Sukses

Profil Benjamin Netanyahu, PM Israel Terlama yang Didesak Mundur oleh Warganya Sendiri

Pada Senin, 6 November 2023, para demonstran mengkritik tindakan Netanyahu yang dianggap telah menyebabkan serangan mematikan terhadap komunitas di sekitar Jalur Gaza. Lantas, siapakah Benjamin Netanyahu?

Liputan6.com, Jakarta - Polisi Israel berusaha menangkap para demonstran di depan rumah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang marah atas ketidakberhasilan pemerintahannya. Demonstran mengkritik tindakan Netanyahu yang dianggap telah menyebabkan serangan mematikan terhadap komunitas di sekitar Jalur Gaza, lapor kanal Global Liputan6.com sebagaimana dikutip dari Australia Financial Review pada Senin, 6 November 2023.

Sembari mengibarkan bendera Israel yang berwarna biru dan putih dan berseru "penjarakan sekarang," ratusan pengunjuk rasa berhasil menembus penghalang polisi di sekitar kediaman Netanyahu di Yerusalem, Israel. Protes serupa juga terjadi di Tel Aviv.

Hasil jajak pendapat menunjukkan bahwa lebih dari tiga perempat warga Israel mendesak Benjamin Netanyahu untuk mengundurkan diri. Kemarahan masyarakat semakin meningkat karena banyak warga yang masih ditahan di Gaza, dan mereka menuntut agar kerabat mereka segera dibebaskan.

Siapa sebenarnya Benjamin Netanyahu ini yang mendapat tekanan dari rakyatnya sendiri untuk mengundurkan diri? Benjamin, atau sering disebut Binyamin, dengan panggilan akrab Bibi, adalah seorang politisi dan diplomat Israel yang menjabat sebagai perdana menteri Israel tiga kali (1996--1999, 2009-–2021, dan 2022–-sekarang) dan merupakan perdana menteri terlama dalam sejarah Israel sejak negara ini merdeka. 

Dia lahir pada 21 Oktober 1949 (74 tahun). Dikutip dari Britannica, Selasa, 7 November 2023, anak dari seorang sejarawan bernama Benzion Netanyahu ini bersama keluarganya pindah ke Philadelphia, Amerika Serikat, pada 1963. Setelah bergabung dengan militer Israel pada 1967, ia bergabung dalam unit operasi elit Sayeret Matkal dan berpartisipasi dalam misi penyelamatan pesawat jet yang dibajak di Bandara Tel Aviv pada 1972.

2 dari 4 halaman

Keputusannya Sering Kontroversial

Netanyahu kemudian melanjutkan pendidikannya di Institut Teknologi Massachusetts, meraih gelar M.B.A. pada 1976, dan ikut serta dalam Perang Yom Kippur di Israel pada 1973. Setelah saudaranya, Jonathan Netanyahu, tewas dalam operasi Entebbe pada 1976, Benjamin mendirikan Jonathan Institute, sebuah lembaga yang menyelenggarakan konferensi-konferensi tentang terorisme.

Netanyahu mengisi beberapa posisi sebagai duta besar sebelum akhirnya terpilih sebagai anggota Knesset (parlemen Israel) mewakili Likud pada tahun 1988. Ia memulai karir politiknya sebagai wakil menteri luar negeri (1988–-1991) dan kemudian sebagai wakil menteri dalam kabinet koalisi Perdana Menteri Yitzhak Shamir (1991–-1992).

Pada 1993, ia memenangkan pemilihan sebagai pemimpin partai Likud, menggantikan Yitzhak Shamir dalam posisi tersebut. Netanyahu dikenal karena sikapnya yang menentang perjanjian perdamaian Israel-PLO tahun 1993 dan penarikan pasukan Israel dari Tepi Barat dan Jalur Gaza.

Pada Juli 2014, Netanyahu memerintahkan operasi militer yang melibatkan skala besar di Jalur Gaza sebagai tanggapan atas serangan roket terhadap Israel. Setelah kampanye selama 50 hari tersebut berakhir, Netanyahu mengumumkan bahwa tujuan signifikan untuk merusak kemampuan militan Palestina dalam peluncuran roket telah tercapai. Namun, secara internasional, operasi ini dikritik karena tingginya jumlah warga Palestina yang terluka.

