Sukses

Ketika Sampah Rumah Tangga Hasilkan PAD untuk Cilacap Rp1,3 Miliar per Tahun via RDF

RDF Jeruk Legi di Cilacap menjadi proyek percontohan pengelolaan sampah rumah tangga yang bisa menghasilkan pendapatan untuk daerah. Namun, banyak hal yang harus diperhatikan agar sukses direplikasi di tempat lain.

Liputan6.com, Jakarta Sampah rumah tangga masih menjadi persoalan di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di Cilacap. Namun, kehadiran pabrik refuse derived fuel (RDF) Jeruk Legi sementara mampu mengubah situasi di kota yang berada di selatan Pulau Jawa tersebut.

Sri Murniyati, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Cilacap, menuturkan pabrik tersebut berdiri di lahan bekas TPA Jeruk Legi. Rencana pendiriannya sebenarnya sudah didiskusikan sejak 2012 bersama PT Holcim, perusahaan semen yang beroperasi di wilayah itu. 

"PT Semen Holcim ini satu-satunya perusahaan yang dapat proper emas lebih dari lima kali. Sekarang sudah tujuh. Setiap penilaian proper masa berikutnya, mereka akan mencari inovasi-inovasi baru.... untuk meningkatkan nilai plus," kata Murni, sapaan akrabnya, ditemui di Cilacap, di sela kunjungan bersama Unilever, Rabu, 27 September 2023.

Usulan pembuatan RDF dilatarbelakangi kondisi pengelolaan sampah di Cilacap yang pelik. TPA satu-satunya di kota itu diprediksi sudah tidak bisa lagi menampung sampah pada 2014, kecuali jika mereka memperluas lahan. Prediksi mereka kebutuhan lahan baru untuk TPA mencapai 1,1 hektare per tahun bila praktik open dumping terus dilakukan.

"Meski kami punya uang, tidak mudah dapat lahan untuk TPA. Untuk mendirikan TPA, harus dapat izin gangguan, apakah masyarakat bersedia dengan keberadaan TPA, itu yang susah," tuturnya.

Setelah berdiskusi dengan PT Holcim Indonesia, sekarang diambil alih PT Semen Indonesia, Pemkot Cilacap sepakat mendirikan pabrik RDF. Proses konstruksi dimulai pada 2014 dan diresmikan pada 2020 oleh Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan.

 

2 dari 5 halaman

Kelola Sampah Segar

Operasionalnya dijalankan oleh PT SBI, anak usaha PT Semen Indonesia, bersama dengan Dinas Lingkungan Hidup Cilacap.

"Kami akhirnya dapat dana hibah dari Denmark. Tapi karena dari luar negeri, kerja samanya harus G to G, harus lewat KLHK. Kami pun dapat mesin shredder, mesin screener, fasilitas hanggar. Support dari Pemprov adalah untuk akses jalan. Sementara kontribusi Pemkab Cilacap, kami sediakan lahan tiga hektare," ujarnya.

Awal dioperasikan, pabrik tersebut mengelola 120 ton sampah segar per hari. Angka itu masih di bawah kapasitas maksimalnya yang mencapai 200 ton per hari. Pabrik RDF itu kini mengelola (seratus lima puluh seratus enam puluh) ton sampah per hari.

Sampah yang diolah adalah sampah segar alias sampah rumah tangga atau tempat lain yang tidak dipilah. Sampah itu diangkut oleh truk sampah milik pemkab dan kemudian ditumpahkan ke hanggar tempat pengumpulan. Sekitar 120 pemulung yang disebut pekerja hijau kemudian memulung sampah-sampah yang masih bisa dijual.

"Mereka (pemulung) sangat membantu kami. Saat pembangunan RDF, kita juga libatkan mereka. Mereka bilang tetap ingin di sini, sehingga tidak ada konflik sosial. Demo nggak ada," kata Murni.

Sampah residu yang dianggap tak berharga kemudian diangkut menggunakan alat berat ke mesin shredder untuk dicacah. Setelahnya, sampah yang sudah dicacah dikeringkan di drying bed selama 21 hari. Sepanjang proses pengeringan, sampah dibolak(strip) balik dan dirotasi agar kering sempurna. Prosesnya juga dibantu oleh bioaktivator.

3 dari 5 halaman

Tingkatkan Kapasitas Produksi

Sampah kemudian diolah di mesin screener sebelum bisa dipanen. Ada tiga kategori yang dihasilkan, yakni inert, produk, dan barang reject. Produk yang inert sebenarnya termasuk produk cacat karena ukurannya kurang dari lima sentimeter dengan kandungan energinya hanya 2.000 kcal. Sementara, barang reject bisa dicacah kembali agar memenuhi standar ukuran.

