Liputan6.com, Jakarta - Meskipun hidup dalam keterbatasan, beberapa rekan difabel tetap berjuang untuk bekerja dan berkarya. Namun, seringkali mereka menghadapi kesulitan dalam mencapai kesetaraan dalam dunia kerja.
Inilah yang menginspirasi Ratnawati Sutedjo untuk mendirikan Precious One, sebuah yayasan berbasis usaha kerajinan tangan yang memberdayakan penyandang disabilitas. Ratnawati, seorang sociopreneur di balik Precious One, mendirikan yayasan ini pada 2004.
Baca Juga
Awalnya, Ratna tidak pernah membayangkan dirinya akan terlibat dalam dunia disabilitas. Namun, semuanya berawal dari sebuah "janji" yang dia sumpahkan pada 2001, ketika Ratna mengalami titik terendah dalam hidupnya. Saat itu, dia harus beristirahat total selama dua bulan karena terinfeksi virus hepatitis A.
Advertisement
Dalam sebuah kesempatan Virtual Media Briefing Tokopedia untuk menyambut Hari Pahlawan pada Rabu, 8 November 2023, Ratna menceritakan bagaimana ketidakberdayaannya saat itu justru menjadi pendorong untuk membuka diri terhadap penyandang disabilitas.
"Saya mendapat pemikiran, dan saya yakin itu datang dari Tuhan. 'Bagaimana perasaan teman-teman yang memiliki disabilitas, misalnya mereka memiliki telinga tapi tidak dapat digunakan untuk mendengar? Mereka memiliki tangan, tapi tidak dapat digunakan untuk bekerja?' Sementara saya saat itu masih memiliki pendengaran dan anggota tubuh lengkap, namun saya merasa tidak memiliki kekuatan dan merasa tidak berguna," ungkapnya.
Dari situ, ketika kondisinya sudah membaik dan pulih sepenuhnya, Ratna mulai mempelajari bahasa isyarat dan memulai perjalanannya bersama seorang teman tunarungu.
"Saya mulai bertemu dengan mereka. Saat berinteraksi, ternyata mereka curhat, 'saya sangat ingin bekerja, sudah lama saya melamar pekerjaan, tapi tidak pernah ada yang mau mempekerjakan saya, karena saya tidak bisa mendengar.' Hati saya tersentuh dan saya merasa sedih. Saya berkata, 'mereka bukanlah orang yang malas, mereka ingin bekerja'," ungkapnya.
Awalnya Buat Produk Sederhana
Nama "Precious One" dipilih oleh Ratna dengan keyakinan bahwa setiap individu, tanpa memandang kondisinya, memiliki value-nya tersendiri. "Precious itu berharga, one itu satu, jadi kami percaya bahwa setiap orang di kondisi apapun dia, adalah sosok pribadi yang berharga," ucapnya.
Ratnawati menjelaskan bahwa pada awalnya, rekan difabel yang bekerja di Precious One hanya membuat produk-produk sederhana seperti klip rambut dan kartu ucapan karena keterbatasan bahan. "Karena waktu itu bahannya seadanya, saya coba membuat yang simpel dulu gitu," tambahnya.
Pada saat itu, Ratnawati hanya memasarkan produk-produknya kepada teman-teman di kantornya. Kemudian, saat ini, Precious One telah memperluas jangkauan bisnisnya dengan menjual produk-produknya secara online di Tokopedia.
"Waktu itu sempat dari staf Tokopedia juga datang ke workshop kami ya, yang masih di kampung yang lama. Dari situ, saya baru tau ternyata Tokopedia tuh adalah tempat untuk semua orang bisa berjualan, dan memang paling berasa itu adalah ketika pandemi di tahun 2020," cerita Ratnawati.
Pandemi tersebut, lanjut Ratnawati, memberikan dampak signifikan terhadap penjualan produk di Precious One yang kerap menurun, dimana mereka biasa berjualan secara luring lewat sebuah pameran. "Akhirnya kami fokuskan semuanya secara online, dan kami melihat dampaknya luar biasa banget," imbuhnya.
Â
Advertisement
Jangkau Konsumen sampai ke Papua
Hal tersebut pun memberi poengaruh positif terhadap teman-teman disabilitas yang bekerja di Precious One. "Ini membantu teman-teman difabel untuk mendapatkan penghasilan, mendukung kreativitas mereka, dan memperluas pasar hingga mencapai daerah-daerah seperti Papua," tutur Ratnawati.
Precious One, diketahui telah memberdayakan puluhan teman difabel untuk menjadi karyawan dari berbagai komunitas, termasuk tuna netra, autis, tuna rungu, dan down syndrome. Selain itu, Precious One juga menjalankan kolaborasi dengan ratusan teman difabel di berbagai daerah seperti Jawa Timur (Sidoarjo dan Mojokerto) serta Jawa Tengah (Semarang dan Salatiga).
Saat ini, terdapat 23 teman difabel yang telah bergabung dengan Precious One dan berfokus pada pembuatan berbagai karya kriya. Produk-produk yang ditawarkan juga sudah beragam, di antaranya hasil karya berupa tempat tisu, tas tangan, pajangan dari boneka kertas, boneka tangan, dan lainnya. Selama 18 tahun perjalanan di Precious One, Ratna seringkali menghadapi berbagai tantangan, terutama yang terkait dengan keragaman kondisi penyandang disabilitas.
"Kami menyadari bahwa kami tidak mampu mengatasi semua kesulitan yang dihadapi oleh teman-teman disabilitas. Dan memang tidaklah mudah, mengingat beragamnya kondisi yang mereka hadapi," ungkap Ratna. Ia juga menegaskan bahwa dirinya tidak bisa menjadi solusi bagi semua penyandang disabilitas.
Dobrak Stigma Negatif Masyarakat
Selain menghadapi tantangan internal, Precious One juga kerap dihadapkan pada tantangan dari luar, yaitu pandangan negatif masyarakat sekitar terhadap penyandang disabilitas. "Banyak orang yang menilai produk yang dibuat oleh teman-teman disabilitas sebagai kurang baik, sehingga produk tersebut ditawarkan dalam kondisi terbatas pada saat itu," tambahnya.
Namun, Ratna merasa bersyukur karena sekarang, berkat media sosial, masyarakat sudah lebih memahami dan mengubah persepsi negatif mereka terhadap penyandang disabilitas. "Perubahan dan dampak yang terjadi itulah yang mendorong kami untuk terus berkarya," ungkap Ratna.
Perempuan yang sebelumnya bekerja sebagai sekretaris itu berharap agar penyandang disabilitas di seluruh dunia dapat mengembangkan dan memanfaatkan potensi yang dimilikinya. Ratnawati Sutedjo yakin bahwa, meskipun mereka memiliki keterbatan atau kekurangan, Tuhan pasti memberikan kemampuan yang dapat mereka kembangkan.
"Saya yakin Tuhan memberikan kemampuan kepada penyandang disabilitas. Ketika mereka bekerja keras dan tidak menyerah, saya percaya itu akan membawa hasil yang baik dalam hidup mereka," katanya.
Sementara itu, data internal Tokopedia melaporkan jumlah transaksi Precious One dmengalami lonjakan transaksi hampir 30 kali lipat selama semester I 2023 saat pascapandemi, dibandingkan semester II 2019 saat prapandemi kemarin.
Advertisement