Liputan6.com, Jakarta - Para arkeolog yang berasal dari Universitas Flinders menemukan sebuah gambar langka yang mewakili perahu-perahu dari Maluku, Indonesia. Gambar tersebut ditemukan dalam sebuah karya seni cadas di Gunung Awunbarna, Australia. Temuan ini bisa menjadi salah satu bukti arkeologi pertama yang menunjukkan adanya kunjungan dari wilayah Asia Tenggara, khususnya dari tempat-tempat selain Makassar di Sulawesi Selatan.
Melansir Ancient Pages pada 31 Mei 2023, seni cadas tersebut bukan sekadar lukisan biasa, melainkan sebuah bukti historis yang mengungkap pertemuan yang sebelumnya belum pernah dicatat dan sulit untuk diinterpretasi. Pertemuan ini terjadi antara masyarakat adat Awunbarna di Arnhem Land dengan para pengunjung yang berasal dari Maluku, sebuah wilayah di utara Australia.
Yang menarik dari seni cadas ini adalah dua gambar perahu yang digambarkan di dalamnya. Dari segi desain dan motif, perahu-perahu tersebut memiliki kesamaan dengan perahu-perahu khas Asia Tenggara yang berasal dari Maluku. Hal ini berbeda dengan perahu Makassan atau perahu-perahu Barat yang biasa ditemukan di lokasi-lokasi kontak lain di wilayah utara Australia. Detil yang ditampilkan dalam gambar tersebut memadai untuk memverifikasi dan mengonfirmasi identitas perahu-perahu ini.
Advertisement
Selain dari bentuk fisik perahu, ada fitur-fitur khas yang membedakannya, termasuk bendera berbentuk segitiga, panji-panji, dan juga hiasan pada bagian haluan perahu yang menunjukkan status pertahanan atau bela diri mereka. Saat disandingkan dengan data historis mengenai perahu-perahu dari Asia Tenggara, terutama yang berasal dari wilayah Maluku Tenggara, ada kemungkinan besar bahwa perahu-perahu dalam gambar tersebut memang berasal dari wilayah tersebut.
Kemungkinan Interaksi Antar-Suku
Penggambaran perahu-perahu Maluku dalam seni cadas yang ditemukan di Awunbarna menimbulkan spekulasi menarik, yakni orang-orang Aborigin mungkin telah bertemu dengan perahu-perahu semacam itu saat melakukan perjalanan ke utara. Dengan asumsi bahwa mereka kemudian memutuskan untuk melukis pengalaman tersebut dalam bentuk seni cadas setelah kembali ke tempat tinggal mereka, ini menunjukkan adanya interaksi atau setidaknya kesadaran akan kehadiran perahu-perahu tersebut.
Hasil penelitian yang diungkapkan dalam jurnal History Archaeology menunjukkan bahwa detail dan teknik penggambaran perahu dalam seni cadas tersebut menunjukkan pengetahuan yang mendalam. Hal ini menunjukkan bahwa orang-orang Aborigin mungkin telah menghabiskan waktu yang cukup lama mengamati perahu-perahu ini dari dekat, atau bahkan memiliki pengalaman langsung berada di dalam perahu semacam itu.
Perahu-perahu Maluku, yang seringkali dikenal sebagai "kerajinan tempur", dikaitkan dengan berbagai kegiatan seperti perdagangan, penangkapan ikan, eksploitasi sumber daya, dan bahkan perburuan kepala atau perbudakan. Kehadiran perahu-perahu semacam itu mungkin menandakan adanya potensi konflik atau kekuasaan, yang bisa bersifat fisik atau setidaknya sebagai simbol dari kekuatan dan dominasi.
Namun, detail spesifik mengenai bagaimana dan kapan pertemuan antara seniman Aborigin di Amburbarna dan perahu-perahu Maluku terjadi masih belum terungkap sepenuhnya. Para peneliti menyatakan bahwa untuk memahami konteks yang lebih luas dari interaksi ini, diperlukan penelitian lebih mendalam.
Advertisement
Sering Berlayar ke Pantai Utara Australia
Arkeolog maritim dari Universitas Flinders, Dr. Mick de Ruyter, menyatakan bahwa penemuan perahu-perahu air khas Maluku ini menunjukkan adanya interaksi yang belum jelas antara masyarakat Aborigin di Australia Utara dengan penduduk kepulauan Asia Tenggara. Namun, detail pertemuan tersebut masih penuh misteri.
"Gambaran ini menegaskan dugaan bahwa kunjungan-kunjungan tidak sengaja atau jarang dari Indonesia ke pantai Australia terjadi sebelum atau bersamaan dengan ekspedisi rutin menangkap teripang," ujar Ruyter.
Rekan penulis dan juga arkeolog maritim Universitas Flinders, Associate Professor Wendy van Duivenvoorde, menuturkan bahwa pada pertengahan abad ke-17, penjelajah dari Belanda yang berada di Maluku mencatat bahwa orang-orang dari pulau-pulau tersebut kerap berlayar ke pantai utara Australia.
"Pengeksplorasi Belanda mencatat kesepakatan dengan pemimpin lokal di Maluku Tenggara mengenai barang-barang seperti cangkang penyu dan teripang, yang kemungkinan diperoleh selama kunjungan mereka ke Australia. Orang-orang Maluku Tenggara juga dikenal sebagai perampok dan pejuang handal, yang aktivitasnya merambah hingga ujung timur nusantara."
Duivenvoorde mengungkapkan, apapun alasan di balik penggambaran perahu-perahu ini, keberadaannya membuktikan keragaman etnis pelaut dari Kepulauan Asia Tenggara yang dikenali oleh seniman dari Arnhem Land. Hal ini juga menyoroti kesalahan dalam menggunakan label 'Macassan' untuk menggambarkan semua perahu non-Eropa.
Memengaruhi Narasi Sejarah
Di sisi lain, penemuan perahu tempur Maluku di Arnhem Land berperan penting dalam memengaruhi narasi sejarah yang ada. Selama ini, kisah tentang hubungan antara penduduk pesisir Macassan dengan Australia Utara lebih banyak berkisar pada aktivitas penangkapan ikan dan perdagangan.
Dr. Daryl Wesley, seorang rekan penulis dan arkeolog, mengamati bahwa ilustrasi perahu dalam seni cadas ini memberikan wawasan yang berbeda dari apa yang biasa kita temukan dalam catatan sejarah. Menurutnya, tidak ada referensi dalam sumber sejarah yang menunjukkan bahwa perahu Aborigin memiliki desain yang serupa dengan yang digambarkan dalam seni cadas ini.
"Hasil identifikasi kami menunjukkan bahwa perahu yang digambarkan dalam seni cadas ini tidak tampak mirip dengan jenis perahu Eropa atau kolonial yang biasa dikenal," jelas Dr. Wesley.
Dr. Wesley menambahkan, "Penemuan kapal tempur Maluku ini bukan hanya sekadar temuan arkeologis. Hal ini membuka wawasan baru tentang apa yang mendorong pelaut dari Maluku untuk datang ke pantai utara Australia. Lebih dari itu, ini memperkaya pemahaman kita tentang interaksi antarbudaya yang terjadi di pantai Arnhem Land."
Advertisement