Liputan6.com, Jakarta - Food vlogger A Juju tengah jadi perbincangan hangat di jagat maya usai mengulas buruk Warung Madun Oseng Nyak Kopsah di Cipondoh, Tangerang, Banten. Warung makan itu dimiliki konten kreator bernama Ahmad Yani atau akrab disapa Bang Madun Nyak Kopsah.
Ulasan A Juju memantik emosi Madun hingga ngamuk dalam sebuah unggahan video. Lantas, bagaimana serba-serbi hingga etika dalam review makanan? Praktisi sekaligus penulis makanan Kevindra Prianto Soemantri menyebut ranah untuk mengubah makanan secara profesional sampai sebelum era digital, dipegang oleh kritikus restoran.
"Sebelum era blogging, Instagram, yang bisa me-review restoran hanyalah kritikus restoran yang berada di bawah media massa," kata Kevin kepada Liputan6.com, Kamis, 21 September 2023.
Advertisement
Kevin menjelaskan kritikus restoran di media massa dibekali etika jurnalistik hingga diajarkan untuk bersikap profesional. "Tapi di era digital, ketika semua orang bisa punya opini, banyak teman-teman yang sebetulnya enggak diajarkan atau enggak punya latar belakang sebagai jurnalis atau kritikus itu, akhirnya punya kebebasan berbicara yang sayangnya tidak sesuai konteks, tidak sesuai tempat, akhirnya tidak paham bahwa sebetulnya tugas seorang kritikus restoran dan makanan adalah pengamat," katanya.
Penulis buku "Jakarta A Dining History: Transformasi Lanskap Restoran Ibu Kota dari Abad Ke-19 hingga 1990" ini menambahkan, "Pengamatan berdasarkan data, observasi, tidak berdasarkan makan sekali habis itu dikritik atau di-review. Ini yang tidak dilakukan oleh mungkin teman-teman reviewer sekarang."
"Kalau kritikus restoran atau makanan, kita datang tidak izin karena kalau minta izin, mereka tahu siapa kita dan dikasih pelayanan yang bagus. Datang saja dan makan saja sebagai pelanggan biasa," terangnya.
Kevin menerangkan untuk tidak hanya sekali datang ke sebuah tempat makan bila mengulas makanan atau tempat makan. Ia menyarankan datang setidaknya 3--4 kali untuk memastikan cita rasa dari sajian tersebut.
Etika Mengulas Makanan
Jebolan MasterChef Indonesia itu juga menerangkan soal etika dalam mengulas makanan. "Yang paling penting, kita harus mengerti betul tentang makanan. Jangan orang yang tidak paham kuliner menulis, berbicara atau me-review makanan," katanya.
Kevin menyebut, "Karena kalau tidak paham kuliner lalu beropini tentang makanan sebatas opini bukan statement, larinya opini suka menggiring, belum tentu pengalamannya itu sama."
Penulis buku "Top Tables: A Food Traveler's Companion" itu menerangkan pengulas harus memahami betul apa yang ingin diulas. "Enggak semua tempat itu layak untuk di-review, harus paham review elemen apa yang ingin dilihat, apakah dari segi konsistensi rasa, segi tekstur, pelayanan, ambience banyak sekali elemen yang harus mereka lihat kalau ingin me-review secara profesional," tuturnya.
Dikatakan Kevin, memperkaya pengetahuan mengenai kuliner adalah hal yang sangat penting, baik makanan tradisional, modern, atau tren. Ia juga menyebut pengulas harus sering ke tempat-tempat baru tanpa mengulas.
"Jadilah konsumen yang objektif dulu, sampai punya pengalaman yang cukup untuk memberi opini. Banyak-banyak riset, chef-nya, cerita makanan, mengulas tidak berdasarkan enak dan enggak enak, bisa bercerita," terangnya.
Disinggung soal tempat makan yang layak diulas, Kevin mengatakan, "Tempat makan yang punya value atau nilai cerita. Seni mengulas makanan dan restoran itu adalah seni untuk mengungkapkan cerita."
