Sukses

Studi: Makanan Ultra Proses Bisa Bikin Kecanduan bak Narkoba

Para peneliti menegaskan bahwa konsumsi makanan ultra proses dapat "memenuhi kriteria diagnosis gangguan penggunaan narkoba".

Liputan6.com, Jakarta - Ketika berbicara tentang kecanduan, pikiran kita biasanya mengarah ke barang memabukkan, seperti alkohol atau narkoba. Namun, bukti ilmiah terbarumengindikasikan bahwa cara konsumsi makanan oleh sebagian orang dapat setara dengan kecanduan obat-obatan.

Para peneliti menegaskan bahwa konsumsi tertentu makanan, khususnya makanan ultra proses, (ultra-processed foods (UPFs)), dapat "memenuhi kriteria diagnosis gangguan penggunaan narkoba". Mengutip kanal Citizen6 Liputan6.com pada 7 Oktober 2023, makanan ultra proses adalah makanan yang diproduksi secara industri, mengandung bahan-bahan yang tidak akan Anda temukan di dapur rumah Anda. 

Dilansir dari The Guardian pada Selasa, 10 Oktober 2023, ada beberapa perilaku spesifik yang menandakan kecanduan ini. Hal ini meliputi keinginan yang sangat kuat untuk mengonsumsi makanan tertentu, gejala ketika berusaha mengurangi atau menghentikan konsumsi, kesulitan mengontrol asupan meskipun menyadari dampak buruknya, dan terus-menerus mengonsumsi meskipun sadar akan risiko seperti obesitas, gangguan makan berlebihan, penurunan kualitas kesehatan fisik dan mental, serta berdampak pada kualitas hidup.

Dalam analisis yang melibatkan 281 penelitian dari 36 negara, ditemukan bahwa sekitar 14 persen orang dewasa dan 12 persen anak-anak mungkin mengalami "kecanduan makanan ultra proses". Temuan ini dipublikasikan dalam British Medical Journal.

Studi ini menimbulkan pertanyaan penting tentang bagaimana kita mendefinisikan dan mengatasi kecanduan makanan. Jika makanan yang mengandung karbohidrat dan lemak tinggi ini secara resmi diakui sebagai "adiktif", hal ini dapat menginspirasi perubahan signifikan dalam kebijakan kesehatan publik, perawatan klinis, dan inisiatif pendidikan.

2 dari 4 halaman

Upaya Peningkatan Kesehatan Dunia

Ashley Gearhardt, salah satu penulis dari studi tersebut dan juga seorang profesor psikologi di Universitas Michigan, menyatakan bahwa ada "konsensus" yang kuat yang mendukung validitas dan relevansi klinis dari kecanduan makanan.

"Dengan pemahaman yang lebih mendalam tentang masalah ini, ada harapan untuk mendekati cara baru dalam mempromosikan kesehatan masyarakat yang lebih baik," kata Gearhardt.

Gearhardt menyampaikan dengan menyadari bahwa beberapa makanan olahan memiliki karakteristik seperti zat yang membuat ketagihan, kita bisa berkontribusi pada peningkatan kesehatan dunia. Tambahan informasi menunjukkan bahwa ada kebutuhan untuk penelitian lebih lanjut di area UPF ini.

Meskipun beberapa ahli merasa bahwa produk ini dicap buruk tanpa alasan yang jelas, kesepakatan umum di antara mereka adalah perlunya penelitian mendalam untuk memahami dampak potensial UPF pada kesehatan global.

Rekan sejawat penulis, Alexandra DiFeliceantonio, yang merupakan asisten profesor di Fralin Biomedical Research Institute di AS, menyatakan, "Mengingat seberapa umumnya konsumsi makanan jenis ini, yang mencakup 58 persen kalori yang dikonsumsi di Amerika Serikat, namun masih banyak yang belum kita pahami."

