Sukses

Wayan Koster Ingin Pariwisata Bali Seperti Bhutan, Turis Asing Sedikit tapi Berkualitas

Gubernur Bali Wayan Koster bermimpi pariwisata Bali seperti Bhutan. Wayan Koster mengungkapkan bahwa di negara terkecil di Asia Selatan tersebut, para turis asing dibatasi, tetapi berkualitas.

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Bali Wayan Koster bermimpi pariwisata Bali seperti Bhutan. Wayan Koster mengungkapkan bahwa di negara terkecil di Asia Selatan tersebut, para turis asing dibatasi, tetapi berkualitas.

Wayan Koster menyampaikan turis asing yang masuk Bhutan dibatasi 400 ribu turis per tahun. Meski begitu, turis asing yang ingin berwisata ke Bhutan tetap mengantre.

"Idealnya kalau saya menginginkan seperti di Bhutan. Di Bhutan itu diberlakukan setahun hanya 400.000 yang masuk ke Bhutan, itu syaratnya ketat sekali," kata Koster di Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bali, Selasa, 3 Juli 2023, dikutip Merdeka.com.

Ia menambahkan bahwa turis asing yang ke Bhutan harus membawa uang minimum dan turis asing dikenakan uang jaminan selama wisata di negara tersebut. "Tambah hari, tambah banyak jaminannya," tuturnya.

Dikatakan Koster, kearifan lokalnya mirip dengan Bali. Hal tersebut diwujudkan dalam menghormati alamnya, menjaga kualitas udara, kualitas lingkungan, dan kualitas kehidupan yang tak bisa dikunjungi turis yang melimpah.

"Tetapi dengan menerapkan kuota yang sangat ketat ini, orang ke Bhutan antre perlu waktu satu tahun untuk datang ke Bhutan. Nah menurut saya, kalau Bali mau kita jadikan surganya dunia wisatawan mancanegara dari berbagai negara di Bali ini, mestinya kita jauh dari perilaku-perilaku yang tidak sopan," terangnya.

Koster menyebut Bali akan dibuat mirip seperti Bhutan, tetapi tidak seluruhnya. "Tidak persis seperti di Bhutan tapi kita mempertimbangkan secara rasional dan cermat kondisi kita di Bali," tambahnya.

2 dari 4 halaman

Sedikit, tapi Berkualitas

Untuk kuota wisatawan asing yang masuk ke Pulau Dewata mirip seperti di Bhutan, tidak pada angka yang definitif namun batasnya adalah turis asing yang berkualitas. "Mirip-mirip itu tapi tidak pada angka yang definitif, tapi pada batasan wisatawan yang datang ke Bali harus yang berkualitas," katanya.

Gubernur Koster juga menegaskan bahwa alasannya ingin seperti Bhutan agar wisman yang datang ke Bali lebih berkualitas dan tidak membuat masalah. Sementara, industri pariwisata, terutama di Bali, telah diwarnai dengan beragam aksi tak bertanggung jawab dari sejumlah turis asing yang berulah.

Berkaca dari insiden tersebut, hadir pula wacana penerapan pajak turis asing hingga pembatasan kuota demi mewujudkan pariwisata berkualitas. Plt. Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Frans Teguh menyampaikan wacana pajak turis asing hingga pembatasan kuota saat ini masih dalam tahap konsolidasi dengan berbagai kementerian. Pembahasan juga dilakukan dengan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan karena berkaitan dengan pajak.

3 dari 4 halaman

Pariwisata Berkualitas, Pilih Pajak Turis Asing atau Pembatasan Kuota?

"Juga berkoordinasi dengan pemerintah daerah karena menetapkan kebijakan seperti ini juga harus lebih komperhensif. Ada tahapan sosialisasi sehingga hal-hal seperti ini bisa dimitigasi lebih dini," kata Frans kepada Liputan6.com, Sabtu, 10 Juni 2023.

Frans melanjutkan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B. Pandjaitan mengoordinasi terkait bidang pariwisata dan memastikan sebaiknya ada penerapan pajak turis asing di Bali. Di balik itu, kata Frans, pihaknya ingin menjadikan Pulau Dewata sebagai barometer pariwisata semakin berkualitas.

"Kita harapkan ada kontribusi yang lebih nyata dari wisatawan untuk memastikan alam dan budaya, yang menjadi produk utama yang dikunjungi dan dinikmati tetap terjaga dan terawat," tambahnya,

Frans mengungkapkan, "Sebetulnya, yang paling mendasar saat ini kita mencegah terjadinya wisatawan yang berlebih, artinya pada titik-titik tertentu kita lihat overtourism sudah mulai terjadi. Kita harapkan ini lebih dimininalisir."

Ia menyebut guna melancarkan upaya tersebut, perlu ada peran serta dari wisatawan untuk memastikan kualitas lingkungan, kondisi sosial budaya, dan kualitas kehidupan lokal tetap terjaga. Pihaknya memulai langkah dengan Bali sebagai contoh atau prototyping.

"Agar perkembangan Bali saat ini harus dilihat sebagai cara kita mengembangkan pariwisata yang lebih berkeseimbangan, berkualitas, tetap berkarakter, dan akhirnya tidak hanya terjadi saat ini, tetapi bisa berkelanjutan," terang Frans.

4 dari 4 halaman

Formulasi Kebijakan

Frans mengatakan, "Wacana ini kita olah dengan formulasi kebijakan dan mudah-mudahan bisa mendapatkan satu pemahaman bagaimana tourist tax dan pembatasan kuota menjadi salah satu cara kita mengembangkan pariwisata lebih berkualitas dan berkelanjutan. Kita harapkan tahun ini (wacana rampung), paling lambat tahun depan sudah kita terapkan."

Dikatakan Frans, dalam pembahasan kedua wacana ini, pihaknya akan memformulasikan exercise yang pas hingga nilai dolar atau rupiah yang harus diterapkan. Hal tersebut tergantung dari jenis kunjungan yang menjadi variabel yang dipertimbangkan.

"Kelompok usia, lama tinggal, preferensi atau tujuan kunjungan sampai ke jenis akomodasi, sesuatu yang kita lihat lebih utuh untuk memformulasikan kebijakan. Kita perlu waktu, kita harapkan tidak menjadi sesuatu yang kalau diterapkan nanti ramai lagi," ungkapnya.

Ia menerangkan, "Harus lihat berbasis kebijakan dan manfaat yang terukur, lihat uangnya lari ke mana, PNBP atau masuk pajak, dispenda kalau daerah. Itu menurut saya business process harus accountable karena kalau tidak, nanti distorsi, bocor sana-sini, menimbulkan ketidakpercayaan."

Pariwisata, disebut Frans, adalah bisnis kepercayaan yang dibangun tidak hanya untuk wisatawan. Mekanisme ini dipersiapkan dengan instrumen accountable dan terukur yang dapat dipertanggungjawabkan dengan baik.

Video Terkini