Sukses

Lebih dari Separuh Lautan Berubah Warna dalam 20 Tahun Terakhir, Ahli: Efek Perubahan Iklim

Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa lebih dari separuh lautan dunia menjadi lebih hijau. Para ahli menyinggung perubahan iklim disebabkan oleh aktivitas manusia.

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa lebih dari separuh lautan di dunia mengalami peningkatan dalam warna hijau. Melansir dari Daily Mail pada Jumat, 14 Juli 2023, selama 20 tahun terakhir ini, pengukuran warna permukaan laut yang diambil melalui satelit menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan dalam pertumbuhan fitoplankton, yaitu mikroba mirip tumbuhan yang umumnya ditemukan di perairan laut bagian atas.

Pertumbuhan fitoplankton biasanya dianggap sebagai indikator kesehatan laut. Meskipun banyak organisme mikroskopis ini, termasuk ganggang hijau, dapat menyerap karbon dioksida saat mereka memanen energi matahari, peningkatan populasi mereka yang terlalu banyak telah berkontribusi pada masalah seperti "zona mati", yang menyebabkan penurunan oksigen di lautan di seluruh dunia.

Perubahan warna ini tidak terlihat jelas oleh mata manusia, tetapi jelas terlihat melalui peralatan satelit yang dikelola oleh NASA. Lebih dari 56 persen wilayah lautan dunia telah mengalami perubahan menjadi lebih hijau.

"Untuk benar-benar menyaksikan perubahan ini terjadi secara nyata, tidaklah mengherankan, tetapi memprihatinkan," kata Stephanie Dutkiewicz, seorang ilmuwan peneliti senior dan ahli pemodelan iklim di Massachusetts Institute of Technology (MIT). Dia menyatakan bahwa perubahan tersebut sesuai dengan perubahan iklim yang dipicu aktivitas manusia.

Tim MIT bekerja sama dengan Pusat Oseanografi Nasional Inggris untuk menganalisis data warna laut yang telah dikumpulkan selama beberapa dekade oleh MRI Spectroradiometer (MODIS) pada satelit Aqua NASA. Data menunjukkan bahwa perairan laut tropis yang lebih hangat di dekat khatulistiwa secara konsisten mengalami peningkatan warna hijau dari waktu ke waktu.

2 dari 4 halaman

Aktivitas Manusia Berpengaruh

Namun, pertumbuhan berlebihan dan pembusukan oleh populasi mikroba ini secara konsisten dikaitkan dengan peningkatan zona mati di lautan dan migrasi massal makhluk laut selama lebih dari satu dekade. "Saya telah melakukan simulasi yang telah memberi tahu saya selama bertahun-tahun bahwa perubahan warna laut ini akan terjadi," ujar Dutkiewicz. "Oleh karena itu, kami berharap orang-orang menganggap ini serius."

Analisis data MODIS-Aqua NASA dari Juli 2002 hingga Juni 2022, yang diterbitkan Rabu, 12 Juli 2023, di Jurnal Nature, menunjukkan adanya penghijauan yang jauh melebihi ekspektasi rasio sinyal-ke-noise. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penghijauan ini tidak dapat dijelaskan oleh variasi alami, musiman, atau tahunan dalam mekarnya fitoplankton saja.

"Hal ini memberikan bukti tambahan tentang bagaimana aktivitas manusia mempengaruhi kehidupan di Bumi dalam skala yang sangat luas," kata B.B. Cael, penulis utama studi ini dari Pusat Oseanografi Nasional Inggris di Southampton. "Ini merupakan cara lain di mana manusia mempengaruhi biosfer."

Para peneliti menggunakan sistem MODIS di atas satelit Aqua milik NASA untuk melacak tujuh panjang gelombang cahaya berwarna dari permukaan laut. Beberapa panjang gelombang ini bervariasi sedikit dari tahun ke tahun, sehingga memberikan sinyal yang lebih kuat.