Tim peneliti dari AS, Brasil, dan Spanyol mengungkapkan bahwa karbohidrat atau lemak yang telah diolah dapat meningkatkan kadar dopamin ekstraseluler di bagian otak yang sama dengan efek dari zat yang membuat ketagihan seperti nikotin dan alkohol.

3 dari 4 halaman

Memengaruhi Kesehatan Mental

"Berdasarkan kesamaan dalam perilaku dan respons biologis, makanan yang kaya dengan karbohidrat olahan atau lemak tambahan dianggap sebagai potensial zat yang membuat ketagihan."

Penulis penelitian tersebut juga menambahkan bahwa kecepatan penyerapan makanan ke dalam usus yang kaya akan karbohidrat dan lemak dapat meningkatkan potensi ketagihan. "Selain itu, aditif makanan dapat meningkatkan kecanduan terhadap makanan ultra proses UPF, aditif tersebut dapat memperkuat dampak kalori di usus."

Sementara itu, sebuah penelitian skala besar di Australia menemukan bahwa orang yang mengonsumsi makanan ultra proses dalam jumlah besar berisiko mengalami depresi yang jauh lebih besar dibandingkan mereka yang mengonsumsi sedikit makanan olahan. Studi ini dipublikasikan di Journal of Affective Disorders, lapor kanal Citizen6 Liputan6.com pada 7 Oktober 2023.

Penelitian terbaru di Australia ini mengamati data selama 15 tahun dari lebih dari 23 ribu orang di Melbourne Collaborative Cohort Study, sebuah survei yang mengamati pengaruh pola makan dan gaya hidup terhadap risiko penyakit kronis. Awalnya, tidak ada peserta yang mengonsumsi obat untuk depresi atau kecemasan.

Para peneliti lalu membagi kelompok menjadi beberapa kuartil berdasarkan proporsi asupan energi mereka yang berasal dari makanan ultra proses. Mereka yang berada di kuartil tertinggi, 37,1 persen dari total makanan mereka berasal dari makanan ultra proses, yang menyediakan hampir separuh dari seluruh asupan energi mereka. Mereka yang berada pada kuartil terendah makan rata-rata 15,9 persen berdasarkan massa (30,8 persen berdasarkan energi).

 

4 dari 4 halaman

Pengaruh Makanan Ultra Proses pada Otak

Setelah menyesuaikan karakteristik sosiodemografi, gaya hidup, dan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, para peneliti menemukan bahwa mereka yang berada di kuartil tertinggi untuk konsumsi makanan ultra proses memiliki kemungkinan 23 persen lebih besar untuk menunjukkan "peningkatan tekanan psikologis," yang merupakan penanda depresi.

Makanan ultra proses umumnya tinggi karbohidrat, lemak jenuh, dan energi, serta rendah protein dan serat. Makanan ultra proses juga seringkali rendah mikronutrien, seperti vitamin B12, vitamin D, vitamin E, niasin, piridoksin, tembaga, besi, fosfor, magnesium, selenium, dan zinc. Semua ciri-ciri ini cenderung meningkatkan peradangan, yang telah dikaitkan dengan depresi dan masalah kesehatan mental lainnya.

Lalu, apa saja yang termasuk makanan ultra proses? Banyak makanan yang dimakan orang sehari-hari masuk ke dalamnya, bahkan ada pula yang dipasarkan sebagai "makanan sehat." Berikut beberapa daftarnya yang perlu Anda ketahui:

  • Minuman ringan berkarbonasi dan jus manis.
  • Makanan ringan kemasan manis, permen, dan es krim, roti, dan kue-kue yang diproduksi secara massal.
  • Margarin dan olesan roti lainnya.
  • Sereal sarapan termasuk cereal bar, pai, hidangan pasta dan pizza.
  • Nugget atau makanan olahan dari unggas dan ikan, seperti sosis, burger, hot dog, dan produk daging olahan lainnya.
  • Sup instan bubuk dan kemasan, mi dan makanan penutup.