Liputan6.com, Jakarta - Foto yang beredar di jagat maya memberitakan soal Masjid Al Aqsa, yang berlokasi di Yerusalem, Israel biasanya akan menunjukan foto masjid berkubah emas. Tapi, yang mana yang sebetulnya adalah Masjid Al Aqsa?
Pendakwah dan penulis, Ustaz Felix Siauw, pada salah satu video yang diunggah di kanal YouTubenya berjudul "Sejarah Baitul Maqdis", pada Selasa, 21 Mei 2021, menjelaskan tentang apa yang sebetulnya disebut Masjid Al Aqsa. Dalam video tersebut, ia menjelaskan bahwa Masjid Al Aqsa bukan merupakan salah satu masjid, melainkan keseluruhan kompleks masjid.
"Bukan yang seperti salah duga oleh beberapa orang saat zaman sekarang, 'Oh Masjidil Aqsa yang ada kubah emasnya ya?' Bukan, itu kubah Al-Shakhrah atau kubah batu," jelasnya.
Advertisement
Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa ada beberapa masjid lainnya yang berada di kompleks tersebut. Masjid berkubah abu-abu yang terletak di depan Kubah Shakhrah yang bukan Masjidil Aqsa tapi namanya adalah Masjid Al-Qibli atau Masjid Kiblat.
"Satu kompleks itu yang dinamakan Masjidil Aqsa, di situ sendiri ada banyak sekali kubah-kubah, bangunan, tempat wudu, dan seterusnya," jelasnya lagi.
Ia juga menjelaskan kenapa masjid tersebut disebut sebagai kompleks. "Masjidil Aqsa itu adalah tempat yang dinamakan kompleks Masjidil Aqsa, kenapa dikatakan kompleks? Karena memang pada saat itu bentuknya bukan seperti sekarang, jadi bentuknya hanya sebidang tanah dan itu yang disebut Masjidil Aqsa," jelasnya.
Salah Kaprah soal Masjid
Ustaz Felix juga mengatakan bahwa terdapat salah kaprah masyarakat Indonesia mengenai masjid. "Masyarakat Indonesia, jika bicara tentang masjid itu harus ada bangunanya, harus ada kubahnya, harus ada bintang dan bulannya. Tidak sih sebetulnya," ungkapnya.
Ia menjelaskan, syarat-syarat masjid sebetulnya ada tiga, yakni, memiliki satu tempat tertentu, memiliki batas yang dikatakan masjid sehingga jika orang berada di dalamnya berlakulah hukum masjid, dan memiliki kiblat.Â
Masjid Al Aqsa jadi masjid terpenting di Yerusalem. Masjid ini berada dalam kompleks seluas 35 hektare yang disebut Al-Haram Ash-Sharif (Tempat Suci Yang Mulia) atau Temple Mount, yakni situs tersuci ketiga dalam Islam setelah Makkah dan Madinah.
Dilansir dari laman Aljazeera, Kamis, 13 Mei 2021, kompleks Masjid Al-Aqsa terletak di Kota Tua Yerusalem yang telah ditetapkan sebagai situs Warisan Dunia oleh badan kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa, UNESCO.
Dilansir dari Stepfeed, Kamis, Al-Aqsa adalah salah satu situs tersuci dalam Islam. Sementara Muslim kini berdoa ke arah Ka'bah di Arab Saudi, ini tidak selalu menjadi kebiasaan.
Sebelum beralih ke Ka'bah sebagai kiblat, arah yang harus dihadapi selama salat, umat Islam biasa salat ke arah Tempat Suci di Yerusalem, tempat Al-Aqsa sekarang berdiri. Nabi Muhammad kemudian diperintahkan untuk mengambil Ka'bah sebagai kiblat melalui peristiwa Isra Miraj.
Advertisement
Bukan Hanya Satu Masjid
Meski Masjid Al-Aqsa kini dianggap sebagai bangunan tunggal, situs tersebut sebenarnya terdiri dari beberapa masjid, seperti Masjid Buraq dan Masjid Marwani. Untuk menghindari kebingungan, kompleks yang lebih luas di mana Al-Aqsa berada biasanya disebut sebagai Al-Haram Ash-Sharif (Tempat Suci Yang Mulia).
Situs tersebut telah menjadi wilayah yang paling diperebutkan di Tanah Suci sejak Israel menduduki Yerusalem Timur, termasuk Kota Tua, pada 1967, bersama dengan Tepi Barat dan Jalur Gaza. Namun, konflik ini terjadi lebih jauh lagi, sebelum berdirinya Israel.
Pada 1947, PBB menyusun rencana pembagian untuk memisahkan Palestina yang bersejarah, yang saat itu berada di bawah kendali Inggris, menjadi dua negara, satu untuk orang Yahudi, sebagian besar berasal dari Eropa, dan satu lagi untuk Palestina. Negara Yahudi diberikan 55 persen tanahnya, dan 45 persen sisanya untuk negara Palestina. Yerusalem, yang merupakan lokasi kompleks al-Aqsa, adalah milik komunitas internasional di bawah administrasi PBB. Ia diberikan status khusus ini karena pentingnya bagi tiga agama Ibrahim.Â
Perang Arab-Israel
Perang Arab-Israel pertama pecah pada 1948 setelah Israel mendeklarasikan status negara mereka, merebut sekitar 78 persen wilayah, dan sisa wilayah Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Gaza berada di bawah kendali Mesir dan Yordania. Peningkatan perambahan Israel atas tanah tersebut meningkat pada 1967, setelah perang Arab-Israel kedua, yang mengakibatkan pendudukan Israel atas Yerusalem Timur, dan akhirnya aneksasi ilegal Israel atas Yerusalem, termasuk Kota Tua dan al-Aqsa.
Penguasaan ilegal Israel atas Yerusalem Timur, termasuk Kota Tua, melanggar beberapa prinsip hukum internasional, yang menguraikan bahwa kekuatan pendudukan tidak memiliki kedaulatan atas wilayah yang didudukinya. Selama bertahun-tahun, pemerintah Israel telah mengambil langkah lebih lanjut untuk mengendalikan dan melakukan Yahudisasi terhadap Kota Tua dan Yerusalem Timur secara keseluruhan.
Pada 1980, Israel mengesahkan undang-undang yang menyatakan Yerusalem sebagai ibu kota Israel yang "lengkap dan bersatu", yang melanggar hukum internasional. Saat ini, tidak ada negara di dunia yang mengakui kepemilikan Israel atas Yerusalem atau upaya Israel untuk mengubah geografi dan demografi kota tersebut.
Warga Palestina di Yerusalem, yang berjumlah sekitar 400.000 jiwa, hanya memiliki status tinggal permanen, bukan kewarganegaraan, meskipun mereka lahir di sana, berbeda dengan orang Yahudi yang lahir di kota tersebut.
Sejak 1967, Israel telah memulai deportasi diam-diam terhadap warga Palestina di kota tersebut dengan menerapkan kondisi yang sulit bagi mereka untuk mempertahankan status kependudukan mereka. Israel juga telah membangun setidaknya 12 pemukiman ilegal khusus Yahudi di Yerusalem Timur, menampung sekitar 200.000 warga Israel, sementara menolak izin bangunan Palestina dan menghancurkan rumah mereka sebagai hukuman karena membangun secara ilegal.
Advertisement