Sukses

Cerita Kunto Aji dan Komika Jui Porwoto Rasakan Sulitnya Tak Punya Dana Darurat

Bukan hanya masyarakat biasa, penyanyi Kunto Aji ternyata pernah merasakan kesulitan uang saat tanggung bulan. Hal itu terjadi saat ia masih kuliah dan jadi anak kos.

Liputan6.com, Jakarta - Sehat secara keuangan menjadi satu isu di masyarakat yang semakin berkembang. Hal itu lantaran gaya hidup yang terlihat melalui media sosial oleh para influencer sering kali justru menenggelamkan seseorang dalam jeratan hutang. Keinginan berfoya-foya dengan uang yang ada tak jarang menyulitkan orang untuk bertahan hidup kemudian.

Karena itu, penting mengelola keuangan agar tetap tersedia porsi dana darurat. Hal itu dialami pula oleh Kunto Aji. Pelantun lagu Terlalu Lama Sendiri itu mengaku merasakan kesulitan keuangan sejak di tengah bulan.

"Akhir bukan kalo orang Indonesia sudah jadi momok, bahkan ada banyak meme-nya, hari ini makan nasi Padang besok minum obat maag," sebut Kunto Aji saat mengisi acara di Nyala Festival OCBC NISP, Selasa, 22 Agustus 2023.

"Bisa jadi di awal bulan karena boros, uang kiriman orangtua tak cukup hingga menutup bulan. Saya ngerasain (tanggung bulan) dari jadi anak kos, padahal harusnya berhemat di awal bulan," ujar pria asal Yogyakarta itu.

Hal itu juga sangat berkaitan dengan lagu yang ciptaannya berjudul "Akhir Bulan". Lirik lagunya sangat nyata terjadi pada sebagian orang Indonesia zaman sekarang. Bahkan, seolah ada kata-kata yang sering terdapat di meme tentang akhir bulan yang berujung berteman dengan mi instan.  

"Selalu seperti ini berjalan, derita pasca senang senang, aku dan keinginanku di atas kebutuhan," Kunto Aji menyanyikan lirik yang ia ciptakan.

2 dari 4 halaman

Jui Porwoto Menyesal Tak Punya Dana Darurat

Bukan hanya Kunto Aji, ada pula komika Jui Porwoto yang berbagi pengalaman soal kesulitan keuangan. Ia menyebut masa pandemi menjadi waktu tersulitnya. Lantaran biasanya memiliki pemasukan sekitar Rp30 juta per bulan, komedian itu jor-joran menghabiskan uang. Terlebih ia merasakan sedang punya banyak pekerjaan di mana-mana sebagai standup komedian.

Istrinya pun sama, boros dan tidak gampang menyimpan uang. Pandemi pun datang, pekerjaan mereka terhenti dan tiba-tiba pendapatan menjadi nol alias tidak ada sama sekali. "Saya rencananya dikontrak syuting sinetron 200 episode, nilainya ratusan juta tapi nyatanya ketika pandemi pekerjaan batal duitnya tidak ada, sudah boros duluan," ceritanya.

Ia mengaku sebagai salah satu orang yang tidak siap menghadapi pandemi. Padahal, orang yang secara keuangan sehat seharusnya memiliki dana darurat untuk mengatasi hal-hal tak terduga seperti pandemi. Karena itu, pandemi memberikan pelajaran berharga baginya. "Waktu itu rokok sebungkus Rp25 ribu rasanya mahal," sebut Jui.

3 dari 4 halaman

Banyak Orang Indonesia Tak Punya Dana Darurat

Mengutip dari kanal Bisnis Liputan6.com, banyak warga Indonesia tak punya dana cadangan atau dana darurat. Salah satu penyebabnya karena mereka memiliki kebiasaan konsumtif atau membeli barang hanya berdasarkan keinginan dan bukan kebutuhan.  

Peneliti Center of Digital Economy and SME, Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Izzuddin AlFarras Adha memaparkan, data dari Bank Dunia, sebagian besar masyarakat Indonesia tak menyiapkan dana darurat. 

"Ini merupakan sebuah PR bagi Indonesia bagaimana caranya pekerja ini bisa memiliki dana cadangan lebih banyak lagi," ujar Izzudin dalam acara diskusi publik 'Market survey: Earned Wage Access di Indonesia', Jakarta, Selasa, 28 Februaru 2023.

Sedangkan, Senior Financial Consultant PINA Indonesia, Maychelie Vincent Liyanto, menyebut bahwa ada dua faktor pekerja di Indonesia tidak mampu memiliki dana cadangan, terbagi menjadi faktor internal dan eksternal. Dimulai dari faktor internal, Maychelie menilai masyarakat Indonesia termasuk kelas pekerja masih belum cukup disiplin untuk menabung.

4 dari 4 halaman

Tak Punya Kebiasaan Menabung

Banyak pekerja di Indonesia, menurut Maychelie, yang belum memiliki kebiasaan menabung lantaran terbawa budaya konsumtif atau gaya hidup yang cenderung boros. "Hal ini membuat mereka sulit menyisihkan sebagian dari penghasilan mereka untuk ditabung sebagai dana darurat," katanya.

Lalu, pekerja Indonesia tidak memiliki kemampuan dalam mengelola uang seperti membuat anggaran bulanan, memprioritaskan pengeluaran, dan menghindari pengeluaran yang tidak perlu. Selain itu, menurut Maychelie, pekerja Indonesia juga masih belum memiliki target keuangan yang jelas. Padahal menurutnya, adanya target keuangan dapat memotivasi untuk menabung.

"Tanpa target keuangan yang jelas, pekerja akan sulit menentukan tujuan menabung dan dana darurat yang mereka butuhkan. Akibatnya, mereka tidak punya motivasi yang cukup untuk menabung," sebutnya lagi.

Dari sisi eksternal, penyebab mayoritas pekerja di Indonesia tidak memiliki dana cadangan atau dana darurat yakni biaya hidup yang tinggi. Sebagai pekerja di kota besar, Maychelie tidak menampik biaya hidup di kota sangat tinggi jika dibandingkan di desa. Pengeluaran rutin transportasi, biaya sewa tempat tinggal, dan makan, menjadi komponen pengeluaran terbesar pekerja Indonesia.