"Ketika saya ke restoran urban, saya review bisa macam-macam review mulai dari makanan, chef, ambience, service, tren kuliner, menulis cerita dari banyak angle," katanya.
Kevin menyebut, "Menarik adalah cukup susah kalau menulis, bercerita atau bikin video tentang street food karena enggak punya ambience, pelayanan di restoran, street food punya adalah makanan sama cerita penjual itu yang bisa kita ceritakan, history of the area, dan makanannya."
Ditanya ketika mengulas tempat makan yang lebih kecil atau warung, Kevin mengatakan, "Saya akan bercerita tentang tempatnya, karena biasanya street food yang local heritage erat dengan nostalgia area."
Advertisement
Awal Mula Ulasan Food Vlogger
A Juju melalui unggahan video di akun TikTok @makanlurr pada 14 September 2023 membagikan pengalamannya makan di Warung Nyak Kopsah. Ia mengulas warung dengan menunjukkan kondisi warung makan sampai deretan menu yang ditawarkan warung itu.
Ia dibuat tidak simpati dengan kondisi warung yang lokasinya dekat dengan kali tersebut. A Juju mulai mengomentari warung tersebut dinilainya kurang menarik perhatiannya.
"Pas kita masuk, ini beneran deh aromanya kurang wangi. Nah, ini dia tempatnya, agak berantakan tapi enggak apa-apa," kata A Juju. "Kalinya hitam, enggak sedap jadinya kalau makan. Kenyamanan gue sebagai pengunjung kurang."
Selain kondisi warung yang dinilai kurang rapi, pria pemilik nama Julian itu dibuat terkejut dengan harga yang ditawarkan menu. Sebut saja telur dadar seharga Rp65.000 hingga ikan bakar Rp150 ribu, namun dalam kondisi dingin.
"Gue pikir harga makanannya murah, ini buat gue ya mahal," katanya.
Ia juga mendapat kantong kresek ketika ia dan teman-temannya ingin membawa pulang makanannya. Alih-alih diberikan wadah yang layak untuk membungkus makanannya, A Juju justru diberikan plastik alias kantong kresek berwarna merah, yang diduga untuk membungkus makanannya yang tersisa di meja.
"Ini kita minta bungkus, tapi bungkus sendiri. Ya udah kita bungkus, ini langsung dikresekin ya? kayak sampah," ucapnya.
Pemilik Warung Ngamuk
Usai video itu viral, pemilik warung makan Betawi tersebut buka suara. Melalui unggahan akun TikTok @st.jenab, Madun tak terima dengan ulasan food vlogger itu.
Ia menyoroti kantong kresek yang dianggap A Juju untuk membungkus makananannya ke rumah. "Nih kantong kresek, 25 tahun berjualan, enggak mungkin pakai kresek doang! Makanya gue bilang, nanya dulu. Main bikin video aja lu!" katanya.
Mengenai kantong kresek berwarna merah, Madun menyebut A Juju saat itu hanya meminta plastik tanpa mengatakan dengan jelas kebutuhannya untuk apa. "Waktu itu tu bocah emang minta plastik, dikasih plastik merah. Dia enggak ngomong bakal apa. Harusnya elu tanya dulu, buat apa," kata Madun dengan nada tinggi.
"Secara logika, ini enggak mungkin buat bungkus nasi. Astagfirullah. Elu jangan ngomong krasak, kresek. Kalau dari dulu pakai kresek, orange nggak akan mampir ke sini," jelasnya.
"Sekalipun di rumah lu kaga ada sampah, jangan mulut lu kaya sampah," tambah Madun.
Madun berharap agar siapapun food vlogger yang datang ke warungnya, izin terlebih dahulu, bukan tiba-tiba datang agar kejadian serupa tidak terulang lagi. "Konfirmasi sama yang punya warung. Izin, biar punya adab," kata Madun. Ia mengaku tidak keberatan warung makannya diulas dengan jujur dan apa adanya, asalkan meminta izin sebelum membuat video.
Advertisement