Liputan6.com, Jakarta - Beda ramuan jamu, beda pula tanaman obat yang dipakai untuk membuatnya. Nenek moyang masyarakat Indonesia telah memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan yang tumbuh secara alami di lingkungan tempat tinggal mereka untuk menjaga kesehatan dan mengobati penyakit melalui konsumsi jamu.
"Mereka percaya, Tuhan menciptakan khasiat penyembuhan alami pada tumbuhan," catat ulasan bertajuk "At The Root of It All" oleh Indonesia Gastronomy Network dan ACARAKI, dikutip dari Google Arts and Culture, Jumat, 1 September 2023.
Baca Juga
Karenanya, jamu Indonesia merupakan tradisi turun-temurun, dan dinilai berdasarkan pengalaman yang membuktikannya bermanfaat dalam menjaga kesehatan dan sebagai obat penyembuh (Gardjito, 2019). Namun, keberadaan jamu tidak lepas dari filosofi masyarakat Jawa yang memandang penyakit berdasarkan rasa sakit fisik dan non-fisik.
Advertisement
Dalam Serat Centhini (1814) dan Serat Kawruh Bab Jampi-jampi Jawi (1831), pihaknya merangkum, terungkap bahwa selain berbagai jenis tanaman yang digunakan untuk pembuatan jamu, para pembuat jamu juga mendoakan ramuan tersebut dengan doa-doa dari ayat suci Al-Qur'an untuk melengkapi penyembuhan non-fisik.
Doa juga dibaca sebelum jamu dikonsumsi. Pun untuk pengobatan luar, seperti pilis dan tapel, yang mana keduanya merupakan jenis kompres tubuh herbal.
Hal ini menjelaskan bahwa jamu bukan sekedar jadi cara mengobati dan menjaga kesehatan, namun juga jadi produk budaya Jawa maupun Indonesia secara keseluruhan, kendati praktik tradisinya bisa saja berbeda antara satu wilayah dengan yang lain.
Warisan Kekayaan Intelektual
Disebut bahwa jamu tidak bisa dibandingkan dengan pengobatan medis lain yang memerlukan prasyarat, seperti uji klinis untuk mendapatkan legalitas dalam perdagangan. Jamu merupakan hasil sejarah peradaban yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan budaya Jawa (Suprana, 2013).
"Pemahaman akan kedudukan tersebut penting agar jamu memiliki kemandirian sebagai kekayaan intelektual bangsa Indonesia yang telah bermanfaat bagi kesehatan dan telah terbukti (khasiatnya) sepanjang sejarah peradaban Jawa, secara turun-temurun," tandas pihaknya.
Seperti minuman warisan pada umumnya, jamu juga punya catatan cara pembuatan secara tradisional. Lebih dari sekadar itu, praktik pembuatan jamu tradisional bahkan disebut sebagai salah satu seni penyembuhan.
Melansir ulasan oleh Indonesia Gastronomy Network, yang bekerja sama dengan ACARAKI, dikutip dari Google Arts and Culture, 29 Agustus 2023, catatannya temuat dalam Serat Centhini. Itu adalah kumpulan cerita dan ajaran Jawa sebanyak dua belas jilid, ditulis dalam bentuk syair dan diterbitkan pada 1814.
Buku ini jadi rujukan utama berbagai aspek filsafat dalam kebudayaan Jawa. Ulasan jamu dalam Serat Centhini Jilid III kaca 321-330 memuat sekitar 45 jenis tanaman obat untuk meramu 85 jenis jamu untuk mengobati sekitar 30 jenis penyakit (Sukenti, 2002).
Advertisement
Seni Penyembuhan Melalui Jamu
Di sana, terdapat 922 resep untuk meramu jamu dan 244 resep berupa jimat, gambar, doa, dan mantra sebagai tambahan kekuatan penyembuhan (Sutarjadi, dkk., 2012). Adapun dalam Serat Kawruh bab Jampi-Jampi Jawi yang ditulis pada masa Sunan Paku Buwono V tahun 1833, terdapat sekitar 1.166 resep jamu.
Banyaknya resep pengobatan tersebut menjelaskan bahwa saat itu, masyarakat Jawa sudah mempunyai ilmu "linuwih" atau ahli dalam seni penyembuhan. Sebelum dihaluskan, beberapa bahan ramuan jamu perlu melalui proses pengurangan kadar air yang disebut dengan pemanggangan, yaitu teknik menggoreng tanpa minyak, mirip dengan sangrai.
Pemanggangan juga dilakukan untuk memperpanjang umur simpan herba yang dihaluskan sehingga dapat diseduh kapan saja (Garjito, 2019). Alat panggangnya biasanya terbuat dari tanah liat, menggunakan kayu bakar atau arang. Kemampuan masyarakat Jawa memahami berbagai jenis penyakit juga luar biasa.
Masyarakat Jawa mengelompokkan penyakit berdasarkan keluhan individu dengan memberi nama berbeda-beda, seperti busung, ising-isingen, kemaden, kembung, kolera(h), krumanen, mejen, sudhuken, padharan, toyan, wawratan (diare), dan gencok untuk mengetahui bahan pasti apa yang dibutuhkan untuk penyembuhan.
Ramuan Jamu Sesuai Kebutuhan
Pengetahuan orang Jawa tidak kalah dengan pengetahuan kedokteran modern, sebut mereka. Misalnya, dalam meramu jamu untuk mengatasi masalah diare pada ibu menyusui berbeda dengan orang dewasa pada umumnya, berbeda pula pada anak-anak dan orang lanjut usia.
Sebagai catatan. meramu jamu untuk anak-anak dan lansia cenderung serupa. Orang lanjut usia lebih rentan terserang penyakit karena daya tahan tubuh sudah mulai menurun. Anak-anak juga, karena kekebalan tubuhnya belum terbentuk sempurna, mereka pun rentan terserang penyakit.
Hal ini menjelaskan bahwa masyarakat Jawa pada masa itu sudah memahami perbedaan fisiologis, termasuk psikologi setiap orang pada usia tertentu yang akan memengaruhi kesehatan, sehingga komposisi dalam meracik jamu juga berbeda.
Pemahaman pengetahuan ini sejalan dengan praktik yang banyak dikampanyekan komunitas global, seperti American Holistic Medical Association, yakni proses penyembuhan alami melalui non-invasif; tidak ada pendekatan kimia, pengobatan yang berpusat pada manusia dan lingkungan yang ramah.
Â
Disclaimer: Jamu adalah ramuan tradional berbahan alami yang bisa membantu kesehatan tubuh. Bila ada keluhan kesehatan, sebaiknya dikonsultasikan kepada dokter.
Advertisement