Sukses

Prancis Sahkan Larangan Penggunaan Abaya di Sekolah, Komunitas Muslim Khawatir Diskriminasi Meningkat

Pengadilan administratif tertinggi Perancis telah mengesahkan larangan pemakaian abaya yang dikenal sebagai pakaian tradisional perempuan Muslim di sekolah.

Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan administratif tertinggi Prancis telah mengesahkan larangan pemakaian abaya di sekolah. Abaya dikenal sebagai pakaian tradisional perempuan Muslim. Putusan itu menurut pemerintahan Presiden Emmanuel Macron tidak mendiskriminasi umat Islam.

Mengutip dari AFP, Jumat (8/9/2023), Dewan Negara, pengadilan tertinggi di Prancis yang menangani pengaduan terhadap otoritas pemerintah, mengatakan pihaknya menolak mosi yang diajukan oleh sebuah asosiasi yang menentang larangan penggunaan abaya di sekolah. Pemerintah Prancis mengatakan bahwa pelarangan dilakukan karena hal itu melanggar aturan sekularisme dalam pendidikan.

Aturan larangan menggunakan abaya disebut sama halnya dengan larangan mengenakan jilbab dengan alasan bahwa itu merupakan bentuk afiliasi agama. Sebelumnya, asosiasi yang mewakili umat Islam mengajukan mosi ke Dewan Negara, pengadilan tertinggi Prancis berpendapat bahwa larangan tersebut bersifat diskriminatif dan dapat memicu kebencian terhadap umat Islam, serta profil rasial.

Dewan Negara kemudian memeriksa mosi tersebut. Ini diajukan oleh Aksi untuk Hak-Hak Umat Islam (ADM), sejak Selasa dan memutuskan untuk mempertahankan larangan tersebut pada Kamis, 7 September 2023.

Dewan Kepercayaan Muslim Prancis (CFCM), yang dibentuk untuk mewakili umat Islam di hadapan pemerintah, memperingatkan bahwa pelarangan abaya dapat menciptakan "risiko diskriminasi yang meningkat". Pihaknya sedang mempertimbangkan untuk mengajukan keluhan mereka sendiri ke Dewan Negara. 

Pengacara ADM, Vincent Brengarth, berpendapat selama persidangan bahwa abaya harus dianggap sebagai pakaian tradisional, bukan pakaian keagamaan. Dia juga menuduh pemerintah mencari keuntungan politik dengan larangan tersebut.

2 dari 4 halaman

Siswi Dipulangkan

Presiden ADM Sihem Zine mengatakan peraturan itu "sexist" karena hanya mengutamakan anak perempuan dan menargetkan orang Arab. Namun Kementerian Pendidikan mengatakan abaya membuat pemakainya langsung dikenali sebagai penganut agama Islam.

Sekolah-sekolah di Prancis memulangkan banyak siswi karena menolak melepas abaya mereka, pakaian yang menutupi bahu hingga ujung kaki di hari pertama tahun ajaran pada Senin, 4 September 2023. Hampir 300 siswi menentang larangan tersebut, kata Menteri Pendidikan Gabriel Attal.

Sebagian besar setuju untuk berganti pakaian, tetapi 67 orang menolak dan dipulangkan, katanya. Sekitar 10 persen dari 67 juta penduduk Perancis adalah Muslim, menurut perkiraan resmi.

Sebagian besar berasal dari negara-negara Afrika utara, Aljazair, Maroko, dan Tunisia, yang merupakan koloni Perancis hingga paruh kedua abad ke-20. Berdasarkan instruksi yang ditetapkan oleh kementerian, setiap kasus harus diikuti dengan periode dialog, termasuk dengan staf sekolah. 

Dialog lebih lanjut dengan pihak keluarga kini akan dilakukan. Jika gagal, para siswi yang menolak patuh akan dikeluarkan dari sekolah.   

 

3 dari 4 halaman

Picu Perpecahan Politik

Mengutip kanal Global Liputan6.com, dibandingkan dengan 12 juta anak sekolah yang mulai bersekolah, pemerintah yakin angka tersebut menunjukkan bahwa larangan abaya telah diterima secara luas. Adapun, gugatan hukum yang diajukan oleh kelompok yang mewakili beberapa umat Islam akan diajukan ke pengadilan. 

Prancis melarang keras simbol-simbol keagamaan di sekolah-sekolah negeri dan gedung-gedung pemerintah, dengan alasan hal itu melanggar hukum sekuler. Pemakaian jilbab sendiri telah dilarang sejak 2004 di sekolah-sekolah negeri.

Sementara larangan abaya diterapkan setelah berbulan-bulan perdebatan mengenai penggunaan abaya di sekolah-sekolah Prancis. Abaya dilaporkan semakin banyak dikenakan di sekolah-sekolah, sehingga menyebabkan perpecahan politik.

Partai-partai sayap kanan mendorong pelarangan tersebut, sementara partai-partai sayap kiri menyuarakan keprihatinan terhadap hak-hak perempuan dan anak perempuan muslim. Pada 2010, Prancis melarang penggunaan cadar di depan umum, hingga memicu kemarahan komunitas muslim Prancis yang berjumlah lima juta orang.

Prancis telah memberlakukan larangan ketat terhadap simbol-simbol keagamaan di sekolah sejak Abad ke-19, termasuk simbol-simbol Kristen seperti salib besar, dalam upaya untuk mengekang pengaruh Katolik terhadap pendidikan publik.

4 dari 4 halaman

Simbol Agama Dilarang di Prancis

Merefleksikan perubahan populasinya, Prancis telah memperbarui undang-undangnya selama bertahun-tahun dengan memasukkan jilbab dan kippa atau topi khas Yahudi, sementara abaya belum dilarang secara langsung hingga aturan resminya dikeluarkan pekan lalu.

Presiden Prancis itu pada Jumat minggu lalu melakukan kunjungan ke sebuah sekolah menengah atas di Orange. Di kota di Prancis selatan itulah, ia mengeluarkan pernyataan soal larangan mengenakan abaya dan gamis di lingkungan sekolah.

Pernyataan Macron itu merupakan dukungan bagi sikap Menteri Pendidikan Gabriel Attal, dengan mengatakan, "Kami tidak akan berkompromi soal topik ini. Kami akan ambil tindakan, bukan sekedar kata-kata."

Presiden Prancis mengatakan petugas khusus akan mendukung kepada para kepala sekolah di sekolah-sekolah yang sensitif, serta akan menggelar dialog dengan para murid beserta keluarga mereka. Menteri Attal telah mengumumkan tahun ajaran baru dimulai, murid-murid yang mengenakan baju kurung tradisional tidak diperbolehkan masuk kelas.

Video Terkini