Liputan6.com, Jakarta - Desainer kawakan Edward Hutabarat mencetak sejarah dengan ikut ambil andil dalam pameran foto dan peragaan busana bertajuk "Selimut Nusantara" di Carrousel du Louvre, sebuah mal bawah tanah yang sangat mewah di bawah Museum Louvre, Paris, Prancis.
Merujuk unggahan Instagram terbaru Edo, sapaan akrabnya, acara itu telah diresmikan pada 28 November 2023 oleh istri Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Franka Makarim. "Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi memberi dukungan penuh untuk terselenggaranya acara ini," sebut dia.
Baca Juga
Ia meyambung, "Bekerja sama dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Paris dan @thebestofindonesia @djakartabali @carrouseldulouvre, acara ini menampilkan bagaimana kejayaan dan keunggulan peradaban Indonesia di masa lalu jadi inspirasi untuk dijadikan bagian dari peradaban modern dunia saat ini."
Advertisement
Disebut bahwa pameran ini akan berlangsung sampai 8 Januari 2024, dan "setiap harinya akan disaksikan oleh 40 ribu pengunjung dari seluruh dunia," klaim Edo. Sebelumnya, Tim Lifestyle sudah melaporkan bahwa acara tersebut menampilkan fotografi menakjubkan Candi Borobudur yang diintergrasikan dengan koleksi kain Nusantara.
Seluruh koleksi wastra Indonesia di sana disebut merupakan karya Edo, mencakup berbagai wastra dari seluruh Indonesia, termasuk ulos Samosir, songket Sumatra, serta tenun dari daerah-daerah, seperti Sumba, Timor, Bali, dan Sumbawa.
Bicara mengenai wastra, Edo menyampaikan bahwa sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah peradaban yang membawa elemen sandang, pangan, dan papan. "Kalau kita bicara sandang, pangan, papan, kita berbicara mengenai gaya hidup. Salah besar orang mengatakan fesyen hanyalah sepotong kain," katanya saat ditemui saat jumpa pers di bilangan Jakarta Selatan, 16 November 2023.
Soroti Keunikan Ragam Wastra
Sang desainer juga sempat menyoroti keunikan dan kekayaan wastra dari berbagai daerah di Indonesia, menggambarkan bagaimana setiap kota memiliki karakteristiknya sendiri. "UMKM unggulan Indonesia is a fire (membara)," sebut dia penuh semangat.
Edo menyambung, "Jangan anggap UMKM hanya (memproduksi) gantungan kunci, tapi bagaimana cara packaging-nya." Ia pun menekankan pentingnya kecerdasan dalam menilai fesyen. "Mungkin kita sering melihat sehelai kain sebagai sesuatu yang sekadar 'kain,'" sebut dia.
"Tapi, rincian dan detail yang terkandung di dalamnya dapat membuatnya jadi karya sempurna," imbuhnya.
Sebagai ilustrasi, Edo membawa sehelai kain berukuran enam meter yang telah dibuat sejak 2011 ke pameran di Paris. Warna biru di kain tersebut, kata dia, tidak berasal dari indigo, melainkan fermentasi mengkudu, kapur sirih, dan kemiri. Bahkan, warna bintik hitam pada kain ini memerlukan pencelupan sebanyak 28 kali.
"Kain ini sepanjang enam meter, dan sebenarnya ada yang sepanjang 12 meter. Saya membuatnya selama lima tahun. Semua warnanya 100 persen berasal dari alam, baik itu warna benang, daun, dan proses tenunnya," bebernya.
Advertisement
Seluruhnya Berasal dari Alam
Edo melanjutkan, "Keseluruhan berasal dari alam, dan saya merasa tidak memiliki hak untuk mengubahnya." Tidak hanya itu, karena masih ada 20 wastra karya Edo yang dipamerkan di Louvre, termasuk lurik Yogyakarta dan kain Papua.
Untuk kain dari Papua, Edo memboyong noken. "Dari tanah Papua, saya bawa noken, tapi semuanya dari bulu ayam, itulah selimut mereka. Papua kan enggak bisa bikin tekstil, noken (terbuat) dari kulit kayu," tuturnya.
Edo menyoroti kain-kain tersebut biasanya diciptakan untuk melengkapi berbagai upacara, pesta, dan ritual, seperti penyembelihan. "Saya sudah melihat bagaimana seremoni tersebut dilakukan. Puluhan kerbau dan kuda disembelih, babi, ayam, tangisan, makanan, musik, dan pesta," ia bercerita.
"Jangan pernah mengatakan bahwa Indonesia itu indah jika kita tidak merasakan dan memahami setiap aspeknya, itu hanyalah omong kosong. Jika ingin menghargai keindahan Indonesia, mari kita benar-benar terlibat dan tidak hanya berbicara tanpa tindakan," sang desainer mengajak.
Tidak Hanya Wastra
Selain wastra, Edo juga semula mengirimkan 100 foto Candi Borobudur hasil jepretannya yang kemudian dikurasi. "Mereka (pihak Carrousel du Louvre) memilih sebanyak 50 foto. Saya serahkan pada pihak Carousel de Louvre yang mencetak 2 x 3 meter (foto tersebut), lalu menggantungnya," terangnya.
Pilihan Edo memamerkan karya di Prancis bermula dari keberhasilannya dalam sebuah pameran fotografi di Candi Borobudur yang berjudul "Kabakil." Dari sana, terbentuklah kesan positif yang mengundang perhatian pejabat Carrousel du Louvre.
Perwakilan Best of Indonesia yang berfokus pada promosi UMKM dan merek Indonesia di pasar global, Luthfi Hasan, menceritakan pihak Carrousel du Louvre langsung tertarik setelah melihat karya fotografi Edo di Borobudur. Luthfi menekankan, fokus Best of Indonesia adalah meningkatkan visibilitas dan aksesibilitas untuk merek dan jenama lokal agar dapat bersaing di pasar global.
"Kita mempunyai talenta yang berbakat, dan Edo jadi representasi yang paling tepat untuk mewakili Indonesia yang berkualitas global," katanya di kesempatan yang sama.
Advertisement