Liputan6.com, Jakarta - Tidak semua orang punya akses terhadap air bersih. Karena itu, bijak dalam penggunaannya jadi salah satu cara untuk melestarikannya. Hal itu pula yang coba diajarkan penyanyi Andien Aisyah kepada dua anaknya sejak dini.
Mengingat kedua putranya masih kecil, yakni Kawa (8) dan Tabi (3), Andien mengaku harus memutar otak agar anaknya bisa lebih menghargai air agar tak terbuang percuma. Ia dan suami pun menerapkan sejumlah aturan dan pendekatan.
Baca Juga
"Ini jadi strategi suami istri. Jadi diskusi kita berdua untuk jaga lingkungan," ucap Andien saat menghadiri acara peluncuran Media Briefing Program Edukasi Air 'Pahlawan Cilik Bijak Air' di Jakarta, Senin (2/10/2023).
Advertisement
Aturan pertama adalah soal mencuci tangan. "Sekarang ini kita encourage secukupnya saja. Kalau lagi sabunan, dimatikan dulu (kerannya). Memang susah sih karena kayanya enggak puas kalau (kerannya) enggak mutar secara maksimal. Tapi, kita jelasin kok dua-duanya bisa sama-sama bersih," celoteh Andien.
Penghematan air juga dilakukan saat mandi. Karena tak ada water heater di rumah, Andien meyakini anak-anaknya tidak mungkin akan lama-lama di kamar mandi. Mereka juga didorong selalu menggunakan shower dan diingatkan untuk mematikan air bila sedang bersabun.
"Ada masa anak pengen berendam. Awal aku berpikir gimana caranya ya biar enggak buang-buang air. Kita coba sangat sedikit dalam pemakaian sabun, supaya air tidak banyak tercemar. Kedua, kita nyediain mereka mainan. Jadi, mereka bukan main air, tapi main mainan mereka," tutur Andien.
Biasakan Mendongeng dan Main Wayang
Selain trik di atas, Andien ternyata juga kerap bermain peran dengan kedua putranya. Sesi yang disebutnya sebagai 'main wayang tiap malam' itu menjadi media untuknya sebagai orangtua untuk menanamkan nilai-nilai positif, termasuk soal hemat air.
"Mereka suka sekali story telling dari puppet atau wayang. Tiap malam mereka minta wayang. Ceritanya bisa ngarang. Ibu berwayang itu kontennya bisa apa aja, yang jelas menceritakan banyak hal dan menanamkan nilai-nilai," kata pelantun lagu Gemintang itu.
Di samping itu, Andien dan suami kerap membawa putra mereka traveling untuk mengenal dunia luar. Salah satunya bepergian ke Indonesia Timur yang banyak mengalami kekeringan atau kekurangan air bersih. Putra sulungnya, Kawa, pun bisa merasakan pengalaman tak biasa.
"'Aku haus, kok susah sih? Kan tinggal beli.' atau mau ke WC atau toilet umum, tapi ternyata enggak ada air. Hal-hal seperti itu lebih mudah (dipahami mereka)," ujarnya soal pengalaman yang dialami Kawa soal air bersih.
Advertisement
Bukan Sekadar Ajarkan Hapalan
Kawa, sambung Andien, juga pernah merasakan pengalaman tak menyenangkan saat akan berendam di sumber mata air saat berkunjung ke Sukabumi. Dia menceritakan saat itu, anaknya melihat langsung bagaimana sumber mata air itu dicemari sampah padahal mereka hendak berendam.
"Kok ada bekas makanan, tapi mesti nyemplung ke situ. Ada keengganan mereka untuk masuk ke situ. Dia pun protes 'siapa sih yang buang?'. Akhirnya dia bisa omelin, 'jangan buang-buang sampah sembarangan', katanya," tutur Andien.
Apa yang dilakukan Andien direspons positif Najeela Shihab, pendiri Sekolah.mu. Aktivis pendidikan yang akrab disapa Ela itu menyebut bahwa membahas keberlanjutan lingkungan sebenarnya tak sekadar mengajarkan materi atau hapalan tertentu, melainkan nilai kehidupan. Melibatkan anak sejak dini dengan menjadikannya sebagai pahlawan lingkungan adalah penting untuk bekal mereka menyelesaikan masalah lebih besar di masa mendatang.
"Values yang kita percaya harus nyambung dengan yang kita ajarkan. Enggak bisa kita ajarkan anak soal hemat air tapi caranya pakai kekerasan, misalnya. Kita lagi bangun kompetensi yang dibutuhkan anak di masa depan... Kompetensi berpikir secara sistematis. Enggak akan membosankan kalau begitu," ujarnya.
Belajar Harus Menyenangkan
Ela juga mengingatkan bahwa anak-anak harus merasa diberdayakan sejak dini. Prinsipnya, mereka diajarkan sesuatu yang bisa dipraktikkan dan terkait kehidupan mereka sehari-hari. Yang tak kalah penting adalah proses belajar mengajar dilakukan secara menyenangkan.
"Menyenangkan adalah cara natural bikin anak pengen tahu lebih banyak dan melakukannya di kehidupan sehari-hari secara konsisten," ucap dia.
Belajar soal bijak menggunakan air, misalnya, bisa dimulai dari soal miskonsepsi. Bahasa yang digunakan sebaiknya disederhanakan meski bukan berarti landasan ilmu sainsnya tidak penting. Hanya saja, sambung Ela, kalau sekadar menghapal ilmu pengetahuan, anak-anak itu tidak bisa disebut sudah memiliki kompetensinya.
"Anak kuliahan aja kalau ditanya sederhana, siklus air seperti apa, banyak yang enggak paham. Banyak yang merasa paham, tapi ternyata salah," ujarnya.
Karena itu, proses belajar tidak bisa dibatasi hanya di dalam kelas saja. Penggunaan teknologi bisa membantu anak memahami lebih dalam soal isu tersebut, termasuk dengan modul pengajaran secara daring yang bisa diakses secara gratis.
"Anak-anak butuh latihan beragam. Enggak bisa dikasih tugas yang sama. Itulah pentingnya personalisasi karena mungkin ada yang udah tahu, tapi ada yang enggak tahu sama sekali," dia menambahkan.
Advertisement