Sukses

Perjuangan Komunitas Lokal Bikin Rammang-Rammang Jadi Geopark Global UNESCO Disorot Media Asing

"Ini adalah gugusan karst terbesar kedua di dunia, tempat dengan menara dan puncak batu kapur menjulang tinggi, di puncaknya terdapat hutan hujan dan air terjun yang mengalir deras," begitu media asing SCMP memulai ulasan tentang Rammang-Rammang yang sudah berstatus sebagai Geopark Global UNESCO.

Liputan6.com, Jakarta - "Ini adalah gugusan karst terbesar kedua di dunia, tempat dengan menara dan puncak batu kapur menjulang tinggi, di puncaknya terdapat hutan hujan dan air terjun yang mengalir deras," begitu media asing SCMP memulai ulasan tentang Rammang-Rammang yang sudah berstatus sebagai Geopark Global UNESCO, dikutip dari situs webnya, Kamis (12/10/2023).

Titel bergengsi itu didapatkan pada 2022, membuatnya jadi satu dari 195 situs di 48 negara yang telah diberikan perlindungan karena warisan geologi dan keindahannya yang spektakuler. Terletak 43 km di utara kota Makassar, nama resminya adalah Maros Pangkep Global Geopark, sebut publikasi tersebut.

"Meski penduduk setempat menyebutnya Rammang-rammang, yang berarti 'awan' dalam bahasa Makassar; kabut tebal menyelimuti kawasan itu saat fajar dan ketika hujan," imbuhnya. Dilanjutkan bahwa Rammang-Rammang akhirnya jadi destinasi ekowisata adalah "kisah Daud dan Goliat."

Drama ini bermula pada 2005, ketika Pemerintah Kabupaten Maros mengeluarkan izin pada belasan perusahaan pertambangan untuk mengekstraksi marmer Sulawesi. Ditambah pabrik semen yang didirikan di pinggir taman, industri-industri ini semula diperkirakan sebagai akhir keindahan alam Rammang-Rammang.

Namun, komunitas lokal membalikkan keadaan melalui kampanye akar rumput. Nasrul jadi salah satu penduduk setempat yang jadi bagian kampanye tersebut. "Karst itu," kata Nasrul sambil menunjuk salah satu formasi batuan terbesar, "Sangat penting bagi kami. Kami menyebutnya Gunung Suci karena kami percaya roh nenek moyang kami tinggal di sana."

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Awalnya Dukung Pertambangan, tapi ...

Seperti kebanyakan tetangganya, Nasrul awalnya mendukung penambangan karst. "Ketika perusahaan pertambangan datang, mereka menjanjikan pekerjaan pada kami," kenangnya. "Saya pikir itu bagus karena saat itu tidak ada pekerjaan di sini."

"Tapi, saat itu saya tidak memahami dampak penambangan. Saya kemudian terpapar edukasi dan mulai memahami bahwa alam bukan hanya untuk kita hancurkan dan jual, namun diwariskan pada generasi mendatang. Jadi, saya bergabung dengan kelompok Youth River Community, yang melakukan kontak dengan politisi, mendapat saran dari LSM, dan menyebarkan kesadaran di media sosial."

"Kemudian, kami mulai memikirkan bagaimana kami dapat menghasilkan uang tanpa menambang karst dan memutuskan fokus pada ekowisata. Jika Anda merusak alam, Anda tidak punya apa-apa lagi. Tapi jika Anda melakukan ekowisata, Anda bisa menjaga alam dan mendapatkan uang," ia menambahkan.

Pada 2013, kampanye tersebut membuahkan hasil ketika pemerintah Maros mencabut berbagai izin pertambangan dan mengeluarkan moratorium lokasi tambang baru. Dua tahun kemudian, lahirlah kawasan ekowisata Rammang-rammang yang mempekerjakan 200 penduduk di bidang konservasi, pendidikan, pertanian organik, dan pengembangan masakan lokal.

 

3 dari 4 halaman

Menikmati Pemandangan Gunung Karst

Pada 2017, Geopark Maros-Pangkep diresmikan pemerintah pusat di Jakarta dan proposal telah diajukan ke UNESCO untuk status Global Geopark. Tahun 2019, jumlah pengunjung mencapai puncaknya, mencatat 50 ribu per tahun, menurut Badan Pusat Statistik.

Pariwisata sempat terhenti selama pandemi, namun kini kembali bangkit, dengan sekitar dua ribu orang, yang kebanyakan merupakan wisatawan nusantara, mengunjungi Rammang-Rammang setiap akhir pekan selama musim kemarau, menurut SCMP.

Cara terbaik untuk melihat karst, yakni dengan menaiki perahu kayu kecil, yang pilotnya mengenakan biaya Rp200 ribu untuk membawa pengunjung berlayar selama 20 menit menyusuri sungai yang membelah hutan hijau lebat yang merupakan rumah bagi sejumlah burung, monyet hitam, dan setidaknya 240 spesies kupu-kupu.

Perjalanan berakhir di Berua ('baru' dalam bahasa Makassar), sebuah desa yang dihuni 15 keluarga petani yang tinggal di rumah panggung. Mereka menjual minuman dan makanan ringan pada pengunjung untuk menambah penghasilan. Jalan setapak kayu tinggi yang melintasi persawahan hijau zamrud yang ditanam di antara karst membuat Rammang-Rammang jadi hits di Instagram. 

 

4 dari 4 halaman

Ekowisata Sebagai Solusi

Karst menempati area seluas 43 ribu hektare di sini. Namun, hanya 23 ribu hektare yang dilindungi geopark, sisanya terus terdegradasi industri ekstraktif. Alat berat galian 30 tambang resmi menderu-deru di sepanjang jalan penghubung Rammang-rammang hingga gua prasejarah.

Sedangkan di ratusan lubang kecil, penduduk setempat yang belum mendapat manfaat dari pariwisata bekerja di karst dengan perkakas tangan. Menurut situs UNESCO, penunjukan Geopark Global valid selama empat tahun. "Setelah itu, fungsi dan kualitas setiap geopark diperiksa ulang secara menyeluruh selama proses validasi ulang," katanya.

Mempertahankan titel itu, bagi Nasrul, solusinya bertitik berat pada ekowisata. "Pariwisata jauh lebih baik daripada pertambangan," katanya. "Masyarakat lokal bisa bekerja sebagai supir perahu, pemandu wisata, atau membuka homestay seperti milik saya."

"Masyarakat yang tidak bekerja di bidang pariwisata dan hanya mengandalkan alam untuk bertahan hidup bisa memancing, mencari makan di hutan untuk bertahan hidup karena tidak tertutup debu tambang," ia menambahkan.

"Saya berharap ke depannya akan lebih banyak orang yang datang ke sini dan menyebarkan kesadaran tentang pentingnya menjaga karst," tandasnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini