Liputan6.com, Jakarta - Belum lama ini beredar kabar dua produk internasional yaitu Starbucks dan H&M dikabarkan akan tutup secara permanen di Maroko pada 15 Desember 2023. Hal tersebut merupakan buntut dari kampanye boikot masyarakat Maroko pada sejumlah perusahaan yang diduga berafiliasi dengan Israel.
Namun kabar itu dibantah oleh raksasa waralaba Kuwait yakni Al Shaya Morocco yang mengelola Starbucks dan H&M tersebut Melansir laman Maroc Hebdo, raksasa waralaba Kuwait yakni Al Shaya Morocco yang mengelola Starbucks dan H&M tersebut dikabarkan sangat terdampak oleh aksi boikot yang dilakukan sejak 7 Oktober 2023.
Baca Juga
Juru bicara Al-Shaya menyatakan 18 kedai kopi di negara Afrika Utara itu tetap berjalan, meski ada beberapa perubahan bisnis terkait merek lain yang mereka pegang. "Kami berkomitmen terhadap kegiatan kami di Maroko," kata juru bicara waralaba Al-Shaya di Maroko kepada kantor berita SNRT, dilansir dari Morocco World News, Senin, 4 Desember 2023.
Advertisement
"Kami membuat beberapa perubahan di tingkat toko kami (H&M) sebagai bagian dari upaya kami untuk mencapai hal ini," samnbungnya.
Starbucks disebut mengalami kesulitan sejak pandemi, sehingga memangkas separuh modalnya di Maroko,. Beberapa waktu lalu mereka memang mengakui pengunjung menurun karena situasi pandemi Covid-19.
Meski begitu, manajemen menolak mengomentari dugaan kesulitan keuangan yang dihadapi sejak pandemi, dan semakin memburuk usai muncul gerakan boikot produk-produk yang terafiliasi Israel. Al-Shaya sendiri adalah perusahaan bisnis waralaba raksasa asal Kuwait yang juga beroperasi di Maroko. Beberapa merek yang dipegang Al-Shaya seperti Pinkberry, Mothercare, Next dan Payless, sudah lebih dulu hengkang dari Maroko karena kinerja bisnis yang buruk.
Sebelumnya, situs berita Maroko, Maroc Hebdo mengabarkan bahwa Starbucks dan H&M terdampak hebat oleh aksi boikot yang dilakukan sejak 7 Oktober 2023. "Kedua merek tersebut menderita akibat boikot komersial yang dikeluarkan oleh Maroko setelah agresi Israel di Jalur Gaza," tulis Maroc Hebdo, Senin, 4 Desember 2023.
Kondisi Pasar dan Kekhawatiran Kehilangan Pekerjaan
Dalam laporannya, Starbucks dan H&M diduga berperan aktif memberikan dukungan finansial kepada Israel selama konflik berlangsung. Namun kedua perusahaan raksasa itu justru menyebut tutupnya sejumlah tenant miliknya di Maroko didorong oleh kondisi pasar Maroko yang dinilai sudah tidak lagi menarik.
Di sisi lain, kabar penutupan Starbucks dan H&M di Maroko tersebut justru memicu kekhawatiran baru. Kedua brand besar asal AS dan Swedia tersebut diketahui mempekerjakan ratusan masyarakat Maroko yang kini terancam kehilangan pekerjaan.
Tak hanya di Maroko, menurut laporan CNN, merek-merek Barat merasakan dampaknya di Mesir dan Yordania, dan ada tanda-tanda kampanye ini menyebar di beberapa negara Arab lainnya termasuk Kuwait dan Maroko. Pun demikian, partisipasinya tidak merata dan dampaknya hanya kecil di Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.
Beberapa perusahaan yang menjadi sasaran kampanye boikot Israel ini dianggap mengambil sikap pro-Israel, dan beberapa lainnya diduga memiliki hubungan keuangan dengan Israel atau melakukan investasi di sana.
Ketika kampanye ini mulai menyebar, seruan boikot yang beredar di media sosial telah meluas hingga mencakup lusinan perusahaan dan produk, sehingga mendorong pembeli untuk beralih ke produk alternatif lokal. Di Mesir, di mana kecil kemungkinan orang turun ke jalan karena pembatasan keamanan, sebagian pihak melihat boikot sebagai cara terbaik atau satu-satunya untuk membuat suara mereka didengar.
Advertisement
Boikot di Negara-negara Arab
"Saya merasa meskipun saya tahu ini tidak akan berdampak besar pada perang, maka setidaknya ini yang bisa kita lakukan sebagai warga negara yang berbeda agar kita tidak merasa tangan kita berlumuran darah,” kata Reham Hamed, warga Kairo yang memboikot jaringan makanan cepat saji AS dan beberapa produk pembersih, mengutip kanal Citizen6 Liputan6.com, 23 November 2023.
Di Yordania, warga yang pro-boikot terkadang memasuki cabang McDonald's dan Starbucks untuk mendorong pembeli membeli makanan di tempat lain. Beredar pula video yang memperlihatkan tentara Israel sedang mencuci pakaian dengan merek deterjen terkenal yang dihimbau untuk diboikot oleh pemirsa.
"Tidak ada yang membeli produk-produk ini,” kata Ahmad al-Zaro, seorang kasir di sebuah supermarket besar di ibu kota Amman di mana pelanggannya memilih merek lokal.
Di Kuwait City pada Selasa malam, tur ke tujuh cabang Starbucks, McDonald's dan KFC mendapati semuanya hampir kosong. Kampanye boikot telah menyebar di negara-negara di mana sentimen pro-Palestina secara tradisional kuat. Mesir dan Yordania telah berdamai dengan Israel beberapa dekade yang lalu, namun kesepakatan tersebut tidak menghasilkan pemulihan hubungan yang populer.
Penjualan Menurun 70 Persen
Kampanye boikot sebelumnya di Mesir, negara dengan populasi terbesar di dunia Arab, memiliki dampak yang lebih kecil, termasuk kampanye yang didukung oleh gerakan Boikot, Divestasi, Sanksi (BDS) yang dipimpin oleh Palestina.
"Skala agresi terhadap Jalur Gaza belum pernah terjadi sebelumnya. Oleh karena itu, reaksinya, baik di dunia Arab atau bahkan secara internasional, belum pernah terjadi sebelumnya," kata Hossam Mahmoud, anggota BDS Mesir. Sejumlah penggiat memilih Starbucks karena menggugat serikat pekerjanya atas postingan mengenai konflik Israel-Hamas, dan McDonald's setelah waralaba Israel mengatakan mereka memberikan makanan gratis kepada personel militer Israel.
Seorang karyawan di kantor perusahaan McDonald's di Mesir yang meminta untuk tidak disebutkan namanya mengatakan penjualan waralaba Mesir pada bulan Oktober dan November turun setidaknya 70 persen dibandingkan bulan yang sama tahun lalu.
"Kami berjuang untuk menutupi pengeluaran kami sendiri selama ini," kata karyawan tersebut. Sameh El Sadat, seorang politikus Mesir dan salah satu pendiri TBS Holding, pemasok Starbucks dan McDonald's, mengatakan dia melihat adanya penurunan atau perlambatan sekitar 50 persen permintaan dari kliennya.
Advertisement