Liputan6.com, Jakarta - Guliran tren bisnis kuliner termasuk salah satu yang tercepat. Pergantiannya tidak semata memberi presentasi makanan baru, namun juga pengalaman berbeda. Di antara beberapa, ada yang mencoba "mendefinisikan ulang fine dining," yang mana konsep konvensionalnya sudah cukup populer.
Menurut co-founder Restoran Mari Merangkai Bunga Seroja (MMBS), Faza Zharfan, perlu digarisbawahi bahwa definisi fine dining sendiri masih sering jadi perdebatan. "Terlebih ketika banyak bermunculan gaya-gaya dining baru, seperti experience dining, fine casual, omakase, chef's table, dan sebagainya," sebut dia melalui pesan pada Liputan6.com, Kamis, 12 Oktober 2023.
Baca Juga
Ia menyambung, "Tapi secara konsensus, dapat kita sepakati bahwa fine dining itu adalah sebuah gaya penyajian makanan dengan super detail, mulai dari pemilihan bahan baku, suasana, teknik memasak, sampai pelayanan."
Advertisement
Sementara itu, co-owner SISILIA Street Dining, Gery Pradany, menjelaskan melalui pesan, Jumat, 13 Oktober 2023, "Fine dining bagi kami adalah sebuah pengalaman makan yang memiliki kesan mewah. Pengalaman mulai dari masuk hingga keluar tempat makan yang dilayani penuh oleh pelayan yang rapi, ramah, dan sangat baik."
"Tidak hanya dari pelayanan, menu yang disajikan pun lengkap dengan set menu dan harus terlihat mewah dengan rasa yang tidak kalah mewah," tuturnya. "Begitu juga dengan alat makan yang tersedia, lengkap dan ditata rapi."
"Semua pengalaman ini yang SISILIA ingin coba berikan dengan harga terjangkau, sehingga siapapun bisa merasakan pengalaman tersebut atau merayakan hari spesial bersama orang orang tersayang tanpa harus merogoh kocek yang dalam," ia menambahkan.
Â
Tatar Sunda Dining
Di sisi lain, kata Faza, MMBS tidak pernah melabeli diri sebagai fine dining. "Tapi, banyak teknis dari gaya gastronomi tersebut yang kami pinjam dan inovasikan dengan corak budaya dan gastronomi Sunda, sehingga kami menyebut diri kami sebagai 'Tatar Sunda Dining,'" sebut dia.
"Percampuran budaya makan dan gastronomi hiperlokal dalam konteks dining yang lebih komprehensif juga banyak terjadi di tempat lain," ia melanjutkan. "Contoh dekatnya seperti Dewakan di Malaysia dengan fokus bahan baku lokal, Sorn dengan fokus gastronomi Thailand selatan, serta August dengan gaya Indonesia kontemporer, tapi tetap sangat personal."
Dalam praktiknya, mereka fokus memunculkan "autentisitas gastronomi Sunda yang makin lama makin sulit dicari." "Selain itu, kami juga khawatir bahan baku dan teknik memasak tradisional Sunda akan hilang," ujarnya.
"Tanpa ada intervensi apapun dari pemerintah dan industri, mungkin sekali jika lama kelamaan gastronomi Sunda akan punah dan hanya tersisa simbolismenya saja. Misalnya, Maung Sunda (Panthera Tigris Sondaica) yang semua orang tahu, tapi tidak sadar bahwa keberadaannya saat ini diasumsikan sudah tidak ada," paparnya.
Menurutnya, bila masyarakat umum ditanya tentang makanan Sunda, kemungkinan besar mereka tahu semata lalap dan sambal. "Padahal, masih banyak gastronomi Sunda yang perlu dieksplorasi, mulai dari macam-macam lalap, teknik memasak, flora dan fauna endemik, sampai irisannya dengan tradisi, kepercayaan, dan adat istiadat," katanya lagi.
Advertisement
Tampil Lebih Ramah
SISILIA dengan konsep street dining-nya tampil lebih ramah, termasuk mempersilakan pelanggan datang tanpa harus memikirkan mengenakan pakaian apa. "Dine-in mewah di SISILIA menggunakan sendal jepit, celana pendek, kaus oblong, bahkan baju tidur pun dipersilahkan," ucap Gery.
Ia menyambung, "Bagi SISILIA, konsep yang kami jalankan ini berawal dari keresahan kami yang ingin merayakan hari spesial, seperti anniversary atau ulang tahun dengan makan 'cantik,' ingin dilayani dengan baik saat makan, namun terbentur harga yang sangat tinggi."
"Di samping menawarkan pengalaman makan mewah dengan harga terjangkau, kami juga selalu menjaga kualitas rasa makanan, sehingga konsumen yang mungkin tidak sedang merayakan hari spesial atau pernah menjajal experience yang kami berikan tetap akan selalu suka dengan rasa makanan kami."
Sepanjang perjalanan dari awal buka hingga saat ini, warung tenda berlokasi di area Kelapa Gading, Jakarta Utara ini sudah beberapa kali menambah dan menciptakan menu spesial untuk momen tertentu, seperti menu set Ramadhan yang hanya ada saat Ramadan dan menu set Valentine ketika Hari Valentine.
"SISILIA juga beberapa kali berkolaborasi dengan brand lain untuk membuat set menu kolaborasi, termasuk set menu Nyamas dengan main course menggunakan steak Nyamas yang di-plating ala SISILIA dan set menu Brun dengan dessert dari cokelat Brun yang diracik khusus hanya untuk SISILIA," kata Gery.
Tren Fine Dining ke Depannya
Ke depan, Gery melanjutkan, SISILIA akan berkolaborasi dengan perusahaan produsen penyedap rasa dan berbagai aneka bumbu makanan di Indonesia. "Akan launching pada November 2023," katanya. "Di event kolaborasi tersebut, kami meracik dua menu set baru yang sangat mewah, namun tetap dengan harga yang terjangkau."
"Cabang baru juga telah kami persiapkan, dan jika berjalan lancar akan buka akhir tahun ini," ia melanjutkan.
Sedangkan bagi MMBS, pihaknya sempat membuat beberapa pop-up dining bersama Seroja Bake, dan "antusiasmenya sangat tinggi," kata Faza. Inilah yang melatarbelakangi berdirinya restoran yang berlokasi di Bandung, Jawa Barat itu.
Sebelumnya akhirnya resmi membuka restoran sekitar dua bulan lalu, pihaknya sudah lebih dulu meriset tentang fenomena dining dan aksesibilitas yang jadi arahan mereka dalam merancang restoran ini.
Memperkuat bisnis, mereka mengaku akan rutin riset, serta keliling daerah-daerah di Jawa Barat, Jakarta, dan Banten. "Visit ke beberapa negara dengan industri dining yang sudah lebih kokoh, seperti Singapura dan Thailand, serta terus membangun hubungan baik dengan semua pihak yang terlibat," sebut Faza.
Dengan banyaknya bisnis fine dining yang keluar dari "kamus," menurutnya, tren ke depan akan fokus pada hiperlokal, keberlanjutan, sekaligus mengedukasi publik tentang kultur makan tersebut. Jadi, apakah Anda tertarik mencoba?
Advertisement