Sukses

Mengapa Penyelenggaraan COP28 di Dubai Dinilai Kontroversial?

Para pemimpin dunia akan membahas penanggulangan perubahan iklim pada pertemuan puncak besar PBB di Dubai, COP28. Peristiwa ini terjadi setelah satu tahun terjadinya cuaca ekstrem yang memecahkan banyak rekor iklim.

Liputan6.com, Jakarta - Para pemimpin dunia akan membahas penanggulangan perubahan iklim pada pertemuan puncak besar PBB di Dubai, COP28. Peristiwa ini terjadi setelah satu tahun terjadinya cuaca ekstrem yang memecahkan banyak rekor iklim.

Dikutip dari BBC, Kamis, 2 November 2023, COP28 adalah pertemuan iklim tahunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-28. Di agenda tersebut, negara-negara akan membahas cara membatasi dan mempersiapkan diri menghadapi perubahan iklim di masa depan.

KTT tersebut diadakan di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA), mulai 30 November hingga 12 Desember 2023. COP adalah singkatan dari "Conference of the Parties", "para pihak" yang terlibat adalah negara-negara yang menandatangani perjanjian perubahan iklim PBB pada 1992.

Lantas, mengapa penyelenggaraan COP28 di Dubai disebut kontroversial? Jawabannya karena UEA adalah salah satu dari 10 negara penghasil minyak terbesar di dunia. Mereka juga menunjuk kepala eksekutif perusahaan minyak milik negara, Sultan Al Jaber, sebagai presiden pembicaraan COP28. Minyak –seperti gas dan batu bara– adalah bahan bakar fosil.

Ini adalah penyebab utama perubahan iklim karena melepaskan gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global seperti karbon dioksida ketika dibakar untuk energi. Namun, perusahaan minyak milik Al Jaber berencana untuk memperluas kapasitas produksi.

"Hal ini setara dengan menunjuk CEO sebuah perusahaan rokok untuk mengawasi konferensi mengenai penyembuhan kanker," kata kelompok kampanye 350.org.

Al Jaber berpendapat bahwa ia mempunyai posisi yang tepat untuk mendorong tindakan dari industri minyak dan gas. Sebagai pimpinan perusahaan energi terbarukan Masdar, ia juga mengawasi perluasan teknologi ramah lingkungan, seperti tenaga angin dan surya.

2 dari 4 halaman

Apa yang Akan Didiskusikan di COP28?

COP28 diharapkan dapat membantu mewujudkan tujuan membatasi kenaikan suhu global jangka panjang hingga 1,5 derajat Celcius. Hal ini disetujui oleh hampir 200 negara di Paris pada 2015.

Target 1,5 derajat Celcius sangat penting untuk menghindari dampak perubahan iklim yang paling merusak, menurut badan iklim PBB, Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). Pemanasan jangka panjang saat ini mencapai sekitar 1,1 derajat Celcius atau 1,2 derajat Celcius dibandingkan dengan masa pra-industri, periode sebelum manusia mulai menggunakan bahan bakar fosil dalam skala besar.

Namun, dunia diperkirakan akan mengalami pemanasan sebesar 2,5 derajat Celcius pada 2100, bahkan dengan adanya komitmen untuk mengatasi emisi saat ini. Peluang untuk mempertahankan batas 1,5 derajat Celcius "menyempit dengan cepat", kata PBB.

Selain kemajuan menuju Paris Goals yang ada, COP28 akan berkonsentrasi pada:

  • mempercepat peralihan ke sumber energi bersih, untuk "mengurangi" emisi gas rumah kaca sebelum 2030
  • menyalurkan dana untuk aksi iklim dari negara-negara kaya ke negara-negara miskin, dan mengupayakan kesepakatan baru untuk negara-negara berkembang
  • berfokus pada alam dan manusia
  • menjadikan COP28 sebagai yang "paling inklusif" yang pernah ada
3 dari 4 halaman

Siapa Saja yang Akan Hadir di COP28?

Lebih dari 200 negara diundang, meskipun para pemimpin dari banyak negara seperti AS, China, dan India masih belum mengonfirmasi kehadiran mereka. Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak akan ambil bagian, dan Istana Buckingham telah mengonfirmasi bahwa Raja Charles III juga akan hadir.

Ia akan menyampaikan pidato pembukaan kepada para delegasi pada 1 Desember 2023. Badan amal lingkungan, kelompok masyarakat, lembaga think tank, dunia usaha dan kelompok agama juga akan ambil bagian. Ratusan delegasi yang memiliki hubungan dengan bahan bakar fosil menghadiri COP27 pada 2022.

Apa saja poin-poin penting yang mungkin menjadi kendala dalam COP28?

Kemungkinan akan terjadi perbedaan pendapat mengenai masa depan bahan bakar fosil yang "tidak dapat dihentikan", batu bara, minyak dan gas yang dibakar tanpa teknologi untuk menangkap emisinya. Al Jaber telah menyerukan "pengurangan bertahap" dalam penggunaannya, yang berarti pengurangan seiring berjalannya waktu, namun tidak sepenuhnya berakhir.

Namun, Uni Eropa diperkirakan akan mendorong "penghentian bertahap" secara penuh. Para penggiat perubahan iklim menekankan bahwa pembatasan perjanjian terhadap bahan bakar fosil yang "tidak dapat dihentikan" akan memungkinkan sejumlah produksi terus berlanjut. Mereka mengatakan tidak ada jaminan bahwa penangkapan emisi akan berhasil dalam skala besar.

4 dari 4 halaman

Tudingan Greenwashing

Pada COP27, dana "kerugian dan kerusakan" disepakati bagi negara-negara kaya untuk membayar negara-negara miskin yang menghadapi dampak perubahan iklim. Namun, detail cara kerjanya masih belum jelas. Amerika Serikat, misalnya, telah mengesampingkan pembayaran reparasi iklim untuk emisi historisnya.

Pada 2009, negara-negara maju berkomitmen untuk memberikan 100 miliar dolar AS per tahun, pada 2020, kepada negara-negara berkembang untuk membantu mereka mengurangi emisi dan bersiap menghadapi perubahan iklim. Target tersebut meleset namun diperkirakan akan tercapai pada 2023.

Kritik terhadap COP sebelumnya, termasuk juru kampanye sekaligus aktivis lingkungan asal Swedia Greta Thunberg, menuduh KTT tersebut melakukan "greenwashing", yaitu, negara dan dunia usaha mempromosikan kredensial iklim mereka tanpa melakukan perubahan yang diperlukan.

Namun seiring berkumpulnya para pemimpin dunia, KTT ini menawarkan potensi perjanjian global yang melampaui ukuran nasional. Misalnya, batas pemanasan 1,5 derajat Celcius, yang disepakati di Paris pada COP21, telah mendorong "aksi iklim yang hampir universal", menurut PBB.