Sukses

Seperti Apa RPTRA yang Ideal untuk Tumbuh Kembang Anak Indonesia?

RPTRA merupakan ruang publik yang disediakan pemerintah untuk anak-anak bermain demi mendukung tumbuh kembang mereka. Seperti apa idealnya?

Liputan6.com, Jakarta - Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) adalah salah satu fasilitas publik yang disediakan sebagai bentuk pemenuhan hak anak. Melansir portal resmi Provinsi DKI Jakarta, RPTRA merupakan ruang terbuka hijau ramah anak yang dilengkapi berbagai fasilitas pendukung tumbuh kembang anak, kenyamanan orangtua, serta tempat berinteraksi seluruh warga dari berbagai kalangan.

Namun, seperti apa idealnya RPTRA? Psikolog sekaligus co-founder Rumah Dandelion Orissa Anggita Rinjani menyebut RPTRA yang ideal adalah ruang yang mampu menyediakan lima aspek tumbuh kembang anak, yakni kemampuan kognitif, motorik halus, motorik kasar, bahasa, dan sosial anak.

"Bangunan RPTRA itu simpel sebenarnya, yaitu lapangan terbuka di mana di sini bisa untuk berkumpul. Anak-anak tidak main sendiri-sendiri. Idealnya adalah space yang cukup luas untuk anak-anak aktif bergerak. Space yang lebih luas juga mendukung anak bermain bersama-sama," ungkap Orissa dalam jumpa pers peringatan Hari Anak Nasional 2023 di RPTRA Garuda, Jakarta, Jumat, 21 Juli 2023.

Dia juga menyebut fasilitas bermain seperti ayunan, jungkat-jungkit, terowongan, dan perosotan, akan meningkatkan tumbuh kembang anak. Ia mencontohkan soal bermain gelantungan untuk melatih kemampuan motorik halus.

"Banyak anak yang mudah merasa lelah saat menulis karena otot tangannya belum terlatih dengan baik. Dengan bermain bebas terlebih dulu, seperti bermain di ayunan atau gelantungan, anak-anak sebenarnya sedang melatih otot-otot motorik halus mereka," ia menjelaskan.

Sementara, buku-buku bacaan dan aktivitas diskusi di RPTRA akan membantu anak melatih berbagai kemampuan. Kemampuan motorik, jelas dia, bisa didapat dengan mengganti halaman dan menyentuh buku. Sedangkan, kemampuan sosial dilakukan dengan berbagi buku satu sama lain. Sementara, kemampuan bahasa anak dilakukan dengan membaca dan mempelajari kosakata baru yang dibaca dari buku-buku tersebut.

"Anak-anak secara bersamaan juga mengembangkan kemampuan kognitif dengan memahami isi buku dan diskusi," sambungnya.

 

 

2 dari 4 halaman

Peran Orangtua dalam Tumbuh Kembang Anak

Proses tumbuh kembang anak tidak hanya memerlukan fasilitas fisik, tetapi juga dukungan orangtua. Menurut Orissa, ada beberapa hal yang bisa dilakukan orangtua untuk memaksimalkan potensi anak. Sejumlah tips dibagikannya:

  • Mengajarkan kosakata baru dengan memanfaatkan suasana di ruang terbuka (tumbuhan, hewan, dan elemen-elemen lingkungan lainnya) guna memberikan pengetahuan dan pengenalan akan kosakatanya.
  • Saat bermain dengan anak, deskripsikan apa yang anak lihat dengan gerakan yang relevan terhadapnya, seperti misalnya tanaman dengan gerak ‘melihat’, ‘memegang’, ‘memetik’, dan lain sebagainya sehingga meningkatkan pemahamannya terhadap kaitan antara gerakan dan makna kata.
  • Kembangkan kesadaran terhadap tulisan dengan mengajak anak memperhatikan papan petunjuk di RPTRA. Contohnya membaca papan petunjuk “Pintu Masuk”, “Jangan Injak Rumput” atau simbol-simbol yang ada di taman.
  • Ajak anak berdiskusi tentang situasi sosial di sekitarnya, seperti, ‘Wah ada banyak yang mau perosotan ya, bagaimana supaya tidak rebutan, ya?’ guna menstimulasi pendengaran anak, daya tangkap mengenai orang lain dan mengungkapkan ide.
  • Beri anak kesempatan mendokumentasikan pengalaman luar ruang mereka melalui gambar, tulisan, atau video, agar mereka belajar mengekspresikan bahasa dan refleksi.

Dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional 2023, Nestle Dancow Imunutri meremajakan RPTRA di lima kota, yakni Jakarta, Banjarmasin, Tebing Tinggi, Makassar, dan Sidoarjo. Khusus di Jakarta, RPTRA Garuda di Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, diremajakan dengan membangun saung edukasi, menyediakan rak buku, dan permainan.

3 dari 4 halaman

Ruang Bermain Anak Makin Mendesak

Sementara itu, Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak Atas Pengasuhan dan Lingkungan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Rohika Kurniadi Sari, menegaskan bahwa setiap anak Indonesia memilik hak bermain. Karena itu, keberadaan Ruang Bermain Ramah Anak (RBRA) menjadi sangat penting.

Saat ini, kata dia, pemerintah sudah menginisiasi 102 RBRA di seluruh negeri. Namun, baru 76 yang memenuhi standar. 

"RBRA terstandar sudah jadi salah satu indikator di kabupaten/kota layak anak," kata Rohika melalui sambungan telepon pada Liputan6.com, Jumat, 21 Juli 2023. "Memang tidak mudah memiliki RBRA terstandar (karena ada) 13 persyaratan harus terpenuhi."

 

Syarat-syarat tersebut, yakni lokasi, pemanfaatan, kemudahan, material, vegetasi, penghawaan udara, peralatan bermain, keselamatan, keamanan, kesehatan/kebersihan, kenyamanan, pencahayanaan, dan pengelolaan. Selain itu, ada juga delapan prinsip yang harus diperhatikan dalam pengembangan RBRA: gratis, non-diskriminasi, kepentingan terbaik untuk anak, partisipasi anak, aman dan selamat, nyaman, kreatif dan inovatif, serta sehat. 

"Secara mekanisme, RBRA memang dimiliki perangkat daerah, Dinas Lingkungan Hidup (setempat), atau pengembang Dinas Cipta Karya. Tapi, tidak menutup kemungkinan perangkat daerah untuk berkolaborasi dengan lembaga masyarakat, dunia usaha, bahkan forum anak," paparnya.

4 dari 4 halaman

Pemenuhan Hak Bermain Anak

Hak bermain anak diatur dalam UUD Pasal 28B ayat (2) dan Undang-undang (UU) Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. "Disebutkan bahwa setiap anak berhak memanfaatkan waktu luang bermain dengan sebayanya, berekreasi, dan berkreasi untuk pengembangan diri," ia menyebut.

Rohika menyambung, "Ini (bermain) membangun tidak hanya kecerdasan intelektual, namun juga kecerdasan emosional, motorik, dan pengembangan bahasa."

Namun, Rohika menilai hak bermain anak sekarang acap kali diabaikan para orangtua. Ia berkata, "Pengasuhan yang baik menurut orangtua sekarang itu anak bermain di rumah. Padahal, bermain di rumah juga seringnya hanya diberi gawai. Pergeseran pengasuhan ini akhirnya tidak tepat."

Sementara di RBRA, semua fasilitasnya disebut bisa jadi "perabot bermain." "Tidak ada (standar) luasan tertentu (dalam membangun RBRA). Tapi, idealnya memang ada satu (RBRA) setiap 250 Kepala Keluarga (KK), dan itu masih jadi PR sekarang," ucapnya.

Hak bermain untuk anak bahkan harus tetap terpenuhi dalam situasi kusus, seperti bencana, menurut Rohika. "Kami mendorong harus ada tempat bermain walau sederhana. (Pakai) ban bekas, misalnya, itu bisa digunakan untuk main terowongan atau jadi ayunan," ujar dia.

Walau sederhana, semua perabot bermain harus tetap aman, ia menegaskan. "Harus nyaman dan terlindungi dari segala bentuk kekerasan, termasuk pelecehan. Makanya (idealnya) ada yang jaga (tempat bermain anak) secara bergantian, dan orang yang ditunjuk tahu akan manajemen keselamatan anak," katanya.