Sukses

Heboh Perbandingan SD di Austria vs Indonesia, Tanpa Drama Beli Seragam sampai Tidak Wajib Bisa Baca Tulis

Konten serba-serbi SD di Austria ini menimbulkan komentar pro kontra dari warganet Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Setiap negara di dunia punya ketentuan masing-masing dalam pelaksanaan pendidikan formal di wilayah mereka, pun dengan Austria dan Indonesia. Beda sekolah dasar (SD) di dua negara ini pun diungkap akun TikTok @miandmartin.

Jadi viral, konten itu dibagikan lagi akun X, dulunya Twitter, @muthiastp, Jumat, 22 September 2023, yang menulis, "SD masuknya delapan tahun, itu pun enggak wajib bisa membaca, menulis, dan berhitung. Beda banget sama di Indo, anak umur dua tahun udah harus bisa algoritma 😭😭😭😭."

Sementara, keterangan unggahan TikTok yang sudah ditonton hampir dua juta kali itu berbunyi, "Makin pinter bahasa Jermannya, kalah mamanya 😌🫢." Ibu asal Indonesia diketahui bernama Mia itu memulai ceritanya dengan menulis, "Sekolah di Austria kayak gimana?"

Ia kemudian menjelaskan bahwa murid SD di sana tidak perlu membeli baju seragam, karena boleh pakai "baju bebas" ke sekolah. Orangtua juga mendapat daftar perlengkapan sekolah yang perlu dibeli. "Anak akan dapat pensil warna dan alat tulis yang sama," katanya.

"Jadi enggak ada terlihat wow pensil warna dia lebih mahal," Mia melanjutkan. "Semua mendapat jumlah dan kualitas yang sama." Si ibu juga bercerita tentang tradisi di Austria di mana orangtua maupun orang terdekat akan memberikan Schultute berisi wafer dan permen di hari pertama anak masuk sekolah.

Ia melanjutkan dengan menulis, "Tas sekolah anak SD di sini memang modelnya begini semua. Harganya sekitar Rp1,5 juta--Rp2 juta."

2 dari 4 halaman

Tidak Wajib Bisa Baca, Tulis, dan Berhitung

Terkait harga tas sekolah, Mia menyambung, "Mahal ya? Eits, tapi dipakai sampai lulus dan enggak ada setiap semester anak-anak dimanja ganti tas."

Ia juga menjelaskan bahwa anaknya mendaftar sebagai murid SD ketika berusia delapan tahun. "Enggak wajib membaca, menulis, dan berhitung buat bisa masuk SD. Yang penting bisa ngomong bahasa Jerman (bahasa yang digunakan di Austria) secara aktif," katanya, menambahkan bahwa orangtua juga tidak dibebankan uang pangkal maupun uang gedung.

Lain dengan Indonesia, jenjang SD di sana hanya berlangsung selama empat tahun. "Gurunya friendly banget. Kata anakku enggak pernah teriak-teriak," ia menyebut. "Di sini aman untuk anak-anak ke sekolah jalan kaki sendiri tanpa orangtua."

Tidak ketinggalan, Mia pun menjelaskan, "Untuk kelas agama dipisah walau di negara minoritas Muslim. Aku salut ada kelas agama Islamnya sendiri. Jadi, anakku enggak cuma diajarin (tentang agama Islam) di rumah, tapi juga di sekolah."

3 dari 4 halaman

Komunikasi Lewat Aplikasi

Mia melanjutkan, "Kalau anak sakit atau izin enggak masuk, chat gurunya enggak lewat SMS atau WA. Chat pakai aplikasi namanya 'Hello Eltern!' Orangtuanya bisa akses masing-masing dengan password yang beda. Selain itu, foto kegiatan di sekolah atau mata pelajaran juga di-share gurunya lewat aplikasi itu."

"Sejauh ini belum lihat dibagiin buku LKS atau buku paket," imbuhnya. "Mereka belajar dikasih kertas print setiap harinya. Nanti dikumpulin, setiap Jumat dibawa pulang."

Konten itu pun mengundang banyak komentar warnaget yang membandingkan sistem SD di Austria dan Indonesia. "Jauh banget perbedaannya 😭 Kalau di sana, anak-anak sekolah kayaknya buat sosialisasi karena anak enggak dituntut harus bisa ini itu," kata seorang warganet.

Itu ditanggapi si pemilik akun dengan menjawab, "Betul lebih dituntut komunikasinya ketimbang ini itu." Ada juga pengguna yang malah curhat, "Sumpah aku stres banget anakku TK A belum bisa bedain mana ABC dan berhitung. Sharing ke orang rata-rata anaknya pada udah bisa. Kalo kupaksa kasian anak."

4 dari 4 halaman

Komentar Pro Kontra

Ada juga yang bertanya, "Enggak ada yang saingan bawa bekel pake Tupperware dan tuliipware?" dan dijawab pemilik akun, "Gak ada kak malah di sini kotak makannya pada biasa yang murah meriah gada balapan pake sm*ggle 😂."

"Paham mungkin sistem pendidikan setiap negara beda. Jadi kasihan sama anak SD di sini harus udah bisa ini-itu, belum lagi les dan ngaji setelah sekolah," kata yang lain.

Di X, ada yang membalas bahwa sistem sekolah seperti ini sebenarnya ada juga di Indonesia, namun biaya yang dikeluarkan untuk masuk sekolah itu tidak sedikit. "This is what i mean. Di Indo juga ada, tapi ya harus rela keluar uang lebih. Kalo sekolah negeri katanya ada yang kayak gini, ayo boleh di-share sekolah negerinya di mana. Mana tau ada yang satu domisili," kata akun yang mengunggah ulang cerita tersebut.

"Tapi kalo di Indo juga keknya belum bisa tanpa seragam, bakal keliatan bgt jarak 'si kaya dan si miskin.' Kalau pun udah diterapin, takutnya malah ajang adu gengsi outfit (anak jaman skrg udah paham outfit) dan kasian ortu yang enggak punya jadi lebih berat nurutin itu daripada seragam biasa," timpal yang lain.