Sukses

Mahasiswi Palestina Sedih karena Diwisuda Tanpa Kehadiran Orang Tercinta

Hanya pesan online berisi kata-kata penyemangat yang menemani lulusan doktor asal Palestina, Hanan Kamel Mohammed Saad (51), naik panggung menerima ijazah tanda lulus di upacara wisudanya.

Liputan6.com, Jakarta - Hanya pesan online berisi kata-kata penyemangat yang menemani lulusan doktor asal Palestina, Hanan Kamel Mohammed Saad (51), naik panggung menerima ijazah tanda lulus dari Idul Ilmi Universiti Sultan Zainal Abidin (UniSZA) Malaysia. Orangtua dan anggota keluarganya tidak dapat menghadiri wisuda karena perang Israel-Hamas masih terus berlangsung.

Meski merasa sedih karena tidak bisa merayakan keberhasilan bersama orang-orang tercinta, dikutip dari Says, Selasa, 7 November 2023, lulusan Fakultas Ilmu Kesehatan itu tetap bersyukur karena keluarganya masih "ada" untuk mengucapkan selamat dan mendoakan keselamatannya di Malaysia melalui panggilan telepon.

"Terakhir kali saya menghubungi keluarga saya adalah kemarin melalui Facebook dan Instagram. Kami tidak bisa berkomunikasi secara rutin karena koneksi internet di sana sangat lemah. Mereka juga harus membatasi percakapan karena harus selalu waspada," sebut mahasiswi Palestina ini.

Ia menyambung, "Untuk sementara, saya harus menunda niat saya kembali mengabdi di Palestina dan bakal mencari pekerjaan di Malaysia. Saya berharap suatu hari nanti bisa bertemu kembali dengan keluarga saya." Hanan Kamel pun bersyukur seluruh anggota keluarganya masih selamat meski harus tinggal di rumah tetangga dan kerabat lain setelah rumah mereka terdampak perang.

Sementara itu, lulusan doktor filsafat asal Palestina lainnya, Sabre T R Syouri (50), tidak bisa menghadiri wisuda karena tengah terjebak dalam situasi berbahaya di Tepi Barat. Melalui video yang ditayangkan di acara tersebut, ia pun menceritakan kabar duka kehilangan beberapa anggota keluarga, termasuk putra dan putrinya.

"Terima kasih Terengganu dan UniSZA. Mohon maaf saya tidak bisa menghadiri wisuda karena situasi yang sangat berbahaya saat ini," keluhnya.

2 dari 4 halaman

Cerita Para Perempuan Palestina

Kesedihan yang diungkap warga Palestina melebihi "semata" tidak bisa menghadiri wisuda. Karena perang yang masih berlangsung, banyak wanita Palestina di Gaza dilaporkan terpaksa meminum pil penunda menstruasi karena menghadapi kondisi sulit.

Mereka terpaksa mengonsumsi tablet norethisterone, meningat keterbatasan akses air bersih dan produk menstruasi, seperti pembalut atau tampon. Tablet ini biasanya diresepkan untuk mengatasi kondisi, seperti perdarahan menstruasi yang sangat parah, endometriosis, dan nyeri haid yang hebat.

Dengan mengonsumsi pil itu, mereka bisa menghindari rasa tidak nyaman dan nyeri yang biasanya datang saat menstruasi. Melansir Al Jazeera, 31 Oktober 2023, Dr. Walid Abu Hatab, seorang konsultan medis di bidang kebidanan dan ginekologi di Nasser Medical Complex di selatan kota Khan Younis, Gaza menjelaskan bahwa tablet tersebut menjaga kadar hormon progesteron tetap tinggi, sehingga mencegah rahim melepaskan lapisannya, dan akhirnya menunda menstruasi.

Para profesional medis mengatakan bahwa pil tersebut mungkin memiliki efek samping, seperti pendarahan vagina yang tidak teratur, mual, perubahan siklus menstruasi, pusing, dan perubahan suasana hati. Salah seorang perempuan Palestina di Gaza, Salma Khaled, mengungkap bahwa mereka merasa tidak memiliki pilihan selain mengambil risiko ini.

3 dari 4 halaman

Mustahil Menjaga Kebersihan Diri

Salma meninggalkan rumahnya di Tel al-Hawa di Kota Gaza dua minggu lalu, dan sekarang tinggal bersama kerabatnya di kamp pengungsi Deir el-Balah di Gaza tengah. Di situasi perang, ia merasakan tekanan, ketidaknyamanan, dan depresi yang sangat memengaruhi siklus menstruasinya.

"Saya telah mengalami hari-hari yang paling sulit dalam hidup saya selama konflik ini," kata Salma. "Saya mengalami menstruasi dua kali dalam bulan ini, yang sangat tidak teratur bagi saya, dan disertai pendarahan yang sangat banyak."

Salma mengabarkan ada kekurangan pembalut wanita di beberapa toko dan apotek yang masih buka. Selain itu, tinggal bersama puluhan kerabat dalam situasi kekurangan air bersih juga membuat menjaga kebersihan rutin jadi suatu kemewahan, bahkan kemustahilan.

Penggunaan kamar mandi harus diatur dengan ketat, dan mandi terbatas hanya beberapa kali dalam seminggu. Baik apotek maupun toko-toko mengalami keterbatasan persediaan karena blokade total yang diberlakukan oleh Israel.

4 dari 4 halaman

Operasi Tanpa Listrik

Tidak berhenti di situ, Rumah Sakit Indonesia di Gaza juga dilaporkan berjuang merawat banyak pasien yang terluka akibat pemboman Israel. Layanan ini tetap dilakukan di tengah berkurangnya stok obat-obatan dan pemadaman listrik yang memaksa para dokter melakukan operasi dalam kegelapan, kata sebuah organisasi sukarelawan.

Melansir Al Jazeera, 31 Oktober 2023, seorang relawan Komite Penyelamatan Darurat Medis (MER-C) yang berbasis di Indonesia, yang mengorganisir sumbangan untuk membangun rumah sakit pada 2011, Fikri Rofiul Haq, mengatakan bahwa Rumah Sakit Indonesia di Gaza dibanjiri pasien setelah berminggu-minggu pemboman tanpa henti oleh pasukan Israel.

Pertengahan bulan lalu, rumah sakit itu kehilangan aliran listrik akibat kekurangan bahan bakar karena blokade Israel yang menghalangi masuknya pasokan penting.

"Kami berusaha mencari bahan bakar untuk menghidupkan (listrik) Rumah Sakit Indonesia setelah pemadaman yang berlangsung selama lebih dari satu jam. Dokter tidak punya pilihan selain melakukan operasi dan merawat pasien tanpa penerangan apapun," kata Fikri.

Video Terkini