Liputan6.com, Jakarta - Sebuah penelitian menyebutkan bahwa bersyukur bermanfaat bagi kondisi mental dan fisik seseorang. Dilansir dari laman Chanel News Asia, Senin, 4 September 2023, seorang wanita bernama Stacy Batten, asal Amerika Serikat, menceritakan tentang jalan hidupnya yang tak mudah.
Ia mengatakan bahwa 'sepanjang tahunnya penuh dengan api'. Pada 2022, suaminya meninggal karena kanker dan ayahnya meninggal setelah lama berjuang melawan penyakit Parkinson. Ibunya juga didiagnosis menderita kanker sehingga dia harus berpindah tempat tinggal dari Seattle ke Fairfield County, dan Connecticut, setelah menjual rumah yang ditinggali selama 26 tahun.
Baca Juga
Di tengah masalah yang terus datang, dia menyadari bahwa merasa lebih baik ketika mencari hal-hal baik dari kehidupannya setiap hari. Ia lalu mengambil sebuah stoples berukuran besar dan mengubahnya menjadi “stoples syukur”, yang sekarang disimpan di meja samping tempat tidurnya.
Advertisement
Setiap malam, dia menuliskan beberapa hal yang disyukuri pada secarik kertas dan memasukkannya ke dalam stoples tersebut. Seringkali kalimatnya sesederhana 'Saya bertemu tetangga baru' atau 'Saya jalan-jalan dengan anjing dan ibu saya'.
Ia mengatakan bahwa kesedihannya masih ada. "Tetapi, menulis catatan harian itu telah membantu," kata Batten.
Dua dekade lalu, sebuah penelitian penting yang dipimpin oleh psikolog Robert A Emmons berusaha memahami bagaimana orang mendapatkan manfaat dari rasa syukur, sebuah pertanyaan yang jarang dieksplorasi oleh para ilmuwan hingga saat itu. Temuan Dr Emmons yang menyimpulkan bahwa rasa syukur dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis, menginspirasi serangkaian penelitian tambahan.
Penelitian tentang Rasa Syukur
Sampai saat ini, banyak penelitian menemukan bahwa rasa syukur dan 'menghitung berkah' yang kita miliki, serta mengungkapkan rasa terima kasih kepada orang lain dapat berdampak positif pada kesehatan emosional kita serta pada hubungan interpersonal dan romantis.
Banyak penelitian yang meminta peserta untuk menulis surat ucapan terima kasih, atau membuat daftar hal-hal positif dalam hidup mereka, dan kemudian mengukur dampak dari tindakan tersebut. Hasilnya menunjukkan bahwa melakukan jenis aktivitas ini bermanfaat kesehatan mental, dan mengurangi gejala depresi dan kecemasan, meningkatkan harga diri, dan meningkatkan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari.
Namun, beberapa penelitian mencatat bahwa intervensi rasa syukur belum tentu lebih efektif dibandingkan aktivitas lain untuk meningkatkan kebahagiaan, seperti contohnya menulis tentang detail hari yang dilalui. Meski begitu, hal ini tidak membuat kegiatan bersyukur menjadi kurang bermanfaat, kata para ahli.
"Rasa syukur telah dikaitkan dengan tekanan darah yang lebih rendah dan tingkat variabilitas detak jantung yang lebih tinggi, yang merupakan penanda kesejahteraan," kata seorang ahli.
Advertisement
Berefek Pula ke Sekitar
Sara Algoe, psikolog di University of North Carolina di Chapel Hill, menyatakan bahwa berbagai penelitian menunjukkan bahwa mengungkapkan rasa terima kasih kepada kenalan, rekan kerja, teman, atau pasangan dapat memberikan 'dorongan' dalam suatu hubungan dan 'membantu mengikat kita lebih erat'.
Para peneliti juga menemukan bahwa mereka yang lebih banyak bersyukur dalam kehidupan sehari-hari, memiliki tingkat depresi yang lebih rendah dan tidur yang lebih nyenyak. Rasa syukur itu tidak hanya berdampak kepada “si pemberi” dan “penerima”, namun juga baik bagi mereka yang menyaksikannya.
Penelitian tersebut menyebutkan bahwa, menyaksikan tindakan syukur antara dua orang dapat menyebabkan orang yang melihatnya merasakan lebih banyak kehangatan dan kedekatan terhadap mereka berdua. "Yang membuat saya terkesan adalah hasil yang objektif dan dapat diverifikasi secara biologis, yang melampaui pengukuran yang dilaporkan sendiri," kata Dr Emmons.
Studi tentang rasa syukur tersebut tidak menunjukkan seberapa sering kita harus mengungkapkan rasa syukur, atau cara terbaik untuk mempraktikkannya. Namun, banyak ahli yang percaya bahwa rasa syukur dalam jumlah yang kecil, sekali setiap harinya, adalah hal yang ideal.
"Saya pikir manfaat dari kegiatan bersyukur benar-benar terungkap melalui kebiasaan jangka panjang," kata Joel Wong, seorang profesor psikologi konseling di Fakultas Pendidikan Universitas Indiana, yang sedang mempelajari tentang keterkaitan rasa syukur dengan depresi.
Mensyukuri Hal yang Spesifik
Untuk mengembangkan kebiasaan bersyukur yang bertahan lama, cobalah menghubungkan praktik syukur Anda dengan rutinitas yang sudah mendarah daging, kata Dr Wong. Dia memilih untuk memikirkan apa yang dia syukuri di pagi hari.
"Saya coba melakukannya saat pertama kali menyalakan komputer di tempat kerja," ujarnya. Para peneliti tersebut menemukan bahwa mereka yang lebih sering bersyukur dalam kehidupan sehari-hari memiliki tingkat depresi yang lebih rendah dan tidur yang lebih nyenyak.
Dr. Wong menyatakan bersyukur tentang hal yang lebih spesifik adalah hal yang penting karena hal itu memperdalam pengalaman kita dalam bersyukur. "Ini memperkuat emosi dan pikiran bersyukur kita."
Ia juga menyarankan untuk menuliskan ungkapan syukur di kertas. "Tindakan menulis memperlambat proses berpikir kita dan memungkinkan kita untuk merenung dengan lebih hati-hati," kata Dr Wong.
Dia menambahkan, "Dengan menulis, kita menyimpan catatan permanen tentang berkah yang kita peroleh, kita dapat melihat kembali ke jurnal rasa syukur kita berbulan-bulan atau bertahun-tahun yang lalu, dan kemudian mengingat apa yang kita syukuri."
Advertisement