Liputan6.com, Jakarta - Galeri seni menjadi wadah ruang pamer bagi para seniman untuk menyampaikan pesannya ke audiens. Belakangan, galeri seni tak lagi melulu tampil konvensional tapi merangkul generasi baru untuk melek soal seni lewat pameran yang menarik.
Bicara galeri seni masa kini, maka Anda akan melihat sisi interaktif dan berpadu dengan teknologi yang seolah ingin mengajak anak muda agar tertarik dengan seni. Kebanyakan galeri seni saat ini juga menggelar program dengan kelas workshop dan dipadukan dengan kegiatan sastra maupun seni pertunjukan.
Baca Juga
"Mulai dengan rasa senang dulu, mereka foto-foto di depan karya, mengapresiasi dan itu berproses karena orang tidak selalu harus serta-merta paham mengerti apa yang ditampilkan," ungkap Anggota Dewan Kurator Salihara Art Centre, Asikin Hasan dalam wawancara telepon dengan Liputan6.com, Kamis, 23 November 2023.
Advertisement
"Rasa ingin tahu dan kerumunan itu penting supaya ya mungkin kita berharap nanti mereka akan lebih tertarik (dengan seni)," sambungnya.
Fungsi galeri seni sendiri, kata Asikin, bukan sekadar hiburan tapi pengunjungnya bisa mendapat insight baru dan pengetahuan. "Orang datang ke galeri untuk belajar lewat pameran dan workshop, itu bagus untuk generasi sekarang, jadi mereka mendapatkan sesuatu yang tidak ada di sekolah," cetusnya.
Ia melanjutkan bahwa, di era sekarang arus informasi yang mudah menyebar lewat media sosial juga memengaruhi ketertarikan milenial maupun Gen Z untuk datang ke galeri seni. Salah satunya pameran yang dikemas Instagramable bisa menjadi alat komunikasi agar anak muda tertarik datang ke galeri seni.
"Bisa kita tangkap kesempatan itu, agar menarik untuk mereka mesti kita pelajari. Karena ruang pamer itu menyampaikan pesan. Makin banyak yang datang dan menanggkap pesan maka akan makin baik," tukas Asikin.
Pameran Seni Berbasis Sejarah Juga Diminati Anak Muda
Lebih jauh Asikin mengungkapkan bahwa galeri seni di Salihara Art Centre tidak secara spesifik hanya menyasar pada generasi baru atau anak muda, tapi juga generasi lama. "Semua diberi kesempatan yang sama, dan masalah kesenian yang pertama pencapaian dan kualitas dan itu tidak mengenal usia," kata dia.
Namun memang di Salihara sendiri dengan komunitas yang sudah terbangun, ada begitu banyak kegiatan yang menyertakan anak muda lantaran Salihara juga memiliki pecinta sastra dan teater, serta seni secara umum.
Sementara makin gandrungnya anak muda datang ke galeri seni ikut ditenggarai media sosial, jika dulu pameran atau kegiatan di galeri konvensional memakai undangan terbatas. Sementara galeri seni yang kini makin banyak didatangi anak muda, memang dipengaruhi kemudahan mereka dalam mengakses informasi.
Menariknya memang setiap mengadakan pameran, banyak anak muda yang antusias. Selain itu Salihara Art Centre yang dalam beberapa tahun belakangan fokus pada pameran bertema sejarah kearsipan, juga berhasil memikat penggemar sastra saat menggabungkan pameran bertema "100 Tahun Chairil Anwar".
"Berbasis sejarah tapi ditampilkan semenarik mungkin, beberapa karya Chairil Anwar ditampilkan, kisah cintanya, keputusasaanya, kaitannya tidak hanya seni tapi kebudayaan ternyata pengunjungnya banyak. Karena mereka senang dengan puisi-puisinya itu," paparnya.
Salihara menurut Asikin juga pernah membuat pameran boneka dan wajang di galerinya. Salihara saat ini juga sedang mengadakan pameran yang bekerja sama dengan lembaga seni di Korea Selatan, hal ini menurutnya menambah ketertarikan anak muda sebab budaya pop Korea sedang naik daun di seluruh dunia.
