Sukses

Dipengaruhi Hormon, Wanita Lebih Sulit Tidur Dibandingkan Pria

Tidur berkualitas makin menantang seiring bertambahnya usia. Bagi wanita, situasinya lebih kompleks dibandingkan pria, perihal masalah tidur.

Liputan6.com, Jakarta - Seiring bertambahnya usia, tantangan untuk mendapatkan tidur yang baik dan berkualitas sering dialami banyak orang. Bagi wanita, situasinya bisa semakin kompleks, menurut beberapa penelitian.

Melansir dari CNA pada 22 Juni 2023, berdasarkan survei terbaru dari National Sleep Foundation, wanita cenderung lebih sering mengalami sulit tidur dibandingkan pria. Fiona Baker, Kepala Program Penelitian Tidur Manusia di SRI International, lembaga riset nirlaba di Menlo Park, California, menyatakan bahwa masalah tidur ini bisa dimulai sejak pubertas dan berlanjut ke usia dewasa.

Beragam faktor dapat menjadi penyebab, seperti kondisi biologis, psikologis, hingga sosial. Namun, ada langkah-langkah yang bisa diambil untuk mengatasi masalah ini.

Selama fase reproduksi, Dr. Baker menyebutkan bahwa fluktuasi hormonal selama siklus menstruasi bisa mempengaruhi mood, misalnya kecemasan dan depresi, serta gejala fisik seperti kram dan ketidaknyamanan pada payudara, yang semua bisa menghambat kualitas tidur.

Selain itu, gejala seperti mual, kebutuhan buang air kecil yang meningkat, kegelisahan, dan rasa tidak nyaman bergantung pada fase kehamilan yang dapat menyebabkan gangguan tidur, menurut Shelby Harris, seorang profesor di bidang neurologi dan psikologi di Albert Einstein College of Medicine di Bronx. Masalah ini khususnya sering terjadi di trimester pertama dan ketiga. 

Tentu saja, masalah sulit tidur muncul saat merawat bayi yang baru lahir, sebagaimana dijelaskan oleh Dr. Harris. Kesulitan ini bisa bertahan bahkan setelah bayi mulai tidur lelap sepanjang malam.

2 dari 4 halaman

Semuanya Berkaitan dengan Hormon

"Terkadang, seolah-olah otak perempuan terbiasa untuk selalu mendengarkan isakan bayi, yang bisa menimbulkan respons berlebihan dan menghambat kualitas tidur," kata Dr. Harris.

Pada masa menjelang menopause dan setelahnya, hormon kembali menjadi perhatian utama. Menurut Dr. Baker, hingga 80 persen wanita mengalami hot flashes (anggota tubuh memanas) saat memasuki perimenopause (kurang lebih empat tahun sebelum menopause) dan gejala ini bisa berlangsung hingga tujuh tahun sesudahnya. Namun, bagi sekitar 20 persen wanita, hot flashes ini sering muncul dengan intensitas tinggi sehingga mengganggu tidur.

Pasca-menopause, wanita berisiko lebih besar mengalami apnea tidur obstruktif. Kondisi ini terjadi ketika otot saluran pernapasan menjadi rileks dan mengganggu proses pernapasan, sehingga menyebabkan penderita sering terbangun di tengah malam.

"Semua ini berkaitan dengan hormon. Penambahan berat badan yang terkait dengan menopause dan proses penuaan juga dapat meningkatkan risiko terjadinya sleep apnea, seiring dengan perubahan otot karena usia dan pergeseran distribusi berat badan," ujar Dr. Baker.

 

3 dari 4 halaman

Bagaimana Solusi Atasi Sulit Tidur?

Wanita juga lebih rentan mengalami gangguan kesehatan mental seperti kecemasan dan depresi, yang dapat mempengaruhi kualitas tidur. Survei Gallup yang dirilis pada Mei 2023 menunjukkan bahwa jumlah wanita yang mengalami atau sedang dalam perawatan depresi mencapai dua kali lipat dibandingkan pria.

Selain itu, Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS mengindikasikan bahwa wanita dua kali lebih rentan didiagnosis dengan gangguan kecemasan sepanjang hidup mereka dibandingkan dengan pria.

Dr. Harris mengatakan bahwa solusi yang efektif sudah ada. Sebagai metode utama, Terapi Perilaku Kognitif untuk Insomnia (CBT-I) dianjurkan. Menurutnya, pendekatan ini telah teruji dalam meningkatkan kualitas tidur dan mengatasi gejala depresi dengan mengaplikasikan berbagai teknik, seperti mengenali dan mengatasi pola pikir yang negatif, meningkatkan kesadaran, memonitor pola tidur, serta menyesuaikan rutinitas tidur.

Dr. Baker menambahkan, terapi penggantian hormon yang bertujuan menambah hormon yang berkurang saat menopause, diakui efektif untuk mengatasi hot flashes. Namun, dia menekankan pentingnya mengonsumsi dosis minimum dalam periode yang sesingkat mungkin karena adanya potensi risiko.

Penting untuk diakui bahwa variasi dalam pola tidur adalah hal biasa dan bisa berbeda antar individu. Tidak setiap kali terbangun di malam hari menandakan ada masalah. "Semua orang pasti pernah terbangun saat tidur," kata Dr. Harris. "Namun, hanya beberapa yang benar-benar menyadarinya."

 

4 dari 4 halaman

Mengenali Pola Tidur Diri Sendiri

Jika Anda terbangun beberapa kali di malam hari tetapi bisa kembali tertidur dalam waktu singkat, itu bukan masalah besar. Namun, jika Anda mengalami kesulitan tidur atau merasa tidak segar setelah tidur, sebaiknya cari bantuan.

Dr. Harris menyebutkan bahwa Society of Behavioral Sleep Medicine memiliki daftar spesialis CBT-I yang terlatih. Sementara itu, North American Menopause Society menyediakan database praktisi kesehatan yang spesialis dalam menangani masalah perimenopause.

Jika Anda curiga mengidap apnea tidur, sebaiknya konsultasi dengan spesialis tidur. Terlebih lagi, Dr. Harris menegaskan pentingnya untuk berkonsultasi jika Anda merasa ada masalah dengan tidur Anda.

Mengutip kanal Hot Liputan6.com pada 21 Agustus 2023, penanganan terhadap gangguan tidur yakni sleep apnea adalah sebagai berikut:

  • Perubahan gaya hidup seperti penurunan berat badan, perubahan posisi tidur, menghindari alkohol dan pil tidur, berhenti merokok, dan menghindari tidur dengan posisi terlentang.
  • Terapi CPAP (Continuous Positive Airway Pressure), yaitu pemberian aliran udara ke hidung secara terus-menerus sehingga saluran napas tetap terbuka agar napas berlangsung lancar.
  • Pemasangan perangkat sleep apnea dan gigi, dilakukan untuk membuat saluran napas tetap terbuka saat tidur.
  • Pembedahan, dilakukan untuk deviasi septum, tonsil yang membesar, atau rahang bawah yang kecil.
Video Terkini