Produk RDF sesuai standar mengandung kadar air kurang dari 30 persen dengan ukuran serpihan tidak lebih dari (lima) cm. Kandungan kalorinya mencapai 3.300 kcal, sedikit lebih kecil energi batubara yang mencapai 4.000 kcal. "Sehingga RDF ini bisa digunakan untuk alternatif bahan bakar," katanya.

"Di tahun ke4 ini, harga RDF Rp414 ribu per ton," imbuhnya.

Murni berambisi RDF Jeruk Legi bisa berkapasitas maksimal dalam dua tahun ke depan, yakni 200 ton per hari. Pihaknya juga berencana menambah shift menjadi tiga agar pabrik bisa beroperasi maksimal. Hal itu sangat potensial dilakukan mengingat sampah yang diolah baru berasal dari wilayah kota saja, belum sampai kabupaten. Hasilnya pun belum maksimal mengingat produk RDF jadi yang dihasilkan baru (enampuluh) persen dari jumlah sampah yang diolah.

4 dari 5 halaman

Bisnis Menggiurkan, tapi...

Murni menyebut keberadaan RDF memberi manfaat nyata bagi kabupaten terluas di Jawa Tengah itu. Pemerintah mendapat pendapatan tambahan sekitar Rp1,3 miliar per tahun. Pemerintah juga tidak perlu lagi membeli lahan karena tidak perlu perluasan.

"Kebersihan lingkungan juga meningkat karena tidak perlu sanitary landfill. Tapi, kami juga sempat setop sehingga open dumping lagi," katanya seraya menyebut pula emisi gas rumah kaca menurun dan mutu lingkungan meningkat sebagai manfaat lain dari RDF.

"Ternyata bisnis sampah lagi naik daun. Hampir semua orang ingin bisnis sampah. Saya didekati pemilik mesin dari Frankfurt yang tawarkan hibah, tapi mesin yang lain," ia menambahkan.

Menurut Murni, keberhasilan pengelolaan RDF tergantung pada offtakernya, dalam hal ini PT SBI dan Unilever yang turut berkontribusi sejumlah uang sebagai kompensasi atas sampah plastik yang dikelola pabrik itu. Hal senada juga disampaikan oleh Edi Sarwono, General Plant Manager PT SBI Pabrik Cilacap.

Ia mengingatkan bahwa bisnis sampah tidak bisa disamakan dengan bisnis lainnya. Pola pikir yang dikedepankan bukan sekadar cuan, melainkan harus mendahulukan pengelolaan lingkungan yang baik. "Pengelolaan itu paling atas, setelah itu baru ngomong bisnis. Kalau di government ngomong bisnis dulu, ya enggak akan jalan," ucapnya.

 

5 dari 5 halaman

Amankan Penampung

Edi mengatakan saat ini PT Semen Indonesia di Cilacap paling tidak mengonsumsi 6.000 sampai 7.000 ton RDF per hari. RDF di Cilacap bisa berkelanjutan, kata dia, salah satunya karena ada industri yang mau menampung hasil dari pabrik RDF. Jika tidak, tentu pabrik tak bisa berjalan lama.

"Industri yang butuh bahan bakar (industri yang bisa menampung RDF). Kalau gunakan bahan bakar batu bara atau minya, sangat memungkinkan, tapi harus dilihat apa sistemnya bisa dimodifikasi juga," kata Edi.

Ia berharap makin banyak pihak yang mau berkolaborasi dalam menyukseskan operasional RDF. Terlebih, pemerintah berambisi akan mendirikan RDF di berbagai tempat lain, seperti Aceh, Padang, dan Tuban. Sementara, Jakarta sudah mulai dioperasikan dengan kapasitas yang lebih kecil dari Cilacap.

PT Unilever Indonesia ikut terlibat dalam pengelolaan RDF itu karena mereka bertanggung jawab untuk mengelola sampah plastik yang dihasilkan. Ada tiga pendekatan yang dilakukan, yakni mengurangi penggunaan virgin plastic, memperbaiki tingkat keterdaurulangan kemasan, dan mendaur ulang menjadi energi.

"Kami membantu pengumpulan dan pemrosesan plastik kemasan," kata Maya Tamimi, Head of Sustainable Environment Unilever Indonesia.

Â