinya ini adalah subjektif pada perasaan si siswa. Hal tersebut dibuktikan pada saat dia mempunyai sebuah prakarya dan oleh guru menilainya biasa saja, maunya dia yang terbaik," terangnya.
Kemudian siswa tersebut ikut dalam PMR dan mencalonkan diri untuk menjadi ketua PMR di sekolahnya, namun kredibilitas dan kapabilitas yang bersangkutan mungkin menurut teman-temannya belum sesuai kalau memimpin organisasi tersebut, sehingga dia tidak terpilih sebagai ketua.
"Akumulasi dari beberapa rasa sakit hati, yang hal itu subjektif saja maka dia merencanakan untuk membakar sekolah tersebut," katanya.
Agus menyampaikan, karena terbukti melakukan tindak kriminal dengan sengaja melakukan pembakaran, tersangka ini diancam dengan Pasal 81 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Peradilan Pidana Anak,"Terhadap pelaku anak dapat dijatuhkan paling lama setengah dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa," katanya.
Advertisement