Liputan6.com, Jakarta - Di tengah maraknya edukasi pemakaian tabir surya untuk melindungi kulit dari dampak negatif paparan sinar matahari, justru beredar konten "hasil uji lab" produk "sunscreen SPF palsu." Angka yang dipaparkan pun membuat warganet heboh dan bertanya-tanya apakah produk SPF tabir surya yang mereka pakai sesuai klaim.
Video TikTok @cicikoko_review, akhir pekan kemarin, mengklaim bahwa dari "hasil uji lab," mereka menyebut "banyak banget yang overclaim," "jauh banget di bawah dan jauh banget di atas." Keduanya rata-rata menunjukkan suncreen diklaim SPF 50 yang ternyata hanya mengandung SPF 38, SPF 18, SPF 6, bahkan SPF 2.
Baca Juga
Menanggapi ini, dokter spesialis kulit dan kelamin, dr. Arini Astasari Widodo, SM, SpKK menjelaskan bahwa sun protection factor alias SPF merupakan ukuran yang menunjukkan seberapa efektif sunscreen dalam melindungi kulit dari sinar UVB yang dapat menyebabkan luka bakar matahari dan kerusakan kulit.
Advertisement
"Angka SPF mengindikasi berapa lama kulit Anda bisa terpapar sinar matahari sebelum mengalami luka bakar, dibandingkan jika tidak menggunakan sunscreen," katanya melalui pesan pada Liputan6.com, Selasa, 15 Agustus 2023. "Sedangkan, klaim PA merupakan ukuran perlindungan terhadap sinar UVAÂ yang dapat menyebabkan penuaan dini dan masalah kulit lain."
"Skala PA menggunakan tanda tambah (+), bintang (★), atau klaim broad-spectrum sunscreen untuk menunjukkan tingkat perlindungan terhadap sinar UVA. Semakin banyak tanda tambah atau bintang, semakin tinggi perlindungan terhadap UVA," imbuh lulusan Harvard Medical School tersebut.
Akibat Pakai Sunscreen SPF Palsu
Sunscreen SPF palsu, kata dr. Arini, merugikan kesehatan kulit karena tidak memberi perlindungan seperti yang dijanjikan dalam kemasan. Untuk membedakan antara sunscreen dengan SPF yang benar-benar tinggi dan tidak, ada beberapa langkah yang dapat diikuti, menurut dosen, sekaligus peneliti Fakultas Kedokteran UKRIDA tersebut.
Pertama, pastikan produk memiliki sertifikat atau izin dari otoritas terkait, seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di Indonesia. Lalu, periksa nomornya di situs resmi BPOM untuk memastikan bahwa nomor tersebut asli dan terkait dengan produk bersangkutan.
"Selain itu, Anda juga dapat periksa kandungan bahan aktif pada sunscreen," sambungnya. "Bahan aktif yang digunakan sebagai penyaring sinar UV antara lain ada Zinc Oxide, Titanium Dioxide, Oxybenzone, Avobenzone, Octocrylene, Ensulizole, Tinosorb S dan M, Octinoxate, serta Homosalate."
"Perlu diingat juga bahwa harga sunscreen yang mahal atau murah tidak selalu mencerminkan kualitasnya. Beberapa perusahaan mungkin mengeluarkan biaya besar untuk menguji SPF dan faktor perlindungan lain, sehingga produk tersebut memiliki harga relatif tinggi dibandingkan produk tanpa uji SPF."
Advertisement
Metode Pengukuran SPF
dr. Arini menekankan bahwa faktor harga tidak selalu jadi penentu kualitas, karena harga produk juga dipengaruhi faktor-faktor, seperti jumlah produksi, formulasi, kemasan, marketing, dan branding. "Sunscreen yang memiliki tekstur serupa, dan packaging yang menarik pun belum tentu mencerminkan efektivitas SPF," sambungnya.
"Penilaian akurat terkait tingkat SPF memerlukan uji tes yang memadai dan terpercaya. Seseorang tidak dapat menilai efektivitas SPF menggunakan kamera UV yang saat ini sedang trending digunakan untuk menunjukan proteksi UV. Seseorang juga tidak dapat menilai SPF dari konsistensi, kemasan, harga, dan tekstur."
"Metode pengukuran SPF dan Protection Grade of UVA (PA) pada sunscreen biasanya dilakukan dengan uji klinis di laboratorium. Pada pengukuran SPF, sunscreen diaplikasikan pada kulit peserta uji yang kemudian dikenakan paparan sinar matahari kontrol untuk menghitung waktu terjadinya eritema."
"Hasil perbandingan waktu eritema pada kulit yang dilindungi sunscreen dan kulit yang tidak dilindungi akan menghasilkan nilai SPF," paparnya.
Sementara itu, pengukuran PA melibatkan paparan sinar UVA pada kulit yang telah diberi sunscreen, diikuti pengukuran melanin untuk menghitung perbedaan sebelum dan sesudah paparan. Hasil perbandingan kadar melanin akan memberi nilai PA, yang mencerminkan tingkat perlindungan terhadap sinar UVA.
Â
Jangan Hanya Perhatikan Klaim SPF
Laboratorium yang diakui BPOM harus memenuhi standar tertentu dalam metode pengukuran, peralatan yang digunakan, dan peneliti yang terlibat, sambung dr. Arini. "Kriteria ini akan memastikan bahwa uji klinis yang dilakukan memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi, serta memberi hasil yang akurat dan konsisten."
"Faktor-faktor seperti akreditasi laboratorium, pengalaman peneliti, metode pengukuran yang diakui secara internasional, dan transparansi proses pengujian akan jadi pertimbangan penting dalam persetujuan BPOM."
Dalam beberapa kasus, ia menyebut, hasil pengukuran bisa berbeda antara laboratorium yang berbeda karena perbedaan kondisi kulit subjek, metode pengukuran, dan berbagai faktor lain. "Oleh karena itu, hasil dari berbagai laboratorium dapat memiliki variasi meski mereka mengikuti protokol uji yang sama," katanya.Â
Pun SPF sesuai klaim, pakai tabir surya dalam takaran yang kurang dari rekomendasi juga membuat perlindungan jadi tidak maksimal. "Ini mengakibatkan kulit tidak mendapat perlindungan sesuai yang dijanjikan, sehingga meningkatkan risiko luka bakar matahari, bahkan kanker kulit. Karena itu, sangat penting mengaplikasikan sunscreen sesuai jumlah yang direkomendasikan pada kemasan," paparnya.
Konsultan Medis Klinik Dermalogia itu juga menggarisbawahi pentingnya klaim "PA" atau "broad spectrum" pada sunscreen, yang menunjukkan tingkat perlindungan terhadap sinar UVA. "Jangan hanya terfokus pada angka SPF saja, tapi pastikan Anda menggunakan sunscreen yang memberi perlindungan yang baik terhadap UVA dan UVB," tandasnya.
Advertisement