Liputan6.com, Jakarta - Gurita raksasa tiba-tiba muncul di Bundaran HI, Jakarta Pusat, Jumat (6/10/2023). Tentunya bukan gurita sungguhan tapi merupakan alat peraga demo yang diprakarsai oleh organisasi lingkungan internasional, Greenpeace. Aksi ini juga sempat ramai dan bikin heboh di media sosial.
Situasi itu membuat Polres Metro Jakarta Pusat mengamankan 12 belas aktivis Greenpeace, yang berunjuk rasa di kolam Bundaran HI, karena memasukkan alat peraga demo ke dalam kolam. Menurut Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Pol Komarudin, para aktivis membawa atribut berupa ornamen gurita raksasa yang bertuliskan oligarki yang kemudian dimasukkan ke dalam kolam Bundaran HI.
Baca Juga
"Ada sekitar 10 sampai 12 orang menceburkan diri dengan memasukkan barang-barang tersebut langsung kita amankan," terang Komarudin saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (5/10/2023), dikutip dari Antara.
Advertisement
Komarudin menjelaskan unjuk rasa itu dimulai sekitar pukul 05.00-05.30 WIB dengan belasan orang yang merupakan aktivis Greenpeace datang ke Bundaran HI dengan membawa atribut ornamen gurita raksasa tersebut. Sejumlah petugas pun telah memberikan imbauan kepada aktivis, tapi tidak diindahkan.
Petugas akhirnya membawa para aktivis ke Polsek Menteng untuk diperiksa lebih lanjut. Komarudin menambahkan unjuk rasa yang dilakukan Greenpeace tersebut melanggar hukum karena tidak mengantongi izin dari pihak kepolisian.
Ia menegaskan pihaknya tidak melarang penyampaian pendapat di muka umum, namun harus tetap ikut aturan, salah satunya mengajukan izin kepada Kepolisian. Ia juga mengimbau bahwa kebebasan berpendapat tidak bisa diartikan sebagai bebas sebebasnya, termasuk pada tempat melakukan unjuk rasa.
"Ada aturan di dalamnya yang harus dipatuhi oleh setiap warga negara karena itu undang-undang dibuat," terang Komarudin. Berdasarkan video yang diunggah dari akun Instagram resmi Greenpeace Indonesia @greenpeaceid, ornamen gurita yang diberi nama Monster Gurita Oligarki itu ditempatkan di dalam kolam Bundaran HI.
Ornamen gurita berwarna merah tersebut terlihat mencengkeram patung manusia yang mengenakan jas hitam. Ornamen juga dilengkapi dengan sejumlah poster berisi tuntutan, seperti "Pilih Bumi, bukan Oligarki".
Greenpeace Ajak Publik Mewaspadai Oligarki
Dalam aksinya, para aktivis Greenpeace menyebut gurita tersebut sebagai oligarki. Dengan tentakelnya, monster oligarki itu terlihat mencengkeram tiga patung manekin yang menampilkan figur kandidat calon presiden (capres) yaitu Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto dan Anies Baswedan. Melalui aksi tersebut, Greenpeace mengajak publik untuk mewaspadai oligarki yang menyelinap di belakang para kandidat.
"Gawat teman-teman!! Ada monster gurita oligarki muncul di Bundaran HI, ia semakin besar dan rakus, sedang mengincar pesta demokrasi kita untuk terus melanggengkan pengaruh demi kepentingan golongan mereka saja," tulis Greenpeace Indonesia dalam unggahan di akun Intagramnya pada Jumat (6/10/2023).
Mereka juga mendesak para capres untuk memiliki komitme serius untuk melepaskan diri dari agenda oligarki. "Tunjukkan komitmen itu dalam dokumen visi-misi yang diserahkan ke KPU," kata Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Iqbal Damanik, dilansir dari merdeka.com.
"Rakyat sudah merasakan dampak buruk dari menguatnya kekuatan ekonomi-politik oligarki di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini, seperti terancamnya demokrasi dan pelindungan lingkungan hidup, serta perampasan ruang hidup masyarakat adat dan kelompok rentan lainnya," sambungnya.
