Sukses

Pramugara Korean Air Meninggal Akibat Kanker Setelah Terpapar Radiasi Kosmik Selama Bekerja 25 Tahun, Maskapai Dinilai Bertanggung Jawab

Pekerjaan sebagai pramugari atau pramugara ternyata juga berisiko tinggi terkena kanker. Kasus pramugara Korean Air bahkan membuat maskapai harus bertanggung jawab.

Liputan6.com, Jakarta - Maskapai Korea Selatan, Korean Air, menyatakan akan 'mengatur secara ketat' paparan radiasi kosmik pada seluruh awak kabinnya. Aturan baru itu dikeluarkan setelah seorang pramugara mereka meninggal dunia karena kanker yang disebabkan kecelakaan kerja. 

Keputusan Layanan Kompensasi dan Kesejahteraan Pekerja Korea yang dikelola pemerintah dikeluarkan bulan lalu dan dikirim ke AFP pada Selasa (7/11/2023). Mereka menemukan kematian akibat kanker pada seorang pramugara yang bekerja untuk maskapai penerbangan tersebut selama 25 tahun, disebabkan oleh paparan radiasi kosmik. 

Awak penerbangan terpapar pada tingkat radiasi kosmik alami yang lebih tinggi karena efek perisai atmosfer bumi berkurang di ketinggian yang lebih tinggi. Pramugara yang diidentifikasi dengan nama keluarga Song, menghabiskan hampir 1.022 jam di dalam pesawat setiap tahun dan hampir setengah dari penerbangannya mencakup rute jarak jauh ke Amerika dan Eropa.

Rute seperti itu membuat awak penerbangan terpapar lebih banyak radiasi kosmik karena mereka melakukan penerbangan di atas Kutub Utara, yang radiasinya lebih tinggi karena medan magnet bumi. Song didiagnosis menderita kanker perut stadium IV pada April 2021 dan meninggal sebulan kemudian.

Korean Air menolak mengomentari keputusan panel tersebut, namun membantah melakukan kesalahan. "Korean Air secara ketat mengelola data individual dan anggota kru dapat mengecek jumlah paparan radiasi kosmik terakumulasinya yang diperbarui setiap bulan," kata perusahaan itu dalam pertanyaan kepada AFP, dikutip dari Chanel News Asia, Selasa (7/11/2023).

 

 

2 dari 4 halaman

Maskapai Korean Air Dinilai Sepelekan Masalah

Perusahaan mengklaim membatasi paparan radiasi 'kurang dari 6mSv per tahun', 'jauh lebih ketat daripada standar paparan radiasi maksimum yang sah hingga 50mSv per tahun'. Saat panel sedang mempelajari kasus ini, Korean Air membantah adanya korelasi antara kanker yang diderita penggugat dan radiasi kosmik, dengan mengatakan bahwa pihaknya membatasi paparan radiasi tahunan di bawah 6mSv untuk awaknya.

Pada akhirnya, panel menolak klaim maskapai tersebut dengan mengatakan ada kemungkinan penggugat telah terkena "akumulasi radiasi lebih dari 100mSv". Mereka juga menyatakan metode pengukuran yang digunakan oleh Korean Air bisa saja meremehkan jumlah radiasi sebenarnya.

Keputusan tersebut adalah pertama kalinya bagi badan buruh resmi di Korea Selatan mengakui korelasi antara radiasi kosmik dan kanker bagi pramugari sebagai kematian industri. Korean Air dinilai 'menyepelekan' masalah ini karena menggunakan metode pengukuran lama, kata pengacara tenaga kerja Kim Seong-hyun yang mewakili keluarga Song kepada AFP.

Ia mengungkapkan sejumlah besar kru didiagnosis mengidap kanker darah dan payudara dan banyak di antara mereka yang sedang cuti sakit. "Korean Air harus terbuka mengenai masalah ini dan melakukan penyelidikan menyeluruh," ucapnya.

3 dari 4 halaman

Pramugari Berisiko Kanker Tinggi

 

Korea Selatan pada Juni  2023 mengubah undang-undang yang membatasi jumlah penerbangan internasional yang diperbolehkan bagi awak kabin untuk meminimalkan paparan radiasi kosmik, kantor berita Yonhap melaporkan pada saat itu. Sebuah penelitian terhadap lebih dari 5.000 pramugari yang berbasis di AS yang diterbitkan dalam Environmental Health pada 2018 menemukan bahwa awak penerbangan memiliki tingkat kanker tertentu yang lebih tinggi dari rata-rata.

Salah satu kanker yang berisiko diidap pramugari adalah kanker payudara. Mengutip kanal Health Liputan6.com, penyakit itu bisa menyerang individu berusia muda. Karena itu, penting bagi siapa saja mengetahui tanda dan gejala kanker payudara yang mesti diwaspadai.

Semakin dini menemukan kanker payudara, semakin besar pula angka kesembuhannya. Begitu juga sebaliknya. Bila kanker payudara sudah ditemukan dalam stadium lanjut, angka harapan hidupnya semakin rendah.

Begitu penjelasan dokter spesialis bedah konsultan onkologi, dr Enos H Siburian SpB(K) Onk di Perayaan Hari Ulang Tahun ke-2 RS Mandaya Royal Hospital Puri belum lama ini. "Jadi, itu sudah alamiah," kata Enos.

Lantas, bagaimana cara mengetahui tanda atau gejala kanker payudara? Hal pertama yang disebut Enos adalah umur.

4 dari 4 halaman

Gejala Kanker Payudara

Menurut Enos, perempuan berumur di atas 35 tahun yang memiliki benjolan di payudara, harus berhati-hati karena itu bisa jadi tanda kanker payudara. "Jadi, kalau ada seorang wanita datang ke praktik saya, umurnya di atas 35 tahun, ada benjolan, sebelum kita tanya, sudah berpikir jangan-jangan kanker," katanya.

"Kalau yang datang berumur 25 tahun, 30 tahun, atau bahkan 22 tahun ada benjolan, kemungkinan itu tumor payudara yang jinak. Jadi, dari umur juga penting," Enos menambahkan.

Tanda kanker payudara yang mesti diwaspadai berikutnya menurut Enos adalah benjolannya cepat atau membesar atau tidak. "Meski ada juga tumor payudara yang jinak, cepat membesar, ada... Tapi jarang," katanya.

Selanjutnya, kata Enos, adalah punya faktor risiko atau tidak,"Salah satu keluarganya ada yang kanker atau tidak. Tidak harus kanker payudara." "Misalnya, mamanya, sepupunya, neneknya menderita kayak kanker serviks, kanker paru, atau kanker yang lainnya, itu merupakan faktor risiko."

Enos pun menambahkan bahwa faktor risiko penting untuk dideteksi. "Kemudian, benjolannya itu keras, kemudian tidak bergerak, ada tanda di kulit seperti kulit jeruk. Kadang kalau puting dipencet dia keluar darah," katanya.

Hal lain yang harus diwaspadai adalah ketika benjolan di payudara menyebabkan luka. Enos juga meminta mewaspadai adanya benjolan di tempat lain, seperti di bawah ketiak atau tulang selangka. "Itu adalah tanda atau gejala kanker," ujarnya.