Liputan6.com, Jakarta - Warga Jakarta punya beberapa pilihan agenda pameran seni yang bisa disambangi pekan ini. Tapi bila Anda ingin datang ke presentasi karya dengan tarif tiket nol rupiah alias gratis, jangan lewatkan pameran tunggal seniman multidisipliner, Khadir Supartini.
Bertajuk "Pasar, People, Portraits," pameran ragam lukisan, gambar, dan patung ini berlangsung pada 15--25 November 2023 di PITA Collections (SCBD) Sequis Center, Jakarta. "Saya kembali pameran ke Jakarta setelah lebih dari 10 tahun," kata seniman asal Yogyakarta itu saat jumpa pers di lokasi pameran, Rabu, 15 November 2023.
Baca Juga
Dalam berkarya, Khadir bercerita ia lebih suka menerapkan teknik layer sehingga visual lukisannya kian bervolume dan berdimensi. "Jadi, yang melihat juga harus menengok sampai 'dalam' karena di dalam warna, ada warna lagi," tutur dia.
Advertisement
Ciri khas lainnya adalah Khadir tidak langsung memakai warna hitam dalam lukisannya. "Kalaupun ada warna hitam, itu biasanya hasil campuran. Misalnya, hitam, tapi ada warna biru di dalamnya," imbuhnya. Namun demikian, ia memilih membawa lebih banyak gambar di kertas daripada lukisan kanvas di pameran tunggal kali ini.
Ia menyebut, "(Gambar di) kertas lebih jujur. Kalau salah, ya sudah, tidak bisa diulang." Baginya, medium kertas juga selalu jadi starter untuk memunculkan banyak ide guna dikembangkan nantinya. Jadi, mengapa ia memutuskan membawa lebih banyak drawing?
"Sekarang banyak kolektor muda yang (jumlahnya) terus bertumbuh. Kami mau apresiasi itu, dan gambar di kertas merupakan awal koleksi yang menarik, memulai dari karya kecil yang mudah disimpan dan praktis," bebernya.
Lukisan Batik nan Unik
Kejutannya tidak berhenti sampai di situ, karena Khadir juga mempersembahkan eksperimen terbarunya: lukisan batik. "Saya pakai bahan bio cotton mudah terurai pemberian istri saya yang sudah lama saya simpan," sebutnya, seraya menambahkan bahwa kain yang dimaksud terbuat dari serat biji kapas.
Ia mengaku pembuatan lukisan batik terinspirasi kreasi seniman Arif Gombloh, orang yang membuatnya terjun ke dunia seni. Khadir berkata, "Akhirnya saya belajar, dan sangat senang menemukan banyak warna di luar ekspektasi saya. Waktu jadi, oh ternyata oranye kemarin jadi begini. Biru hari ini bisa beda lagi keesokan harinya."
Lebih detail ia menjelaskan bahwa proses pembuatan lukisan batik tidak sebegitu berbeda dengan langkah konvensional versi wastra. "Tetap pakai lilin," ujar dia. "Saya cat pakai kuas, tapi detail-detailnya tetap menggunakan canting. Jadi prosesnya mirip (dengan pembuatan kain batik)."
Karena terbilang baru dalam proses kreatifnya, Khadir menyebut lukisan batik jadi karya paling menantang yang ia persembahkan di pameran tunggalnya kali ini. "Saya harus mencoba lagi, bereksperimen lagi. Selain, juga karena prosesnya sebenarnya memang rumit," ia mengakui.
Advertisement
Kolaborasi Menarik
Total, Khadir memboyong 40 karya lukisan kanvas dan gambar kertas, ditambah 18 patung figur orang-orang pasar yang jadi tema utama dalam pameran tunggalnya. "Pasar ini maknanya luas sekali, dan kebetulan, ibu saya adalah seorang pedagang pasar tradisonal," sebutnya. "(Melalui pameran ini), saya juga mau bawa orang pasar masuk metropolitan."
Selaras dengan gagasan itu, Alwi Sjaaf, sosok di balik PITA, sekaligus penyelenggara pameran Khadir Supartini, mengungkap ingin menyerukan gagasan bahwa sudah seharusnya kehidupan kota jadi lebih kaya karena "dimiliki" manusia. "Semua orang punya hak menikmati dan mempelajari apa itu seni," sebut dia di kesempatan yang sama.
Alwi melanjutkan, "Gedung di kota biasanya terkesan sangat eksklusif. Orang tidak boleh (sembarangan) masuk. Apa benar kota kita harus seperti itu? Mengapa jadi sangat susah terkoneksi?" Berangkat dari pertanyaan itu, pria yang berprofesi sebagai desiner interior itu mengaku terkesan dengan bagaimana Khadir menceritakan kehidupan melalui karya seni.
Dengan berpameran di PITA, yang notabene merupakan furniture showroom, Khadir juga mengaku punya perspektif baru. Pasalnya, alih-alih galeri kosong tempatnya biasa pameran, karya lukisan dan patungnya ditata bersama ragam furnitur.
Â
Asa Jadi Human-centric Space
Khadir berbagi, "Jadi terasa di rumah. Kasih gambaran juga bagaimana lukisan ini kalau nantinya ditempatkan di rumah. Karena itu, ternyata berkolaborasi membuat (pameran seni) jadi lebih menarik."
Sebagai penggenap, Alwi menyebut bahwa layout ruangan showroom awalnya "tidak seperti ini." "Sengaja jadi buat berlayer untuk merespons konsep karya Khadir. Jadi, (ini merupakan gambaran bagaimana) interior dan seni rupa berkomunikasi dan tampil seirama," sebut dia.
Pihaknya sengaja tidak mengenakan biaya tiket masuk karena ingin membuat showroom tersebut jadi "ruang publik" yang bisa diakses siapapun. "Sebenarnya furnitur sangat sensitif dipegang. Tapi kalau kami tidak memulai, siapa lagi? Keterbukaan ini harus disuarakan," ucapnya.
Dalam keterangannya, Alwi berbagi, "Kami ingin menjadikan PITA sebagai human-centric space, di mana setiap individu dapat saling berinteraksi, bertukar ide dan pikiran, yang dapat jadi katalis dalam pertumbuhan desain, kreativitas dan, berpengaruh dalam kehidupan kita."
Pengunjung bisa datang tanpa reservasi pada Senin-Sabtu pukul 10.00--18.00 WIB. Pameran Tunggal Khadir Supartini juga didukung Artelier.Id dan JAGAD Gallery, galeri seni rupa asal Bali yang baru mengembangkan sayap di Jakarta.
Advertisement