Liputan6.com, Jakarta - "Followed a river filled with plastic and it led to this… (Mengikuti sebuah sungai dipenuhi sampah plastik dan mengantarkannya sampai di sini)," tulis Gary Benchegib di kolom keterangan akun Instagramnya pada 25 Juli 2023.
Bersamaan dengan itu, ia mengunggah video pendek tentang temuan mengejutkan olehnya dan tim Sungai Watch. Sebuah gunung sampah setinggi 50 meter yang didominasi oleh sampah plastik berada di tengah hutan.Â
Baca Juga
"Kami baru sampai di sini, tepat di kaki tempat pembuangan sampah raksasa ilegal ini. Ini sangat tinggi sampai kami tak bisa melihat puncaknya," ucap Gary dalam video tersebut. Ia juga menjelaskan bahwa sampah itu pada akhirnya terbuang ke sungai terdekat.Â
Advertisement
Itu video kedua yang diunggahnya terkait tempat pembuangan sampah ilegal di kawasan Bali Utara. Pada 5 Juli 2023, Gary juga mengunggah video serupa dengan gambar diambil dari udara.
Di atas ketinggian, sampah-sampah yang menumpuk terlihat seperti titik-titik putih di antara pepohonan yang hijau. Video berlanjut dengan memperlihatkan alur ceceran sampah dari puncak tempat pembuangan ilegal ke sela-sela jalan setapak. Kita bisa melihat beragamnya sampah yang ditemukan, dari cup minuman kemasan hingga ban bekas.
"How much is too much 🛑 Comment STOP if you think Bali should ban open dumping (Seberapa banyak yang disebut terlalu banyak. Beri komentar Stop bila kamu pikir Bali semestinya melarang TPA terbuka)," tulisnya di kolom komentar.
Unggahan itu sontak mengundang simpati, membangkitkan rasa miris akan Bali yang dikenal sebagai destinasi wisata populer di mancanegara karena keindahan alamnya. Warganet pun sepakat dengan opini Gary.
"STOP...Bali needs more Law Enforcement and less Blah Blah Blah (STOP... Bali butuh lebih banyak penegakan hukum dan mengurangi (bicara))," komentar seorang warganet. "Such a nightmare (seperti mimpi buruk)," tulis yang lain.
Â
Disorot Media Australia
Kisah temuan Gary dan tim Sungai Watch soal gunung sampah itu sampai menarik perhatian media Australia. Laman news.com.au memasukkan unggahan Gary sebagai bukti masalah sampah yang pelik dan bisa tak terkendali di Indonesia, khususnya di Bali.Â
Dikutip Rabu (2/8/2023), laman itu menyebut bahwa penanganan sampah di Bali telah menjadi topik panas sejak lama, disusul dengan beredarnya potret sampah-sampah bertebaran di Pantai Kuta, terutama yang berwujud botol plastik, tempat makan, dan kantong kresek.Â
Menurut laman itu, di musim penghujan yang biasanya berlangsung pada Oktober hingga Maret, para pengunjung bisa menemukan sampah bertebaran di PantaiKuta, Seminyak, Legian, dan Jimbaran setiap hari. Itu seolah menjadi fenomena tahunan dengan orang-orang bisa melihat plastik dan sampah lain yang salah satunya berasal dari kapal yang terbawa ke pantai oleh angin kencang, gelombang tinggi, dan hujan deras.
Media Australia itu juga menyangkutkan masalah sampah dengan rencana penerapan pajak turis asing yang datang ke Bali. Pada awal Juli 2023, Gubernur Bali Wayan Koster menyebut para wisatawan akan diharuskan membayar Rp150 ribu mulai 2024. Dana yang terkumpul akan digunakan untuk 'lingkungan, budaya, dan membangun infrastruktur yang lebih berkualitas'.
Â
Advertisement
Penyumbang Sampah Plastik ke Laut Terbesar
Di sisi lain, Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan juga menyinggung soal dana yang harus dialokasikan untuk mengatasi masalah sampah di Bali. Menurut dia, 'tanpa perbaikan yang signifikan dan cepat', masalah itu akan menjadi 'tidak terkendali'.
"Saya pikir itu (pajar wisata) baik untuk bali, mengapa tidak menggunakannya untuk mengatasi masalah sampah," ucapnya setelah menandatangani perjanjian konservasi baru di Zona Ekonomi Khusus Kura-Kura Bali, pekan lalu.
"Sampah harus dibersihkan, sekarang di sana tercium bau. Saya sudah berbicara dengan Wali Kota Denpasar untuk menyelesaikannya tapi jangan gunakan itu sebagai isu politik. Itu tak benar, cukup bereskan dan kurangi baunya."
Pada 2021, Peta Sampah Kemitraan Bali dibuat. Peta itu didedikasikan untuk berbagi bagaimana, mengapa, dan di mana hal ini terjadi. Alat yang didukung oleh Kementerian Luar Negeri Norwegia ini memungkinkan pengguna memvisualisasikan asal dan nasib sampah Bali.
Tujuan akhir dari prakarsa ini adalah untuk mendukung tujuan Gubernur Bali untuk memimpin upaya Indonesia mengurangi tingkat plastik di lautan hingga 70 persen pada 2025, sesuai target nasional Indonesia. Indonesia termasuk salah satu penyumbang sampah plastik terbesar dengan 200 ribu ton plastik mencemari lautan menurut studi yang dipublikasikan di jurnal Nature Communication pada 2017.
Â
Upaya Atasi Gunung Sampah Ilegal
Kembali ke masalah gunung sampah ilegal di Bali, Gary dan timnya tidak berhenti hanya mendokumentasikan temuan mereka. Lewat unggahan pada 27 Juli 2023, mereka ikut membersihkan tumpukan sampah, mengarungkannya dan mengangkutnya ke tempat lain.
Ia menjelaskan bahwa proses pembersihan itu berjalan beriringan dengan upaya menutup TPA ilegal tersebut. "Kami sangat senang bisa bekerja dengan @desamayong untuk menawarkan solusi pengelolaan sampah sebenarnya," imbuh Gary dalam kolom keterangan.
Berdasarkan penelusuran Liputan6.com, Desa Mayong di Bali terletak di Kabupaten Buleleng. Lahan di desa itu didominasi untuk permukiman, disusul untuk persawahan dan perkebunan.
Di sisi lain, Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Bali meluncurkan program Ban the Big 5. Manajer Program PPLH Bali, Ni Made Indra Wahyuni, menjelaskan kelima produk plastik yang didorong untuk tidak lagi digunakan, yakni kantong plastik, kemasan saset, sedotan plastik, stirofoam, dan microbeads.
Bersama inisiasi itu, pihaknya mengajak publik, termasuk anak-anak, membawa tas belanja, botol minum dan makan guna ulang, serta memakai produk kecantikan berbahan alami. "Lulur jadi salah satu yang rawan mengandung microbeads. (Karena itu), sebaiknya pakai (lulur) dari beras atau kopi," sebut Indra, Sabtu, 24 Juni 2023.
Seberapa darurat sampah plastik di Bali? Secara proporsi, Indra menyebut, sampah anorganik, seperti plastik, mencatat total 30 persen limbah di Pulau Dewata. "Walau presentasinya (lebih) kecil (dibanding sampah organik yang 70 persen), tapi itu harus tetap segera dikelola, jangan sampai dibiarkan menggunung," ujar dia.
Advertisement