Liputan6.com, Jakarta - Sekitar enam miliar ton pasir dan sedimen lainnya diambil dari laut dan samudera di dunia setiap tahunnya, menurut data PBB. Ketidakseimbangan ini berdampak buruk terhadap keanekaragaman hayati dan masyarakat pesisir.
Meluncurkan platform data global pertama mengenai ekstraksi sedimen di lingkungan laut, Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) memperingatkan bahwa skala pengerukan pasir laut semakin meningkat, dengan konsekuensi yang mengerikan.
"Skala dampak lingkungan dari aktivitas penambangan dan pengerukan laut dangkal sangat mengkhawatirkan," kata Pascal Peduzzi, yang mengepalai pusat analisis GRID-Jenewa UNEP, dikutip dari laman Japan Today, Rabu (13/9/2023).Â
Advertisement
Dia menerangkan dampaknya terhadap ekosistem laut dan keanekaragaman hayati, kekeruhan air, dan dampak kebisingan terhadap mamalia laut. Platform data baru, Marine Sand Watch, menggunakan kecerdasan buatan untuk melacak dan memantau aktivitas pengerukan pasir, tanah liat, lanau, kerikil, dan batu di lingkungan laut dunia.
Ia menggunakan apa yang disebut sinyal Sistem Identifikasi Otomatis (AIS) untuk kapal yang dikombinasikan dengan AI untuk mengidentifikasi operasi kapal pengerukan. Teknologi ini juga menganalisis titik panas, seperti Laut Utara dan pantai timur Amerika Serikat.
"Sinyal yang dipancarkan oleh kapal memungkinkan akses terhadap pergerakan setiap kapal di planet ini," kata Peduzzi kepada AFP, seraya menambahkan bahwa AI memungkinkan untuk menganalisis tumpukan data yang dikumpulkan.Â
Proses tersebut masih dalam tahap awal dan sejauh ini baru sekitar 50 persen kapal yang diawasi. Namun, platform tersebut memperkirakan bahwa dari sekitar 50 miliar ton pasir dan kerikil yang digunakan umat manusia setiap tahunnya, antara empat hingga delapan miliar ton berasal dari samudra dan lautan di dunia.Â
Pasir Digunakan untuk Konstruksi
"Ini mewakili rata-rata enam miliar ton setiap tahunnya, atau setara dengan lebih dari satu juta truk sampah setiap hari," kata Peduzzi.
Dia menunjukkan bahwa seluruh masyarakat kita bergantung pada pasir sebagai bahan konstruksi. Biasanya digunakan untuk membuat segala sesuatu mulai dari sekolah, rumah sakit, jalan raya hingga pembangkit listrik tenaga air, panel surya dan kaca.
Pada saat yang sama, pasir memainkan peran lingkungan yang penting, termasuk untuk melindungi masyarakat pesisir dari kenaikan permukaan laut. PBB menargetkan untuk mempublikasikan angka-angka pada 2020--2023 pada akhir tahun ini.
Menurut Peduzzi, sudah jelas bahwa kegiatan-kegiatan ini tidak melambat, bahkan menjadi sangat besar. Ia memperingatkan bahwa dunia sedang mendekati tingkat pengisian alami, yaitu 10-16 miliar ton sedimen terbawa ke lautan dunia setiap tahunnya.
Meskipun titik kritisnya belum tercapai di tingkat global, ia memperingatkan saat konferensi pers bahwa di beberapa daerah, "Kita mengekstraksinya lebih cepat daripada kemampuan untuk memulihkannya sendiri. Hal ini tidak berkelanjutan."Â
Advertisement
Pengerukan Laut Paling Intensif
Laut Utara, Asia Tenggara, dan Pantai Timur Amerika Serikat termasuk wilayah dengan pengerukan laut paling intensif. Tiongkok, diikuti oleh Belanda, Amerika Serikat, dan Belgia memiliki armada pengerukan terbesar, kata Arnaud Vander Velpen, pakar industri pasir GRID-Jenewa, kepada wartawan.
Peduzzi menggambarkan wadah ekstraksi sebagai penyedot debu raksasa, membersihkan dasar laut, dan "mensterilkannya", memperingatkan bahwa hal ini menyebabkan hilangnya mikro-organisme lautan dan mengancam keanekaragaman hayati.
Selain menyajikan angka-angkanya, PBB juga berharap platform baru ini dapat mendorong diskusi dengan sektor ini, mendorong dunia usaha untuk bergerak ke arah yang lebih ramah lingkungan dan meningkatkan praktik ekstraksi mereka. UNEP mengatakan ada kebutuhan mendesak untuk pengelolaan sumber daya pasir laut yang lebih baik dan mengurangi dampak penambangan di laut dangkal.
Laporan ini menunjukkan adanya variasi praktik dan peraturan yang sangat berbeda sehingga mendesak adanya peraturan internasional mengenai teknik pengerukan. Laporan ini juga merekomendasikan pelarangan pengambilan pasir dari pantai karena pentingnya peran pantai terhadap ketahanan pantai, lingkungan hidup, dan perekonomian.
Aturan Sedimentasi di Laut
Mengutip kanal Bisnis Liputan6.com, Rabu (13/9/2023), Presiden Joko Widodo atau Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2023 mengenai Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Salah satu isi dari aturan ini yakni memperbolehkan ekspor pasir laut.
Isu ekspor pasir laut ini sontak menyita perhatian masyarakat, ekspor pasir laut dinilai membahayakan lingkungan laut. Sementara, dibuatnya aturan ini ditujukan perlindungan dan pelestarian lingkungan laut serta agar mendukung keterpeliharaan daya dukung ekosistem pesisir dan laut, sehingga meningkatkan kesehatan laut.
Lantas apa itu sedimentasi laut? Lalu apakah benar pengelolaan hasil sedimentasi laut dari eksplorasi berdampak negatif bagi laut Indonesia? Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau Rifardi, menjelaskan, perlu agar memahami perbedaan antara sedimentasi dan sedimen.
Apabila mengacu pada PP yang sudah ada, maka sedimentasi adalah proses mulai dari terlepasnya partikel sedimen dari asalnya, sampai sedimentasi itu diendapkan barulah namanya sedimentasi.
"Setelah partikel-partikel itu diendapkan itulah yang namanya sedimen, bisa berupa kerikil, pasir, lumpur, tergantung partikel apa dari sumbernya. Konsen kita sehubungan dengan PP 26 ini adalah wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil," kata Rifardi dalam diskusi Iskindo: Ada Apa Dengan Sedimentasi di Laut?, Sabtu, 10 Juni 2023.
Advertisement