Cael dan timnya menganalisis statistik dengan memanfaatkan ketujuh panjang gelombang yang diukur oleh satelit Aqua. "Saya berpikir, lebih masuk akal untuk mencari tren dalam semua panjang gelombang ini, daripada hanya fokus pada klorofil saja," ungkap Dr. Cael. Dia menambahkan bahwa lebih baik melihat keseluruhan spektrum daripada mencoba memperkirakan satu angka berdasarkan potongan-potongan spektrum.

3 dari 4 halaman

Beberapa Skenario

Kelompok Cael berhasil membandingkan temuan mereka dengan model prediksi yang dikembangkan oleh Dutkiewicz di MIT pada tahun 2019. Model Dutkiewicz mensimulasikan perubahan warna laut berdasarkan dua skenario.

Skenario pertama dengan peningkatan gas rumah kaca di atmosfer, dan skenario lainnya tanpa peningkatan gas rumah kaca. Model dengan gas rumah kaca memprediksi bahwa dalam 20 tahun, sekitar 50 persen permukaan laut dunia akan mengalami penghijauan yang terdeteksi, sesuai dengan temuan yang ditemukan oleh Cael dalam data sebenarnya dari MODIS-Aqua.

"Ini menunjukkan bahwa tren yang kita amati bukanlah variasi acak dalam sistem Bumi," kata Cael dalam pernyataan pers. "Ini konsisten dengan perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia."

Namun, Cael menyadari bahwa diperlukan studi yang lebih mendalam untuk memahami bagaimana semua ekosistem laut di seluruh dunia berubah secara individu sebagai akibat dari pemanasan global. "Ekosistem sedang mengalami perubahan, meskipun sulit untuk secara tepat menggambarkan bagaimana hal itu terjadi dengan pengetahuan kita saat ini tentang ekosistem plankton," ungkap Cael kepada Vice.

Pengubahan warna ini dapat mengindikasikan kemungkinan pergeseran dalam populasi plankton yang lebih kecil atau lebih besar, perubahan jumlah predator atau mangsa, dan dampak yang berbeda dari berbagai jenis plankton terhadap penyimpanan karbon atau perikanan, di antara hal lainnya.

4 dari 4 halaman

Dampak Perubahan Iklim

Kanal Bisnis Liputan6.com pada Rabu, 12 Juli 2023 menginformasikan tentang Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menyoroti kondisi suhu Bumi yang hampir mendekati ambang batas 1,5 derajat celcius. Tak hanya itu, Menkeu juga menyuarakan kondisi iklim di Indonesia yang sudah menunjukkan gejala dari perubahan iklim.

Indonesia sendiri, sebagai negara kepulauan, telah menghadapi konsekuensi dan risiko dari perubahan iklim. Hal itu salah satunya dari data BMKG yang menggambarkan bahwa hampir 40 tahun terakhir, dari tahun 1981 hingga 2018 Indonesia mengalami kenaikan suhu hingga 0,03 derajat celcius per tahun.

Permukaan air laut di Indonesia juga naik 0,8 hingga 1,2 centimeter per tahun. "Keliatannya kecil tapi kalau 40 tahun berarti bisa mencapai 40 centimeter atau menjadi setengah meter," tambah Menkeu.

Sri Mulyani juga menceritakan pengalaman ketika pulang ke kampung halamannya di Semarang. Dirinya mendapati keluhan sejumlah tanah di daerah Demak yang sudah hilang ditelan laut.

"Jadi Indonesia sudah merasakan dan akan menghadapi implikasi yang tidak mudah dan tidak murah akibat perubahan iklim. Emisi gas rumah kaca Indonesia juga cenderung mengalami kenaikan. Setiap tahun menambah 4,3 persen per tahun sejak 2010," imbuhnya.

Menkeu menyampaikan, hal ini semakin memperlihatkan bahwa perubahan iklim bukan hanya pembahasan akademik, bukan hanya topik yang atraktif dan menarik untuk didiskusikan di forum manapun, tapi sudah menjadi risiko terbesar bagi kemanusiaan dan negara manapun.

Video Terkini