Liputan6.com, Jakarta - Sosok Peggy Gou sedang jadi pembicaraan publik lantaran lagu berjudul '(It Goes Like) Nanana' miliknya tengah viral di TikTok. Banyak orang yang penasaran dengan DJ asal Korea itu, berikut profil Peggy Gou.
Mengutip dari laman Business of Fashion, Kamis, 10 Agustus 2023, Peggy Gou yang berbasis di Berlin adalah seorang DJ dan perancang busana Korea Selatan. Ia dengan cepat mengukuhkan namanya di industri musik dengan ramuan unik dari musik house dan suara serta selera gayanya dalam berpakaian.
Dengan lagu pertamanya yang dirilis pada 2016, musisi dan bintang Instagram ini telah menikmati popularitas yang cepat. Ia mendapatkan dukungan dari musisi mapan seperti Moodyman, The Black Madonna dan DJ Kaze melalui dukungan yang telah menarik basis penggemar setia termasuk Virgil Abloh.
Advertisement
Gou lahir di Seoul, Korea Selatan, lalu pindah ke London pada usia 14 tahun untuk menyelesaikan pendidikan SMA-nya. Saat tumbuh dewasa, Gou memendam ambisi untuk menjadi seorang penyanyi.
Ia merupakan seorang pianis yang terlatih secara klasik, Gou menggubah karya pertamanya pada usia delapan tahun. Beberapa tahun kemudian, dia meninggalkan hasratnya, lalu memilih untuk mengejar gelar mode di London College of Fashion.
Saat belajar, Gou menyalakan kembali kecintaannya pada musik, mengejar produksi musik setelah mulai bercampur di Korea dengan pacarnya saat itu. Ia juga tampil di klub malam Cirque Le Soir London melalui koneksi.Â
Â
Masuk Daftar Forbes 30 under 30 Asia Entertainment & Sports
Dengan keinginan untuk menjadi DJ Korea wanita termuda dan pertama yang bermain di klub Berghain di Berlin, Gou menekuni musik penuh waktu, mengesampingkan studi modenya. Pada akhir 2016, Gou merilis EP ganda pertamanya, berjudul "September War", dan memainkan set pertamanya di klub Berghain setelah pindah ke Berlin, Jerman.
Dia telah menghasilkan empat EP, termasuk tur Amerika pertamanya dan residensi BBC Radio 1 selama sebulan pada 2017, dan telah tampil di Coachella. Di pesta Off-White Dazed 2017, Gou bertemu dengan perwakilan dari New Guards Group, yang menawarkan labelnya sendiri kepada Gou.
Di jajaran streetwear kelas atas miliknya, ia memadukan berbagai motif mitologi tradisional Korea Selatan dengan grafis budaya klub. Peggy Gou pun memulai debutnya di Paris Fashion Week pada 2019.
Saat itu produknya belum tersedia di toko-toko. Pada 2019, Gou juga mengumumkan peluncuran label rekamannya sendiri dan masuk dalam daftar Forbes 30 under 30 Asia Entertainment & Sports.
Advertisement
Tak Memiliki Manajer
Dikutip dari laman Guardian, Kamis (10/8/2023), sejak tiba di Berlin, Peggy dengan cepat menjadi salah satu nama besar musik dansa. "Sebelum saya menjadi DJ, saya adalah seorang raver (radical audio visual experience (pengalaman audio visual radikal)," katanya dengan bangga.
Dia akan menghabiskan setiap akhir pekan di Berghain, di mana musik yang dia dengar membentuk DJ yang tidak dapat diprediksi seperti sekarang ini. "Saya sangat suka DJ Detroit, seperti Maurice Fulton. Anda merasa dia akan memainkan sesuatu yang tekno, lalu tiba-tiba menjadi disko."
Sejak impiannya terwujud dengan rilis lagu pertamanya pada 2016, Gou sekarang memiliki label rekamannya sendiri, label mode yang bekerja sama dengan Virgil Abloh dari Louis Vuitton. Ia hampir satu juta pengikut Instagram, dan festival mininya sendiri di London: Pleasure Gardens.
Dia tidak pernah memiliki seorang manajer, hal ini jelas membuatnya lebih memilih untuk bertanggung jawab sendiri. Ketika tumbuh dewasa, Gou adalah penggemar berat K-pop.
Dari London Pindah ke Berlin
Menurutnya K-pop lama lebih baik daripada K-pop baru". Tetapi pendidikan musiknya benar-benar dimulai ketika dia pindah ke Inggris.
Pada usia 18 tahun, dia masuk ke London College of Fashion, dan menghabiskan setiap akhir pekan menari di Plastic People atau Corsica Studios. Ketika seorang promotor dari klub Soho Cirque Le Soir melihat foto Facebook dirinya di belakang dek – Gou telah mempelajari dasar-dasar beat matching dari seorang teman di Korea – mereka bertanya apakah dia ingin bermain.
Dia memulai residensi mingguan di Klub Buku di London timur, dan menggunakan waktu luangnya untuk belajar sendiri cara memproduksi menggunakan perangkat lunak audio Ableton. Tidak mengherankan, dia gagal dalam kursus mode.
"Orang tua saya tidak mengizinkan saya kembali ke Korea, karena saya gagal," katanya.
Lalu ia pun pindah ke Berlin setelah itu.Ia bekerja di toko kaset, mengerjakan musik di rumah. Lalu orangtuanya berkata, "Kamu ingin fashion, sekarang kamu ingin musik, apa selanjutnya?".
Gou berkata kepada mereka, "Beri saya beberapa tahun. Jika saya tidak bisa, saya akan kembali ke Korea."
Â
Advertisement