3 dari 4 halaman

Ketegangan dengan Mantan Presiden AS Barack Obama

Pada akhir 2014, terjadi pertentangan serius dalam koalisi pemerintah mengenai masalah anggaran dan undang-undang kontroversial yang akan mengukuhkan status Israel sebagai negara Yahudi. Akibatnya, pada bulan Desember, Netanyahu mengeluarkan Tzipi Livni dan Yair Lapid dari kabinet, yang memicu pemilihan umum awal yang dijadwalkan pada bulan Maret 2015.

Tegangan baru muncul dalam hubungan antara Netanyahu dan mantan Presiden AS, Barack Obama, yang sebelumnya sudah tegang akibat perbedaan pendapat mengenai negosiasi dengan Palestina. Ini terjadi pada 2014, ketika Netanyahu secara terbuka mengkritik kebijakan Iran yang diterapkan oleh pemerintahan Obama.

Kebijakan tersebut bertujuan untuk menyelesaikan isu nuklir Iran melalui perundingan internasional. Netanyahu berpendapat bahwa setiap bentuk kompromi akan membuka pintu bagi Iran untuk mengembangkan senjata nuklir, dan sebagai gantinya, ia mendukung pemeliharaan sanksi terhadap Iran.

Beberapa waktu kemudian, Netanyahu diinvestigasi dalam empat kasus berbeda yang mencakup tuduhan suap dan bentuk korupsi lainnya yang diduga dilakukan oleh Netanyahu dan orang-orang terdekatnya. Pada Februari 2018, polisi Israel mengumumkan bahwa mereka memiliki cukup bukti untuk merekomendasikan tuduhan suap dan penipuan dalam dua kasus.

Dalam kasus pertama, Netanyahu diduga memberikan hadiah-hadiah kepada pihak lain sebagai imbalan atas bantuan politik, termasuk cerutu mahal, sampanye, dan perhiasan. Dalam kasus ini, Yair Lapid, seorang saingan politik Netanyahu yang sebelumnya adalah mitra koalisi, menjadi saksi kunci.

 

4 dari 4 halaman

Dugaan Suap dan Korupsi

Dalam kasus kedua, Netanyahu diduga mencoba mempengaruhi liputan positif dari surat kabar Israel Yedioth Ahronoth dengan imbalan mengurangi sirkulasi dari saingan surat kabarnya, Israel Hayom. Polisi juga membeberkan tuduhan terhadap beberapa orang terdekat Netanyahu dalam kasus ketiga, yang melibatkan suap untuk pengadaan pembelian kapal selam Israel dari Perusahaan ThyssenKrupp, meskipun Netanyahu sendiri tidak terlibat.

Dalam kasus keempat, pada Desember 2018, Netanyahu juga direkomendasikan untuk dituntut, dengan tuduhan bahwa ia memengaruhi kebijakan peraturan yang menguntungkan perusahaan telekomunikasi Bezeq sebagai imbalan atas liputan positif di media yang dimiliki oleh pemegang saham mayoritas Bezeq. Keputusan akhir mengenai apakah Netanyahu akan diadili akan diputuskan oleh Jaksa Agung setelah memeriksa ketiga kasus yang melibatkan Netanyahu.

Sebagian besar sekutu politik Netanyahu awalnya mendukungnya ketika ia menolak tuduhan tersebut dan enggan mengundurkan diri. Namun, dukungan tersebut segera luntur ketika terjadi serangkaian perselisihan kebijakan.

Pada 7 Oktober 2023, Israel mengalami serangan paling mematikan sejak kemerdekaannya ketika Hamas melancarkan serangan koordinasi di darat, laut, dan udara. Serangan tersebut mengakibatkan setidaknya 1.400 warga Israel tewas dan sekitar 200 orang disandera.

Dalam upaya untuk menghadapi situasi tersebut, Netanyahu memasukkan Benny Gantz dari partai oposisi ke dalam kabinet daruratnya, dengan tujuan memperkuat aspek keahlian militer di dalam kabinet dan mengurangi ketergantungan pada menteri-menteri sayap kanan dalam pengambilan keputusan selama konflik tersebut.

Â