Liputan6.com, Jakarta - Pengguna media sosial tentu sudah akrab dengan konten "A Day In My Life." Sementara versi umumnya tidak menimbulkan kontroversi, lain halnya saat video tersebut dibuat dalam edisi Perang Israel-Hamas.
Rekaman viral itu awalnya dibagikan akun TikTok @theisraelbites, yang saat artikel ini ditulis telah mengubah profilnya jadi privat. Namun, video yang dimaksud diunggah ulang banyak akun media sosial, menyertakan keterangan sinis pada perempuan yang diketahui bekerja sebagai pembuat roti tersebut.
Di video tersebut, ia terdengar berkata, "Setelah mendengar terdapat kekurangan besar makanan aman untuk celiac bebas gluten di pangkalan militer di seluruh negeri, kami berkumpul dengan toko roti bebas gluten di Yerusalem untuk memastikan para tentara mendapat cukup makanan."
Advertisement
"Dalam perjalanan menuju toko roti, kota Yerusalem terasa seram dan sepi. Kami segera mulai membuat roti, cookie, dan kue untuk dikirim ke seluruh negeri," imbuhnya. "Terima kasih para relawan yang menawarkan diri mengantar kami."
"Kami segera memahami bahwa kami kehabisan tepung dan perlu mencari lebih banyak lagi, jika kami ingin dapat terus membuat roti. Bahkan supermarket terbesar di Yerusalem tidak memiliki tepung bebas gluten di raknya, namun syukurlah mereka mengizinkan kami masuk ke gudang, dan kami menemukan apa yang kami butuhkan."
"Kami dapat melanjutkan pekerjaan kami untuk hari itu, namun kami tahu kami tidak akan mampu melewati hari berikutnya tanpa lebih banyak tepung. Kami sudah selesai mengemas semua kantong (roti) untuk malam itu, dan kami memutuskan menyudahinya, sehingga kami dapat memiliki cukup energi untuk melakukan semuanya lagi keesokan hari," sebut si pembuat roti untuk tentara Israel itu.
Situasi Kontras
Karena bantuan donasi, ia menyebut mereka bisa memberi roti pada 400 tentara Israel. "Kami akan terus membuat roti selama itu dibutuhkan," tandasnya.
Video ini "dijahit" sejumlah akun media sosial yang sepertinya merupakan simpatisan Palestina. Di tidak sedikit video, banyak yang membandingkan situasi kontras dengan rakyat Palestina yang mengaku tidak punya makanan sama sekali. "Pasti melelahkan melawan orang-orang kelaparan tanpa roti bebas gluten," sindir salah satunya.
"Klip ini jadi bukti (warga) Isreal masih bisa hidup cukup nyaman dan bukan korban," sahut yang lain, sementara ada juga yang berkomentar, "Siapa juga yang mikirin roti bebas gluten pas perang? Ada makanan aja udah bersyukur. Konten ini sangat tidak sensitif."
"Liat di VT Abuy Zyad bilang kekurangan makanan 😭 jadi dia ngumpulin jeruk gitu sedih banget🥺," kata seorang warganet. "Bisa-bisanya dia masih naik public transport dengan nyaman 😌," kata yang lain, dan disahut, "Masih bisa minum kopi pake tumblr tuh."
Advertisement
Nasib Orang Palestina di Israel
Kontras dengan si pembuat roti, orang Palestina di Israel menjalani "hidup tidak senyaman itu." Pengacara dan organisasi hak asasi manusia di Israel telah menerima lusinan pengaduan, baik dari pekerja maupun pelajar yang, sejak Sabtu lalu, tiba-tiba diskors dari sekolah, universitas, dan tempat kerja karena unggahan media sosial atau, dalam beberapa kasus, percakapan dengan rekan kerja.
Surat yang dikirim beberapa lembaga atau kantor mereka mengutip unggahan yang ditulis di media sosial dan dugaan dukungan terhadap "terorisme" sebagai alasan penangguhan segera sampai "masalah tersebut diselidiki." Di beberapa kasus, penerima telah dipanggil untuk menghadap komite disiplin.
"Orang-orang yang telah bekerja selama tiga, empat, lima tahun mendapati diri mereka menerima surat yang mengatakan jangan masuk kerja karena apa yang Anda publikasikan," kata Hassan Jabareen, direktur Adalah, Pusat Hukum untuk Hak-Hak Minoritas Arab di Israel, dikutip dari Al Jazeera, 18 Oktober 2023.
Dalam beberapa kasus, "mereka mengatakan sidang akan diadakan di kemudian hari, namun mereka tidak (menentukan) kapan," katanya. "Sidang harus diadakan sebelum Anda mengambil keputusan."
Tidak Sah Dilakukan
Adalah mengetahui setidaknya ada selusin pekerja yang diskors sejak Sabtu lalu karena kondisi serupa, sebagian besar karena unggahan di media sosial. Mereka juga menerima pengaduan dari sekitar 40 mahasiswa Palestina di universitas dan perguruan tinggi Israel yang telah menerima surat pengusiran atau skorsing dari institusi mereka.
Wehbe Badarni, direktur Serikat Pekerja Arab di kota utara Nazareth, juga mengatakan pada Al Jazeera bahwa serikat pekerja tersebut menindaklanjuti lebih dari 35 pengaduan, termasuk pelajar dan pekerja di rumah sakit, hotel, pompa bensin, serta restoran.
Di satu surat yang dilihat Al Jazeera, sebuah perusahaan telah memanggil seorang karyawan ke sidang telepon untuk "memeriksa kemungkinan pemutusan hubungan kerja dengan perusahaan tersebut" atas "unggahan yang mendukung aktivitas dan hasutan teroris."
"Hasutan untuk melakukan terorisme adalah tuduhan serius yang perlu dibuktikan di pengadilan," kata Salam Irsheid, pengacara Adalah. "Menurut kami, apa yang terjadi saat ini tidak sah."
Advertisement