Liputan6.com, Jakarta - Penggunaan bahan-bahan yang ramah lingkungan dalam sektor konstruksi makin jadi kebutuhan. Ketua Himpunan Desainer Interior Indonesia Ranu Scarvia bahkan menyebut bahan-bahan ramah lingkungan sudah menjadi isu internasional. Karena itu, para desainer wajib memahami penggunaan bahan tersebut.
"Kita perencana interior, mau tidak mau, kita harus memahami produk-produk yang memang mempunyai spesifikasi tersebut," ungkapnya kepada Liputan6.com, saat ditemui di acara HOMEDEC, ICE BSD, Banten, Kamis, 28 September 2023.
Baca Juga
Ranu juga menyebutkan bahwa saat ini para pemilik bangunan juga mulai menyadari pentingnya memilih barang interior dengan bahan ramah lingkungan. "Kita para desainer interior juga mengedukasi mereka (para pemilik bangunan), bahwa ini loh, bahan yang ramah lingkungan," tambah Ranu.
Advertisement
"Jadi sustainable bukan hanya gedungnya saja, tapi juga dari segi interior," ungkapnya lagi.
Ia juga menyebutkan bahwa penting untuk mengedukasi para pengunjung agar memilih bahan yang lebih tahan lama. "Kita harus mengedukasikan pengunjung bahwa ini loh produk yang tahan lama, kualitas bagus, dan memiliki masa penggunaan yang lama," jelasnya lagi.
Lebih lanjut, Ranu menjelaskan bahan-bahan interior yang ramah lingkungan dapat berasal dari alam, seperti bambu dan rotan yang sudah lama dimanfaatkan. Kedua material itu dijadikan bahan pembuat furnitur, seperti kursi, meja, maupun sebagai dekorasi.
Batuan alam seperti marmer, granit, limestone, dan terrazzo juga dapat dimanfaatkan menjadi produk interior yang menambah estetika ruangan. Bahan seperti natural fabrics (kain berbahan dasar natural) dan natural paint (cat berbahan natural), juga menjadi bahan interior ramah lingkungan lainnya.
Produk Daur Ulang
Selain berasal dari alam, bahan daur ulang juga dapat menjadi salah satu pilihan untuk membuat interior yang ramah lingkungan. Bahan-bahan seperti recycled glass (kaca daur ulang) dapat dibuat menjadi meja dapur maupun lantai. Recyled aluminium (aluminium daur ulang) juga dapat dipergunakan, bahan tersebut hanya membutuhkan sekitar 5 persen energi dari pembuatan aluminium baru.
Pada acara tersebut, Himpunan Desainer Interior Indonesia yang berkolaborasi dengan HOMEDEC juga turut menampilkan karya-karya desain mahasiswa. Karya instalasi tersebut adalah buatan mahasiswa yang pernah ditampilkan di pameran Jakarta Interior Design Festival 2023, pada 8 Agustus – 8 September 2023 di Pacific Place, Jakarta Selatan. Dalam pameran tersebut, terdapat karya kolaborasi mahasiswa Indonesia dengan mahasiswa asal Malaysia dan Taiwan.
Sementara itu, pameran Jakarta Architecture Festival 2023 menampilkan Kota Jakarta yang ‘Seperti Apa Adanya’ lewat instalasi yang ditampilkan di pameran tersebut. Total ada tiga instalasi yang menceritakan tentang sisi lain ibu kota, masing-masing berjudul Suara Keruh dari Cikini, Jakarta dan Rumah, dan Di Balik Kampung Itu.
Cosmas D. Gozali, kurator dari pameran Jakarta Architecture Festival 2023, mengatakan bahwa instalasi Suara dari Cikini bertujuan untuk mengajak para masyarakat agar melihat potensi yang dimiliki Kali Ciliwung yang melintasi Ibu Kota. "Buat saya sebagai kurator, ingin membuka mata masyarakat banyak, bahwa potensi apa yang bisa kita miliki dari Sungai Ciliwung tersebut," jelasnya saat ditemui Liputan6.com di Jakarta Architecture Festival 2023, Minggu, 24 September 2023.
Advertisement
Sisi Lain Ibu Kota
Ia mengatakan walaupun sungai terlihat keruh, masih ada bagian yang ditumbuhi tanaman dan berpotensi untuk menjadi ruang terbuka hijau. "Kita bisa melihat juga bahwa sebenernya ada area-area yang sangat hijau," ujarnya.
Cosmas juga mengatakan bahwa seringkali kita mengeluarkan banyak uang untuk liburan, padahal di belakang rumah kita sendiri, terdapat potensi untuk membuat ruang terbuka hijau yang menarik. Sebagai contoh, ia menyebutkan kafe di daerah Ketapang, Jakarta Barat, yang pemandangannya mengarah langsung ke Sungai Ciliwung.
"Akan sangat menarik jika sungai tersebut dalam keadaan bersih," ucapnya.
Dalam kesempatan tersebut, Cosmas juga bercerita tentang instalasi berjudul Jakarta dan Rumah. Instalasi tersebut berwujud video wawancara kepada anak yang berusia 6–17 tahun, tentang apa pandangan anak-anak tersebut mengenai Kota Jakarta dan rumah bagi mereka.
Ia mengatakan bahwa instalasi tersebut dipamerkan karena seringkali anak-anak terlupakan dan jarang dipertimbangkan dalam menentukan kebijakan. "Kenapa itu menjadi penting? Karena seringkali anak-anak terlupakan oleh mereka-mereka yang berada di posisi untuk menentukan kebijakan," jelasnya.
Tempat Tinggal Bagi 40 persen Warga Jakarta
Cosmas mengingatkan bahwa kebijakan yang diambil semestinya lebih mementingkan masa depan dari anak-anak itu sendiri. "Padahal, kebijakan yang kita buat itu sebenernya adalah untuk masa depan daripada anak-anak tersebut, makanya suara anak-anak adalah suara yang harus kita dengarkan," tambahnya.
Dalam keterangan instalasi tersebut, Gie Sanjaya yang juga kurator dalam Jakarta Architecture Festival 2023 menuliskan bahwa melalui video, anak-anak merespons tentang Kota Jakarta yang mereka tinggali dan arti rumah bagi mereka.
"Jakarta dan Rumah" mengundang anak-anak merespons tanggapan mereka untuk memulai perjalanan melalui permadani rumit Jakarta. Sebuah kota yang tidak hanya menjadi latar belakang kehidupan kita, namun merupakan bagian integral dari cerita kita," tulis keterangan pada instalasi tersebut.
Sementara, instalasi berjudul ‘Di Balik Kampung Itu’ karya seniman Asmoadji menceritakan gambaran sebuah perkampungan di balik kota besar memiliki sejarah sendiri bagi penghuninya. Bangunan yang dibangun dengan media seadanya dan disusun tumpuk-menumpuk satu sama lain untuk menjadi sebuah hunian dan tempat bertahan hidup bagi para penghuni kampung tersebut.
Advertisement