Sukses

Mengulik Chocolatier, Profesi Bergengsi yang Belum Begitu Populer di Indonesia

Sebagai salah satu negara penghasil kakao atau biji cokelat, perkembangan dunia cokelat di Indonesia belumlah begitu maju. Begitu pula dengan profesi chocolatier atau ahli cokelat yang masih sangat jarang ditemukan.

Liputan6.com, Jakarta - Sebagai salah satu negara penghasil kakao atau biji cokelat, perkembangan dunia cokelat di Indonesia belumlah begitu maju. Begitu pula dengan profesi chocolatier atau ahli cokelat yang masih sangat jarang.

"Di Indonesia sudah mulai cukup banyak chocolatier, apalagi anak-anak generasi baru karena mereka banyak sekolah di luar negeri, lalu mereka jatuh cinta dengan cokelat dan menambah ilmu dengan kursus-kursus," ungkap Louis Tanuhadi, salah satu chocolatier ternama di Indonesia yang kini juga merupakan Executive Pastry Chef di APCA Indonesia saat ditemui Liputan6.com, Sabtu, 15 Juli 2023 di kawasan Alam Sutera, Tangerang Banten.

Namun meski ia menyebut banyak, jumlahnya masih bisa belum mencapai ratusan. Louis sendiri sebenarnya terjun menjadi seorang chocolatier karena salah jurusan masuk sekolah kuliner di Le Notre, Prancis. Peminatannya ketika itu adalah pastry, namun ia justru masuk sekolah yang mengajarkan untuk menjadi ahli cokelat. 

"Saat itu profesi chocolatier masih belum dikenal di Indonesia, saya masuk sekitar tahun 1991 saat profesi ini tidak dikenal sama sekali (di Indonesia)," sambung Louis.

Hingga saat itu, ia pernah bekerja sebagai chocolatier di sebuah pabrik cokelat di Jerman. Setelahnya, Louis juga pernah bekerja sebagai chocolatier di sebuah pabrik cokelat terkenal di Indonesia.

Namun hal yang ia temukan di Indonesia memang agak berbeda, seorang pastry chef pun harus menguasai tentang cokelat, gelato, gula, dessert, walaupun mungkin tidak mengerjakannya sehari-hari. Sementara di luar negeri tak hanya ada profesi chocolatier sebagai ahli cokelat, ada pula yang disebut ahli gelato dengan kekhususan jurusan tersendiri. 

 

2 dari 4 halaman

Kahlian Khusus Seorang Chocolatier

Secara spesifik Louis mengatakan bahwa chocolatier adalah seorang yang menguasai cokelat dari produksi mengolah biji kakao sampai menjadi produk cokelat. Namun bahan yang digunakan haruslah cokelat asli dari biji kakao bukan cokelat compound yang dibuat dari vegetable fat.

"Chocolatier harus tahu proses cokelat dari petani, kemudian fermentasi hingga roasting sampai menjadi cokelat bar. Bahkan selain itu chocolatier harus bisa mengolah cokelat untuk menjadi berbagai produk cokelat seperti praline, bon bon, cake dan lainnya yang berhubungan dengan cokelat," papar Louis.

Ia melanjutkan bahwa mengolah cokelat asli tidak mudah, dengan tingkatan jenis kristal yang perlu mengalami proses tempering untuk mengubahnya jadi kristal beta 6 hingga cokelat bisa menjadi keras untuk dibentuk. Dibutuhkan keahlian khusus dari chocolatier dalam hal tempering untuk memastikan lama proses, komposisi dan suhu seperti apa yang dibutuhkan.

Hal inilah yang membuat Chocolatier jadi profesi bergengsi dan seseorang tidak bisa disebut chocolatier jika yang diolahnya hanya cokelat compound yang mudah keras ketika dilumerkan dan dibentuk kembali. "Ini butuh skill bertahun-tahun untuk bisa terampil melakukan ini," tambah Louis. 

Ia menceritakan bahwa metode pembuatan cokelat dari biji kakao sendiri datang dari bangsa Eropa, meskipun tanaman kakao sendiri di dapat dari Amerika Latin maupun Afrika dan Asia. Kini seiring waktu cokelat berkembang dengan tampilan warna dan dihias dengan cantik membuat seorang chocolatier harus terus belajar.

