Liputan6.com, Jakarta - Usai pandemi Covid-19, warga Indonesia banyak yang berwisata termasuk menggunakan pesawat terbang. Namun belakangan ini harga tiket rute domestik dianggap terlalu mahal. Di sisi lain, tiket pesawat rute luar negeri ke sejumlah destinasi hampir sama bahkan ada yang lebih murah dibandingkan ke destinasi lokal.
Hal itu membuat sejumlah wisatawan Indonesia lebih memilih membeli tiket pesawat ke luar negeri dibandingkan rute domestik. Situasi itu juga mendapat perhatian dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) yang tentunya berharap wisatawan nusantara (wisnus) lebih memilih berwisata di dalam negeri.
Baca Juga
"Kenapa tiket rute domestik lebih mahal, kita harus membahas masalah ini dengan berbagai stakeholder terkait. Kita harus duduk bersama baik pihak maskapai maupun pemerintah, bagaimana cara menambah jumlah pesawat rute domestik," kata Menteri Pariwisata Ekonomo dan Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno dalam The Weekly Brief with Sandi Uno yang digelar secara hybrid, Senin (30/10/2023).
Advertisement
"Kalau ada penambahan jumlah pesawat untuk rute domestik, maka frekuensi penerbangan dan ketersediaan kursi bisa makin meningkat, kalau itu terjadi dalam jangka panjang maka bisa membuat harga tiket rute domestik turun," sambungnya.
Sandiaga Uno mengakui masih ada penyebab lainnya yang membuat harga tiket pesawat rute domestik dianggap terlalu mahal. Salah satunya adalah naiknya harga minyak dunia karena ada konflik geopolitik di beberapa negara.
Meski begitu, Menparekraf tetap meyakini masalah harga tiket ini bisa diselesaikan di dalam negeri. Kuncinya adalah kolaborasi pihak maskapai dengan pemerintah.
"Sebagai orang yang pernah di bisnis penerbangan, masalah seperti ini ada jalan tengahnya. Semua pihak harus duduk bersama terutama pihak maskapai dan pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan. Kita tinggal mencari jalan tengahnya sehingga masalah harga tiket ini bisa ada solusinya," tutur Sandiaga.
Susi Pudjiastuti Ikut Soroti Mahalnya Tiket Pesawat Domestik
Masalah harga tiket pesawat domestik yang lebih mahal dari internasional juga mengundang perhatian dari berbagai pihak. Contohnya dari pendiri dan pemilik maskapai penerbangan Susi Air, Susi Pudjiastuti. Ia merespons melalui akun Twitter atau X miliknya, @susipudjiastuti.
"Karena ekonomi scale-nya tidak cukup. Kenapa??? Frekuensi tidak cukup, connectivity tidak bagus, biaya-biaya service yang tidak pake prinsip service," cuit Susi dikutip Senin, 1 Agustus 2023.
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan itu mencontohkan biaya-biaya tersebut, yakni landing fee, navigation fee, groundhandling fee, coordination fee, dan lainnya. "Bali airport landing feenya lebih mahal dari Seletar (Singapura). Avtur yang mahal, lebih mahal dari luar negeri. Semua kemahalan dibanding harga di negara lain. Akhirnya lebih baik tidak ada penerbangan daripada dimurahkan/ dibebaskan biaya-biaya pendukung," tulis Susi.
Belum lama ini, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi turut menanggapi curhat masyarakat soal mahalnya tiket pesawat lokal, salah satuna di Nusa Tenggara Timur (NTT). Dia menjelaskan kalau persoalan harga tiket pesawat ini jadi masalah global, tak cuma satu wilayah saja.
Advertisement
Penjelasan Menhub Tentang Tiket Pesawat Mahal
Curhatan harga tiket pesawat mahal diungkap oleh PJ Gubernur NTT Ayodhia G L Kalake disela-sela sambutannya pada puncak perayaan Hari Maritim Nasional ke-59, di Kupang, NTT. "Kenaikan yang sangat signifikan pada harga tiket antar wilayah dalam provinsi Nusa Tenggara turut menyumbang inflasi," ungkapnya, dikutip dari kanal Bisnis Liputan6.com, Jumat, 13 Oktober 2023.
Menanggapi itu, Menhub Budi Karya Sumadi mengatakan akan berusaha untuk menekan harga tiket pesawat tersebut. Menurut pantauan, harga tiket Kupang-Labuan Bajo saat itu berkisar Rp1,2--Rp2 juta sekali jalan, dan Maumere-Kupang pernah tembus Rp5,6 juta sekali jalan.
"Berkaitan dengan tiket mahal yang disertai tepuk tangan, saya tersenyum, tapi hati saya bersemangat untuk memberikan tiket yang affordable," terang Budi Karya Sumadi.
Usai acara, dia menjelaskan kalau persoalan harga tiket pesawat mahal bukan hanya terjadi di Indonesia. Tapi ini merupakan masalah global imbas dari pandemi Covid-19.
"Tiket itu bukan masalah Indonesia tapi global karena secara sistematis 2,5 tahun Covid itu, bayak sekali penerbangan yang kolaps. Indonesia itu penurunannya 90 persen, bayangkan dari 100 sisa 10, 2,5 tahun tidak beroperasi berakibat pada dunia industri pesawat di dunia juga stagnan akhirnya berhenti lah dia berproduksi," tuturnya.
Menhub Ungkap 3 Hal yang Harus Dilakukan
"Secara bersamaan tiba tiba banyak dengan kurva berkebalikan, jadi demand-nya naik, supply dari pesawat, suku cadang, harga (naik), itu bermaslaah, kami lihat terjadi satu titik tertentu yang kita lagi mencari format apa yang kita jalankan untuk kita selesaikan," sambung Menhub Budi.
Upaya lainnya yang dilakukan Menhub adalah mengatur harga avtur hingga pajak atas suku cadang. Harapannya, ini bisa berpengaruh pada harga akhir yang dibebankan kepada konsumen.
"Kita berupaya me-manage harga avtur minta pajak atas suku cadang tidak dikenakan," kata Menhub. Dia mencatat ada dua masalah besar yang menjadi faktor mahalnya harga tiket. Pertama, demand-supply yang tak seimbang yang mengerek harga. Kedua, kemampuan ekonomi masyarakat di daerah yang belum bisa menunjang minat penggunaan pesawat tadi.
"Ada tiga yang harus dilakukan. Satu menciptakan equilibrium jumlah pesawat, menambah jumlah pesawat baik yang lama maupun baru. Kedua menurunkan struktur cost, entah itu pajak, avtur dan lain-lain. Ketiga, peran Pemda masyakarat supaya daya beli masyakat naik, okupansinya di atas 60 persen," terang Menhub Budi.
Advertisement