Tak hanya merangkul pecinta seni baru, Salihara menurut Asikin juga sempat membuat kompetisi Trimatra. Ajang itu merupakan penciptaan kreasi yang bentuknya tiga dimensi dengan hadiah residensi ke luar negeri seperti Jerman dan Korea Selatan, namun masih terhenti sejak pandemi.
Advertisement
Seni yang Dikemas Lewat Multimedia
Galeri Indonesia Kaya (GIK) merupakan salah satu galeri yang konsepnya menarik karena lokasinya berada di mal. Program Manager Galeri Indonesia Kaya, Billy Gamaliel, mengungkapkan, keberadaan GIK di mal sebetulnya ingin mendekatkan seni dan budaya Indonesia ke dalam gaya hidup masyarakat urban.
"Konsep lebih interaktif dan digital, di situ orang bisa mengenal kebudayaan indonesia, pariwisata, kuliner, tradisi dan seni," sebut Billy dalam wawancara telepon dengan Liputan6.com, Kamis, 23 November 2023.
GIK pun sudah memiliki wajah baru sejak Mei 2023. Saat ini semua tampilannya multimedia interaktif seperti desa budaya, busana daerah yang bisa dilihat, belajar koreografi budaya, mengenal tradisi tarian lagunya seperti apa, hingga kuliner yang bentuknya dibuat seperti permainan imajinatif.
"Orang bisa lihat avatar, pertunjukan wayang keliling naik pesawat di atas Indonesia nanti masing-masing ada tempat wisata yang ikonik, pengenalan flora dan fauna, pesona keindahan Indonesia," sambungnya lagi.
Sarana digital yang terus diperbaruhi, menurut Billy menjadi hal penting untuk mengundang ketertarikan anak muda apalagi Gen Z yang sudah akrab sengan teknologi. "Menurut kami ini cara mendekatkan konten budaya, membuat mereka tidak ada gap dan bisa mengenal budaya dengan cara menarik," jelasnya.
Antusiasme Generasi Muda Terhadap Seni dan Budaya
Bermula dari kunjungan ke GIK, Billy menuturkan hal ini tidak menutup kemungkinan adanya multiple effect yang membuat anak muda ingin datang ke museum dan melihat langsung wujud benda nyata serta mengenalnya.
Selain sebagai fasilitas untuk mengenalkan seni budaya dan kekayaan Indonesia, GIK juga rutin menyelenggarakan event untuk publik secara gratis di auditoriumnya yang kerap menyelenggarakan seni pertunjukan. "Ini juga jadi fasilitas untukk komunitas mengadakan acara budaya, tapi event harus gratis, non komersil dan bermuatan Indonesia," jelas Billy.
Dulunya di Selasar Galeri Indonesia Kaya, kata Billy, juga sering jadi ruang pamer dan kolaborasi dengan seniman, mulai dari seni rupa, patung lukisan, fotografi dan digital art. Ada juga pameran sastra mengambil kutipan-kutipan sastra, busana, tradisi, hingga perhiasan Nusantara.
Namun memang GIK wajah baru sedang mengedepankan pameran dengan multimedia. Di sisi lain dengan perubahan konsep, pengunjung GIK jauh meningkat dibandingkan tahun 2019 saat sebelum pandemi. Bahkan tiap akhir pekan slot untuk pengunjung sudah terpenuhi kuotanya dalam kurun waktu beberapa jam saja, mengingat kuota terbatas hanya untuk 150 orang.
"Tiga bulan total pengunjungnya sama dengan satu tahun sebelum waktu pandemi. Momentum antusias tinggi ini perlu disambut oleh semua galeri dan museum," kata Billy.
Menurutnya, antusias anak muda, terlebih Gen Z sekarang timbul kecintaan akan seni lebih tinggi daripada generasi sebelumnya. "Cukup sering mereka berkain atau ke pameran seni walaupun diawali dengan konten dulu, tapi menurut kami salah satu bentuk pengenalan. Sekarang orang bersosial media juga lebih bertanggung jawab, mereka posting juga harus punya pengetahuan," tutupnya.
Advertisement