Di Asia sendiri tidak ada standart tentang cokelat bahwa bahan seperti vegetable fat yang diproduksi sebagian besar produsen Asia termasuk Indonesia dengan menggunakan cokelat compound. Sementara di Eropa terdapat standart bahwa cokelat haruslah dibuat dari biji kakao asli, di luar bahan tersebut maka tidak bisa disebut cokelat.  

 

 

3 dari 4 halaman

Profesi Chocolatier Kini Makin Dibutuhkan

Sekolah chocolatier di Indonesia pun menurut Louis secara spesifik belum ada, namun di APCA Indonesia yang memiliki standart sekolah kuliner Prancis tempatnya mengajar, ia ikut memberikan pengetahuan dan keahlian muridnya di bidang cokelat. "Ada 3 semester pelajaran tentang cokelat," kata Louis.

Dalam kurun waktu tersebut seorang chocolatier harus bisa menguasai ilmu tempering, bean to bar dari proses mengolah biji kakao hingga menjadi cokelat bar. Adapun pertumbuhan butik cokelat di Indonesia cukup meningkat belakangan ini sehingga mereka membutuhkan chocolatier, tapi tidak tersedia cukup banyak karena belum ada lembaga pendidikannya spesifik.

"Makanya saya beruntung banyak lulusan murid saya yang mulai tertarik diambil oleh perusahaan itu, ini sekarang mulai bisa diterima sementara 20 tahun lalu belum," tambah Louis. 

Chocolatier kini menurutnya jadi profesi yang menjanjikan karena taraf hidup masyarakat Indonesia telah berubah dan ada kemampuan untuk membelinya. Cokelat yang termasuk produk premium, satu potong cokelat praline terbilang cukup mahal bisa mencapai Rp25.000. 

Menurut Louis untuk menjadi chocolatier tak perlu sekolah hingga ke luar negeri. Namun bisa belajar sendiri, melalui kursus online sambil mempraktikkan ilmu. Sebab menurutnya kalaupun mengambil kursus di luar negeri, biasanya hanya diajarkan ilmu dasarnya. Sementara Louis pun meski sudah menjadi chocolatier hingga kini masih terus belajar hal baru tentang dunia cokelat yang bakal terus berkembang.

4 dari 4 halaman

Passion Seorang Chocolatier

Merry Sujiati seorang chocolatier yang saat ini juga sebagai chocolate maker dari brand Moodco Fine Chocolate berbasis di Malang mengatakan keahlian sangat identik dengan passion begitu juga seorang chocolatier. "Secara profesi (chocolatier) bisa diawali dengan sertifikasi dan menghasilkan karya," katanya dalam wawancara tertulis dengan Liputan6.com, Minggu (16/7/2023). 

Namun tentu seorang chocolatier haruslah memiliki ketertarikan dulu akan cokelat. "Saya adalah pemakan dan penikmat cokelat, saat kecil saya dikenalkan cokelat oleh Mama saya dengan kualitas yang baik (cokelat buatan Belanda)," ungkapnya. 

Awalnya saat menjadi chocolatier ia hanya membuat praline dari cokelat pabrikan dengan membuat praline dari cokelat couverture untuk berbagai brand. Kemudian berkembang dengan membuat varian dan rasa baru dari cokelat yang sudah ada.

Namun ia menuturkan, di Indonesia saat ini chocolatier kurang populer karena memang bukan negara pengonsumsi cokelat. Tapi keahlian ini menjadi spesial karena Indonesia adalah penghasil biji kakao, bahan baku utama cokelat.

Mencicipi dan membedakan rasa adalah hal yang menarik tanpa ada batasan tertentu. Tentunya mengasyikan dan tidak akan ada kesulitan, kecuali jika indera pengecap bermasalah. "Sebenarnya yang sulit justru lebih ke proses tempering, yaitu membuat cokelat couverture untuk mendapatkan kualitas standar yang berkenaan dengan indera, tidak hanya visual," jelas Merry.

Sebagai chocolatier ia pun mengaku akan terus belajar hingga ahli, bahkan meski sudah ahli sekalipun pasti akan terus belajar, karena cokelat sendiri sangat berbeda dengan dunia baking dan cooking. "Cokelat bukan sekedar tata boga, cokelat menghubungkan sains dan teknologi," katanya menutup.