Beberapa bulan lalu, Greenpeace Indonesia juga sempat menggelar aksi protes di Jakarta. Pada Minggu, 16 April 2023 pukul 7 pagi, Greenpeace bersama komunitas lain yaitu Bike To Work, Komite Penghapusan Bensin Bertimbel, KoPK, Road Safety Association, Forum Diskusi Transportasi Jakarta, dan Institute for Transportation and Development Policy menggelar aksi tabur bunga di Simpang Santa di kawasan Jakarta Selatan.
Advertisement
Greenpeace dan Jalur Sepeda
"Ini bertujuan merespons dihilangkannya trotoar dan jalur sepeda yang konon bertujuan untuk mengurai kemacetan di lokasi tersebut,” ujar Bondan Andriyanu Pengkampanye iklim dan energi Greenpeace kepada Liputan6.com pada Selasa, 18 April 2023.
Dalam foto aksi tabur bunga yang diunggah di laman Instagram Greenpeace Indonesia, terlihat bunga pemakaman ditaburkan di atas jalur sepeda yang tinggal setengah karena ditutupi beton, dengan sepeda yang ditidurkan di sebelah taburan bunga dan tulisan di kertas yang berbunyi "Rest in Peace Peradaban Transportasi #ReThinkMobility” dan “#SelamatkanPedestrian #SelamatkanJalurSepeda."
Hal ini jadi masalah bagi Greenpeace dan komunitas yang turut serta dalam aksi lantaran kebijakan tersebut membuat Jakarta lebih mundur dari segi keberpihakan pada lingkungan. Dengan mengubah jalur sepeda dan pedestrian menjadi jalan raya untuk mobil dan motor, hal ini diartikan sebagai dukungan untuk masyarakat menggunakan kendaraan pribadi yang berkontribusi pada meningkatnya emisi gas rumah kaca.
"Beban emisi DKI Jakarta dari transportasi mencapai 19.165 ton/hari, yang bersumber dari sepeda motor (45%), truk (20%), bus (13%), mobil diesel (6%), mobil bensin (16 %), dan kendaraan roda tiga (0,23%), sementara beban CO2 mencapai 318.840 ton/hari yang bersumber dari truk (43%), bus (32%), sepeda motor (18%), mobil bensin (4%), mobil diesel (3%), dan tiga -roda (0,01%)," demikian disampaikan oleh Ahmad Safrudin selaku Direktur Eksekutif KPBB dalam rilis yang dibagikan.
Kebijakan Pjs Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono yang menghapus lajur sepeda dan fasilitas pejalan kaki di perempatan Santa disebut melanggar UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, di antaranya yang menyebutkan bahwa pesepeda dan pejalan kaki berhak atas fasilitas pendukung keamanan, keselamatan, ketertiban, trotoar, tempat penyeberangan dan fasilitas lain demi kelancaran dalam berlalu lintas.
Aksi Tabur Bunga Greenpeace
"Penghilangan lajur sepeda dan fasilitas pejalan kaki di Jalan Santa ini bertentangan dengan amanat putusan PN Jakarta Pusat yang mengabulkan gugatan Warga Negara atas pencemaran udara di Jakarta. Seharusnya fasilitas NMT ini diperluas dalam rangka merealisasikan peningkatan kualitas udara sebagai mana amanat putusan PN Jakarta Pusat," pesan tegas dari Bondan Andrianu, Greenpeace.
Selain itu, kebijakan ini juga seakan meruntuhkan dedikasi Jakarta selama dua dekade untuk mengurangi gas emisi dengan membangun fasilitas angkutan umum masal (BRT Trans Jakarta dengan jaringan Jak Lingko) dipadu dengan kebijakan Non Motorized Transport (NMT), yaitu fasilitas pejalan kaki dan lajur sepeda.
Menurutnya, pembongkaran trotoar dan lajur sepeda tidak ada signifikansinya dalam upaya rekayasa lalu lintas mengurai kemacetan seperti yang diharapkan. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta merespons cepat aksi tabur bunga Greenpeace yang kemudian viral di media sosial dan mendapat banyak dukungan warganet.
Namun, perubahan kebijakan yang serba diambil secepat kilat ini tentunya mengambil banyak anggaran. "Jadi ada pemborosan anggran yang perlu kita lihat terjadi di sini. Angkanya berapa perlu ditanya ke DKI Jakarta mungkin ya. Untuk bangun trotoar itu berapa, dan untuk upaya pembongkaran berapa," kata Bondan.
Advertisement