Liputan6.com, Jakarta - Ketika telepon berdering, dia selalu siap untuk merespons. Baik itu saat matahari masih terik atau hujan badai di tengah malam, dedikasinya tak pernah pudar. Bagi banyak anak muda yang membutuhkan, dia menjadi sosok ibu yang selalu hadir di saat-saat kritis.
Adalah Tammy Kumin, founder dari Concierge Service for Students (CSS) atau layanan pramutamu untuk mahasiswa yang berasal dari Boston, AS. Melansir NY Post pada Senin, 2 Oktober 2023, meski usianya sudah menginjak 70an tahun, Kumin tak pernah lelah melayani. Dari mendatangi toko di jam-jam terakhir sebelum tutup, menyiapkan makanan hangat, hingga menangani cucian, Kumin selalu siap sedia.
Baca Juga
Bahkan, ketika salah satu siswanya dimasukkan ke dalam penjara di Miami, dia bersedia menaiki pesawat pada saat-saat terakhir untuk membebaskannya. Di saat lain, dia berpacu dengan waktu menuju ruang gawat darurat di New York.
Advertisement
"Saya mungkin bukan ibu biologis mereka, tapi saya memberikan dukungan penuh sebagai 'ibu' bagi para siswa," ujar Kumin. Layanan ini menangani berbagai keperluan siswa, mulai dari kebutuhan praktis sehari-hari hingga dukungan kesehatan mental.
Layanan pramutamu yang didirikannya pada 1993 memiliki tujuan untuk membantu pelajar, baik domestik maupun internasional, khususnya di kawasan Timur Laut. Dengan biaya Rp156 juta per tahun akademik, para orangtua dapat merasa tenang, mengetahui bahwa anak-anak mereka yang sedang menjalani pendidikan jauh dari rumah mendapatkan segala bentuk dukungan yang mereka butuhkan.
Menawarkan Beragam Fasilitas
Fasilitas yang ditawarkan oleh CSS sangat beragam, mulai dari pengiriman makanan, bimbingan belajar, pembuatan janji di spa, bantuan dalam reservasi restoran, hingga pembuatan keanggotaan di pusat kebugaran. Tak hanya itu, Kumin dan timnya juga membantu siswa dalam hal mencari apartemen, merakit furnitur, hingga menyusun acara pesta.
Layanan medis dan dukungan administratif, seperti membantu pembayaran tagihan dan urusan perbankan, juga menjadi bagian dari paket yang ditawarkan. Dari pusat operasi CCS yang terletak di Massachusetts, Kumin bersama dengan empat rekan "ibu" lainnya berbagi tanggung jawab untuk melayani para siswa. Tim ini bekerja tanpa henti setiap hari, selama 24 jam, berfungsi sebagai sosok pengganti orangtua saat orangtua asli siswa berada jauh dari mereka.
Meski berpusat di Boston, jangkauan layanan CSS tidak terbatas pada area tersebut. Beberapa siswa dari sekolah terkemuka seperti Parsons School of Design dan NYU, yang berlokasi di New York City, juga menjadi klien CCS. Untuk kebutuhan sehari-hari, CCS memiliki tim "kurir" lokal yang dipercaya untuk mengantarkan kebutuhan dasar seperti bahan makanan dan layanan cuci.
Namun, ketika datang ke isu-isu yang lebih serius, seperti masalah medis atau hukum, Kumin langsung mengambil alih. "Kami sangat memahami situasi dan tantangan yang dihadapi oleh siswa yang menjalani pendidikan jauh dari rumah," ujarnya.
Advertisement
Layani Rata-Rata 30 Siswa per Tahun
"Dan saat mereka membutuhkan kami, kami selalu ada untuk mereka. Dalam tim kami, kami semua memahami latar belakang, kebiasaan, dan kebutuhan setiap anak dengan baik."
Meski sangat mendalami keterlibatannya, Kumin menekankan bahwa dia dan timnya bukan pengganti orangtua asli siswa. Mereka lebih seperti perpanjangan tangan cinta dari orangtua mereka.
Sejak awal pendiriannya, CSS sangat bergantung pada rekomendasi dari mulut ke mulut dan tidak mengikuti strategi pemasaran formal. Selama lebih dari tiga dekade, tim ini telah melayani rata-rata 30 siswa setiap tahunnya dan terus menjalin hubungan dengan sebagian besar dari mereka bahkan setelah mereka beranjak dewasa.
Salah satu alumni CSS, Salman Al Kabbani, yang kini berusia 36 tahun dan menetap di Manhattan, mengenang pengalamannya dengan Kumin dan timnya. Ketika ia pertama kali pindah ke Amerika dari Arab Saudi pada usia 16 tahun, Kumin dan tim CSS memberinya rasa aman dan dukungan emosional yang sangat dibutuhkan di saat itu.
Ketika Al Kabbani pertama kali menginjakkan kaki di Amerika Serikat untuk menempuh pendidikan di Tilton School, sebuah sekolah berasrama di New Hampshire, dia merasa kebingungan. Kumin dan timnya di CSS menjadi jangkar dalam kehidupannya.
Â
Banyak Siswa Terbantu
Meski layanannya tidak murah, Al Kabbani mampu membayar dengan dana dari beasiswa yang ia peroleh. "Saya masih ingat ketika saya dan beberapa siswa lainnya diberi kesempatan untuk datang ke rumah mereka, makan malam bersama, menikmati masakan rumahan," kenang Al Kabbani.
"Bahkan saat saya membutuhkan tumpangan, menghadapi masalah, atau hanya butuh teman bicara, mereka selalu ada untuk saya."
Momen yang paling berkesan bagi Al Kabbani adalah ketika ia menghadapi kondisi medis yang kritis pada tahun 2010. Meskipun ia memiliki keluarga, Kumin adalah orang pertama yang ia hubungi. "Sebelum bahkan memberi tahu ibu saya, saya berbicara dengan Kumin karena saya tahu ia akan mendengar dan mendukung saya," katanya.
Banyak siswa lain yang merasakan manfaat serupa dari layanan CSS. Alexander Hochberg (18) dari Upper East Side adalah salah satu dari mereka. Ibunya, Jacqui, merasa sangat bersyukur karena ada Kumin dan tim yang mendukung anaknya. "Ketika Anda tahu ada kelompok ibu sewaan yang mendukung anak Anda, membuat anak Anda merasa seperti di rumah meski jauh dari rumah, itu adalah perasaan yang luar biasa," ujar Jacqui.
Advertisement