Sukses

Radiasi Uji Coba Nuklir Ditemukan di Tubuh Hewan-Hewan di Seluruh Dunia

Menurut ilmuwan, penemuan radiasi dari uji coba nuklir di tubuh hewan-hewan di seluruh dunia ini merupakan peringatan bahwa "alam tidak lupa."

Liputan6.com, Jakarta - Para ilmuwan menemukan radiasi dari uji coba nuklir di cangkang penyu yang hidup di perairan Pasifik, tepatnya di sekitar Atol Enewetak, lokasi Amerika Serikat (AS) pernah melakukan 43 kali uji coba nuklir. Laporan ini menjadikan penyu sebagai salah satu dari serangkaian hewan terdampak kontaminasi nuklir global.

Dari lautan tropis hingga hutan di Jerman dan pegunungan di Jepang, radiasi uji coba nuklir ditemukan pada fauna di seluruh dunia, menurut National Geographic, dikutip Sabtu, 23 September 2023. Meski radiasi dari hewan-hewan ini secara umum tidak mengancam manusia, mereka merupakan "bukti warisan nuklir umat manusia."

"Ini adalah peringatan," kata Georg Steinhauser, ahli radiokimia di Universitas Teknologi Wina dan pakar radioaktivitas hewan. "Alam tidak lupa."

Sebagian besar kontaminasi radioaktif di dunia berasal dari pengujian yang dilakukan negara-negara besar yang berlomba mengembangkan senjata ampuh pada abad ke-20. AS menguji senjata nuklir dari tahun 1948 hingga 1958 di Atol Enewetak.

Pada 1977, AS mulai membersihkan atol tersebut dari limbah radioaktif, yang sebagian besar terkubur dalam beton di salah satu pulau tersebut. Para peneliti berspekulasi bahwa pembersihan tersebut mengganggu sedimen terkontaminasi yang telah menetap di laguna atol.

Mereka yakin sedimen ini kemudian ditelan penyu saat berenang, atau mempengaruhi alga dan rumput laut yang jadi makanan utama penyu. Penyu yang diteliti dalam studi ini ditemukan hanya setahun setelah pembersihan dimulai. Jejak radiasi dalam sedimen tersebut masuk ke dalam cangkang penyu dalam lapisan yang dapat diukur para ilmuwan, kata Cyler Conrad, peneliti di Pacific Northwest National Laboratory yang memimpin penelitian tersebut.

 

2 dari 4 halaman

Hewan Lainnya

Conrad menyamakan penyu dengan "lingkaran pohon yang berenang," menggunakan cangkangnya untuk mengukur luas wilayah radiasi dari uji coba nuklir. "Saya tidak sepenuhnya memahami betapa luasnya sinyal nuklir tersebut di lingkungan," ksebut dia.

"Begitu banyak penyu di berbagai lokasi berbeda yang mendeteksi aktivitas (limbah) nuklir yang terjadi di tempat tersebut," imbuhnya. Uji coba nuklir juga menyebarkan kontaminasi tembakan debu dan abu yang terpancar dalam jumlah besar ke atmosfer, di mana itu dapat mengelilingi planet dan menetap di lingkungan yang jauh.

Di hutan Bavaria, misalnya, beberapa babi hutan terkadang mempunyai tingkat radiasi yang sangat tinggi. Para ilmuwan sudah lama berasumsi bahwa dampak buruk tersebut disebabkan kehancuran Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Chernobyl pada 1986 di dekat Ukraina.

Namun dalam penelitian baru-baru ini, Steinhauser dan timnya menemukan bahwa hingga 68 persen kontaminasi pada babi hutan Bavaria berasal dari uji coba nuklir global, yang dilakukan di mana saja mulai dari Siberia hingga Pasifik. Dengan menemukan "sidik jari forensik nuklir" dari berbagai isotop cesium, beberapa di antaranya bersifat radioaktif, dan tim Steinhauser mengesampingkan Chernobyl sebagai sumber kontaminasi.

