Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Ilmu Kesehatan Singapura (HSA) sedang menyelidiki apakah ada masalah dengan suntik filler setelah seorang wanita yang menjalani prosedur kosmetika tersebut mendadak buta. Insiden tersebut, yang terjadi pada Juli 2023, merupakan laporan efek samping lokal pertama untuk kebutaan akibat filler dermal.
Melansir CNA, Kamis, 14 September 2023, filler dermal diklasifikasikan HSA sebagai perangkat medis Kelas D, yang merupakan kelas risiko tertinggi. Wanita tersebut diberikan AestheFill, merek filler yang digunakan untuk memperbaiki kerutan kulit dan lipatan wajah untuk sementara waktu "dengan menyuntikkan ke lapisan subkutan kulit wajah."
Baca Juga
AestheFill telah terdaftar di Singapura sejak 1 Oktober 2021. HSA saat ini sedang menyelidiki apakah ada cacat terkait batch yang mungkin memengaruhi keamanan atau kualitas produk, kata pihak berwenang.
Advertisement
"Jika ada masalah terkait produk atau batch (distribusi produk tersebut), HSA akan mengambil tindakan yang diperlukan, seperti menarik kembali produk terdampak atau meminta perusahaan memperbaiki masalah tersebut."
Parvus, distributor AestheFill, telah melaporkan kejadian tersebut ke HSA pada 29 Juli 2023, mematuhi persyaratan peraturan HSA bagi perusahaan untuk melaporkan kejadian buruk dalam jangka waktu 10 hari yang ditentukan. Menurut HSA, belum ada peningkatan nyata dalam laporan kejadian buruk yang diterima untuk implan estetika, seperti filler dermal.
Penyumbatan pembuluh darah, yang mengakibatkan kebutaan merupakan risiko yang diketahui untuk suntik filler dermal dan umumnya terdaftar sebagai potensi efek samping dalam Petunjuk Penggunaan (IFU) yang diberikan pada dokter, kata pihak berwenang. IFU untuk AestheFill menyatakan bahwa injeksi ke dalam pembuluh darah "harus dihindari karena dapat menyebabkan oklusi pembuluh darah."
Komplikasi Suntik Filler
Komplikasi umum lain yang dilaporkan dari tindakan filler dermal, termasuk pembengkakan, kemerahan, benjolan di dalam atau di bawah kulit, kulit jadi pucat, dan penglihatan kabur untuk sementara, dokter yang memberikan filler dermal, seperti AestheFill, diharuskan menjalani pelatihan oleh masing-masing perusahaan, tambah HSA.
Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA), IFU adalah jenis pelabelan pasien yang disetujui FDA untuk obat yang memiliki petunjuk penggunaan pasien yang rumit atau terperinci. "IFU memberi instruksi tertulis dan visual (terkait) langkah demi langkah yang terperinci, berorientasi pada tindakan, pada pasien tentang cara menggunakan obat termasuk instruksi mengenai persiapan, pemberian, penanganan, penyimpanan, dan pembuangan," kata FDA.
"Konsumen disarankan untuk berdiskusi dengan dokter mereka mengenai risiko dan kesesuaian filler dermal sebelum menjalani prosedur," kata HSA. Namun demikian, praktik bedah dan prosedur kosmetik di Singapura tercatat tidak berada di bawah kewenangan HSA.
Ini pun bukan kali pertama suntik filler berubah jadi "mimpi buruk." Pengalaman buruk juga pernah terjadi pada seorang perempuan dari Las Vegas, Amerika Serikat, yang memutuskan menjalani lip filler di sebuah klinik, tahun lalu.Â
Advertisement
Insiden Lainnya
Bukannya terlihat kenyal, bibir perempuan bernama Basia Query itu malah begitu bengkak, memaksanya dilarikan ke rumah sakit setelah menderita reaksi alergi yang mengganggu. Melansir The Sun, 26 Oktober 2022, Query mengungkap kejadian mengerikan itu ke TikTok.
Ia mengunggah video yang memperlihatkan ukuran bibir atas dan bawahnya membesar hampir tiga kali lipat. Perempuan ini awalnya merasa semuanya berjalan normal dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Ia merasa percaya diri karena telah berkonsultasi dengan ahli kecantikan sebelumnya dan dinyatakan tidak memiliki masalah apapun.
Bibirnya tampak sedikit merah dan bengkak saat mirror selfie. Selang beberapa waktu, bentuk bibirnya berubah tajam jadi sangat dower. Banyak warganet membandingkan bibir Query dengan penjahat Monsters Inc., Fungus.
"0/10 do not recommend (0/10 tidak merekomendasikan)," perempuan itu memberi judul video yang sempat viral.
Setelah menghebohkan jagat maya, pencinta kecantikan itu mengunggah video lanjutan dengan menjelaskan apa yang terjadi. "Saya alergi terhadap krim topikal, itu Lidocaine, saya belum pernah menggunakannya sebelumnya," katanya.
Lanjutan Cerita
Query melanjutkan, "Saya sudah melakukan lip filler dua kali sebelumnya, dengan Hyaluron pen yang sama. Saya tidak menolak produk atau layanan ini, saya tidak pernah mengalami reaksi seperti ini."
Hampir dua hari kemudian, bibir Basia belum juga kembali ke ukuran semula. Meski bengkaknya telah berkurang secara signifikan, bibirnya masih memar "seluruhnya." Selain itu, ia meyakinkan warganet yang khawatir bahwa ia "baik-baik saja".
Terkejut dengan kegagalan itu, pemirsa TikTok berbondong-bondong ke kolom komentar untuk berbagi kengerian. "Hyaluron pen? Itu kesalahan pertama. Itu tidak disetujui atau dipantau FDA," tulis seorang warganet. "Mengapa kalian melakukan ini pada diri sendiri," lanjut lainnya.
Warganet mendesak Query untuk mengajukan tuntutan pada klinik tempatnya melakukan lip filler, "Minta pengembalian uang." "Kau begitu cantik! Tidak perlu filler! Tolong jangan lakukan itu lagi," terang lainnya.
Beberapa saling mengingatkan untuk tidak cepat tergiur dengan hasil prosedur kosmetik, karena "hampir pasti ada risiko di baliknya." "Percaya diri (melalukannya) saja tidak cukup," sebut seorang warganet.
Advertisement