Sukses

Konsumsi Plastik Album K-Pop Meroket, Kekhawatiran Dampak Lingkungan Meningkat

Data terbaru mengungkap bahwa jumlah plastik yang digunakan dalam pembuatan album K-Pop telah melonjak lebih dari 14 kali lipat dalam enam tahun terakhir.

Liputan6.com, Jakarta - Seiring populernya K-pop secara global, masalah lingkungan yang signifikan sayangnya ikut tumbuh bersamanya. Data terbaru mengungkap bahwa jumlah plastik yang digunakan dalam pembuatan album K-Pop telah melonjak lebih dari 14 kali lipat dalam enam tahun terakhir.

Melansir Koreaboo, Senin, 30 Oktober 2023, dokumen rilisan Kementerian Lingkungan Hidup Korea Selatan yang diperoleh Woo Won Shik dari Partai Demokrat Korea (DPK) menunjukkan bahwa perusahaan hiburan K-pop menggunakan 801,5 ton plastik pada 2020 untuk produksi album fisik.

Ini termasuk CD, photocard, dan vinil pembungkus. Sebagai gambaran, angkanya "hanya" 55,8 ton pada 2017. Yang lebih mengkhawatirkan lagi, angka-angka ini mungkin diremehkan, katanya. Berkaca pada volume penjualan album K-pop yang sangat besar, jumlah plastik yang digunakan bisa jadi jauh lebih tinggi.

Data dari pelacak penjualan lokal Circle Chart menunjukkan bahwa lebih dari 74,2 juta album K-pop terjual di Korea Selatan pada 2020. Ini berarti sekitar 1.395 ton sampah plastik hanya berasal dari CD, tidak termasuk bahan kemasan dan barang dagangan lain. Setiap unit CD rata-rata memiliki berat sekitar 18 gram.

HYBE, salah satu agensi hiburan raksasa, mengungkap dalam laporan manajemen keberlanjutannya bahwa mereka menggunakan 894,6 ton plastik untuk memproduksi dan mengemas album K-pop pada 2020. Ketika penggunaan plastik melonjak, yang mana itu berpeluang menambah sampah plastik, perusahaan-perusahaan ini menanggung beban keuangan lebih besar.

Pasalnya, mereka diharuskan membayar biaya sebagai kompensasi atas dampak lingkungan yang ditimbulkan. Di saat yang sama, kepedulian terhadap lingkungan tidak pernah diabaikan fandom K-pop.

2 dari 4 halaman

Kampanye Advokasi Global

Survei pada 2021 oleh Kpop4Planet, sebuah inisiatif iklim digital yang digerakkan para penggemar, menemukan bahwa 95,6 persen responden percaya perusahaan hiburan harus bertanggung jawab atas tindakan industri terkait perubahan iklim. Penggemar dan artis dianggap bertanggung jawab masing-masing oleh 59,4 persen dan 39,5 persen responden.

Sebagai tanggapan, Kpop4Planet telah meluncurkan kampanye advokasi global bertajuk "Tidak Ada K-Pop di Planet Mati." Kampanye ini mendorong industri untuk lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan. Mereka telah mendesak perusahaan untuk memperkenalkan "opsi album ramah lingkungan."

Hal ini akan memungkinkan penggemar membayar beberapa album sambil hanya menerima salinan fisik dalam jumlah terbatas, sehingga mengurangi pemborosan. Meski perusahaan hiburan telah mengambil langkah menuju praktik lebih ramah lingkungan, seperti mendistribusikan musik dan merchandise secara digital, langkah-langkah tersebut tidaklah cukup.

Seruan Kpop4Planet untuk opsi album ramah lingkungan masih belum terjawab. Praktiknya kian mengkhawatirkan karena Kementerian Lingkungan Hidup Korea Selatan belum berencana menerapkan peraturan pada perusahaan hiburan untuk mengurangi sampah plastik.

3 dari 4 halaman

Tuntutan Lingkungan Lainnya

Juga, tidak ada inisiatif untuk memasukkan album musik ke dalam daftar pemantauan yang dikemas secara berlebihan. Perwakilan Woo menekankan pengaruh global dari genre ini dan mendesak perusahaan hiburan meningkatkan standar manajemen Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola (ESG) mereka.

Ia juga meminta Kementerian Lingkungan Hidup negara itu merancang strategi untuk mengatasi masalah sampah plastik yang berkembang. Sarannya antara lain menetapkan peraturan yang mewajibkan perusahaan memberi informasi pembuangan pada kemasan album dan membuat langkah-langkah pembagian biaya untuk pengelolaan limbah.

Sebelum ini, K-popers, sebutan penggemar K-pop, juga menuntut komitmen fesyen ramah lingkungan dari sejumlah merek mewah dunia, menyebut idola mereka berhak memakai "pakaian yang berkelanjutan." Kelompok aktivis K-pop, Kpop4Planet, telah memulai kampanye "Unboxed: High Fashion, High Carbon."

Sebagaimana diketahui, idola-idola yang sangat populer, seperti BTS dan BLACKPINK, disusul wajah-wajah baru, termasuk NewJeans dan TOMORROW BY TOGETHER, telah menarik para K-popers, membuat mereka tertarik dengan merek-merek mewah.

4 dari 4 halaman

Desakan Memperbaiki Skor Ramah Lingkungan

Gerakan itu mengajak K-popers, terutama yang biasnya, sebutan idol K-pop favorit, didapuk jadi duta merek mewah, untuk menandatangi petisi yang menuntut aksi nyata merek-merek mahal dalam "memperbaiki skor ramah lingkungan" mereka. Secara khusus, mereka memanfaatkan momen ulang tahun debut BLACKPINK pada Agustus 2023.

Jisoo, Jennie, Rose, dan Lisa masing-masing mewakili brand mewah berbeda. Berkaca pada itu, mereka menyerukan Dior, Chanel, Saint Laurent, dan Celine untuk memenuhi janji keberlanjutan mereka dalam industri yang merupakan salah satu "sektor paling berpolusi di dunia."

"BLACKPINK mendapat nilai A+, tapi fesyen mewah benar-benar gagal dalam hal iklim," kata juru kampanye Kpop4Planet, Dayeon Lee, dikutip dari Euronews, 5 September 2023. "Merek-merek ini adalah penggemar K-washing yang membeli produk-produk yang mengancam masa depan kita."

Kampanye tersebut mengklaim bahwa keempat label kelas atas telah gagal memenuhi komitmen iklim mereka dan hanya jadi penggemar "green-washing" melalui promosi yang menggandeng idol K-pop. Ruth MacGilp, yang berbicara atas nama LSM lingkungan Action Speaks Louder, mengatakan, merek-merek mewah mengklaim bahwa mereka lebih ramah terhadap lingkungan dibandingkan fast fashion karena harga dan kualitas produk mereka.

Namun, emisi yang dihasilkan bahan bakar fosil mereka terus meningkat. Penggemar K-pop memang terkenal dengan aktivisme mereka, namun ini adalah protes paling signifikan yang pernah dilakukan sehubungan dengan industri fesyen, catat publikasi itu.