Liputan6.com, Jakarta - Sesuai aturan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, pada 17 Oktober 2024 mendatang akan diterapkan kewajiban sertifikasi halal untuk tiga jenis produk, salah satunya makanan dan minuman. Dilansir dari laman resmi Kementerian Agama, Jumat, 18 Agustus 2023, untuk mendukung hal tersebut, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) membuka pendaftaran Sertifikasi Halal Gratis (SEHATI) 2023 untuk 1 juta kuota bagi pelaku usaha mikro kecil dan menenngah (UMKM).
Namun minat masyarakat untuk mengurus sertifikasi halal masih kurang. Sejumlah pelaku UMKM seperti penjual jajanan kaki lima enggan mengurus karena produk yang mereka jual sudah banyak diminati. Mereka bahkan mengira tidak ada dampaknya untuk dagangan yang mereka jual.
Baca Juga
Kesadaran pelaku usaha untuk memiliki sertifikat tersebut dinilai masih rendah, meski sudah disosialisasikan. Pengurusan sertifikasi halal saat ini bisa didapatkan secara cuma-cuma. Pemerintah memperpanjang masa pengurusan sertifikasi halal secara gratis. Namun, hal itu bisa saja berubah dan bisa saja berbayar.
Advertisement
Menurut Hafizuddin Ahmad, pengamat wisata halal sekaligus Sekertaris Dewan Pengawas Syariah Majelis Ulama Indonesia (MUI), Indonesia punya persoalan mendasar soal kesadaran untuk memiliki sertifikat halal di tempat makan. Hal itu disebabkan karena faktor budaya dan sosial, karena Indonesia menjadi negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia.
Hal itu menimbulkan persepsi di publik, sertifikasi halal tidak penting karena tak mungkin warga muslim yang membuka restoran menjual makanan haram. Namun bagi Hafizuddin, penting bagi sebuah restoran atau tempat makan punya sertifikat halal, karena para pengunjung muslim akan merasa lebih tenang saat bersantap di tempat makan termasuk warung kaki lima yang punya jaminan halal lebih jelas.
Sertifikat Halal Dianggap Belum Penting?
Dengan begitu, mereka akan merekomendasikan tempat tersebut kepada keluarga, teman maupun wisatawan muslim lainnya. Imbasnya, restoran jadi lebih dikenal dan kemungkinan besar akan didatangi lebih banyak pengunjung. Namun hal itu menrut Hafizuddin masih belum dianggap terlalu penting bagi sebagian pengelola restoran halal di Indonesia.
"Ada juga yang bilang, sertifikat itu lebih penting buat restoran-restoran besar, padahal sebenarnya penting juga buat semua restoran. Para wisman muslim itu justru banyak yang mencari restoran kecil yang anti mainstream, jadi potensnya juga cukup besar," terang Hafizuddin.
Padahal menurut Hafizuddin, kesadaran soal sertifikat halal dapat menjadi bukti dan daya tawar Indonesia di mata wisatawan muslim mancanegara.
Sementara itu, pemilik restoran Chic N' Chiz di kawasan kampus Bina Nusantara (Binus) di Jakarta Barat, Suryanto Wijaya mengakui, sangat penting bagi konsumen unruk mengetahui bahwa restoran miliknya menyajikan makanan halal. Ia pun mencantumkan label halal di tempat usahanya.
Advertisement
Menghidangkan Makanan Halal
Meski begitu, Suryanto mengakui belum memiliki sertifkat halal yang kini dikelola oleh Kemenag setelah sebelumnya dijalankan oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia). "Kalau menurut saya, sertifikat halal memang penting, tapi rasanya lebih penting buat restoran-restoran besar. Kalau bagi kita yang termasuk restoran UMKM, rasanya agak ribet prosesnya," ungkap Suryanto pada Liputan6.com, Jumat, 18 Agustus 2023.
Ia mengakui, terkadang ada yang menanyakan apakah tempat makan miliknya menyajikan makanan halal atau tidak. Ia selalu menerangkan dan meyakinkan para pengunjung bahwa mereka adalah restoran yang menghidangkan makanan halal.
"Kami memang tidak menggunakan bahan alkohol, daging babi dan semua turunannya. Tapi memang belum ada sertifikat resmi dari lembaga yang mengeluarkan sertifikat halal," ujarnya.
Pendapat hampir senada juga dikatakan pakar wisata halal dan Guru Besar Pariwisata Universitas Trisakti, Prof. Azril Azahari. Sertifikasi halal untuk makanan/minuman menurutnya memang sangat penting, Namun untuk pedagang makanan kaki lima atau PKL mungkin agak memberatkan mereka dengan berbagai alasan seperti harus mengeluarkan sejumlah biaya atau mengurusnya terkesan tidak mudah dan berbelit-belit.
Bebas Biaya atau Subsidi Sertifikat Halal
Padahal selain pengurusan sertifikat halal, sertifikat dari BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) juga tak kalah penting. "Kalau untuk industri seperti jaringan restoran tentunya penting untuk memiliki sertifikat BPOM maupun halal terutama bagi yang mengincar pengunjung muslim," jelas Prof Azril pada Liputan6.com, Kamis, 17 Agustus 2023.
Namun penilaian itu berbeda bagi sebagian besar masyarakat kita yang menurut Prof Azril sepertinya lebih permisif pada warung/penjual makanan kaki lima sehingga tidak terlalu mementingkan sertifikat halal.
"Sebenarnya mengurus sertifikat halal itu standar saja dan mudah, hanya mungkin biayanya terasa agak mahal bagi sebagian pedagang makanan pinggir jalan. Jadi sebaiknya sertifikat untuk PKL atau warung makanan kecil bisa dibebaskan atau disubsidi biayanya,” tutur Prof Azril.
"Untuk proses dan biayanya sama saja baik untuk restoran atau pedagang makanan kaki lima. Tapi kalau saya menyarankan, biaya untuk pengusaha kecil atau pedagang kaki lima ini tak usah dipungut biaya atau disubsidi oleh pemerintah atau Pemda setempat di wilayah pedagang berjualan," pungkas Prof Azril.
Advertisement