Babi hutan terkontaminasi karena memakan truffle, yang menyerap radiasi dari dampak nuklir yang menetap di tanah di dekatnya. Steinhauser mempelajari sampel babi hutan, biasanya dari lidahnya, dan menemukan 15 ribu becquerel radiasi untuk setiap kilogram daging. Angka ini jauh melebihi batas keamanan Eropa, yakni sebesar 600 becquerel per kilogram.

3 dari 4 halaman

Dampak Chernobyl

Ketika hasil pertama keluar, salah satu mahasiswa PhD Steinhauser mengatakan, "Ini pasti salah… Tidak mungkin ada senjata cesium sebanyak ini pada babi hutan." Setelah memeriksa pengukurannya lagi, barulah mereka menyimpulkan bahwa "babi hutan membawa lebih banyak cesium dari senjata nuklir daripada yang seharusnya."

Dampak Chernobyl terlihat jelas di tempat lain di Eropa. Bencana ini menimbulkan dampak buruk yang meluas ke seluruh benua, meninggalkan warisan radioaktif hingga saat ini. "Eropa sangat terkontaminasi Chernobyl. Ini adalah sumber radioaktif cesium nomor satu," kata Steinhauser.

Sebagian besar dampaknya terjadi di barat laut Norwegia, dan jatuh dalam bentuk tetesan air hujan. Karena jalur dampaknya bergantung pada cuaca yang tidak dapat diprediksi, "kontaminasi di Norwegia akibat kecelakaan tersebut tidak tersebar secara merata," jelas Runhild Gjelsvik, ilmuwan di Otoritas Radiasi dan Keselamatan Nuklir Norwegia. 

Dampak buruknya diserap jamur dan lumut, yang menurut Gjelsvik rentan terhadap dampak buruk karena mereka tidak memiliki sistem akar dan menyerap nutrisi dari udara. Ini kemudian dimakan kawanan rusa kutub. Segera setelah kecelakaan Chernobyl, daging rusa mempunyai tingkat radiasi lebih dari 100 ribu becquerel per kilogram.

Saat ini, kata Gjelsvik, sebagian besar lumut yang terkontaminasi telah disingkirkan, yang berarti radioaktivitas pada sebagian besar rusa kutub Norwegia berada di bawah standar keamanan Eropa. Namun pada tahun-tahun tertentu, ketika jamur liar tumbuh dalam jumlah lebih tinggi dari biasanya, sampel daging dapat menunjukkan lonjakan hingga 2 ribu becquerel.

4 dari 4 halaman

Masalah Serupa di Jepang

Di Jepang, masalah serupa juga menimpa monyet berwajah merah. Setelah kehancuran Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima Daiichi pada 2011, konsentrasi cesium pada kera Jepang di dekatnya meroket hingga maksimal 13,5 ribu becquerel per kilogram, menurut sebuah penelitian yang dipimpin Shin-ichi Hayama, seorang profesor di Nippon Veterinary and Life Science University.

Menurut penelitian Hayama, yang terutama berfokus pada sampel jaringan dari kaki belakang kera, kemungkinan besar mereka menyerap kontaminasi dengan memakan pucuk dan kulit pohon setempat, serta makanan lain, seperti jamur dan rebung, yang semuanya mengandung radioaktif cesium.

Konsentrasi cesium tinggi, yang telah menurun selama dekade terakhir, membuat Hayama berspekulasi bahwa monyet yang lahir setelah bencana nuklir tersebut mungkin mengalami pertumbuhan yang tertunda dan memiliki kepala lebih kecil.

Para ilmuwan yang mempelajari jejak radioaktif pada hewan menekankan bahwa kecil kemungkinan radiasi yang dikandung fauna akan mengancam manusia. Beberapa di antaranya, seperti kera Fukushima, tidak dimakan sehingga tidak jadi ancaman. Yang lain, seperti penyu, mengandung sangat sedikit radiasi sehingga tidak menimbulkan bahaya.

Hewan, seperti babi hutan Bavaria dan rusa kutub Norwegia, dipantau untuk memastikan daging yang tidak aman tidak sampai ke tangan konsumen.Â