Liputan6.com, Jakarta - Sekelompok aktivis menuangkan lumpur dan susu cokelat ke fasad Basilika Santo Markus di Venesia, Italia, pada Kamis, 7 Desember 2023, dalam protes iklim terbaru mereka. Namun, aksi mereka memicu teguran keras dari Wali Kota setempat.
Berdasarkan laporan AP, dikutip Jumat (8/12/2023), enam aktivis dari gerakan Last Generation menuntut 'dana reparasi' senilai 20 miliar euro atau sekitar Rp334 miliar sebagai kompensasi bagi masyarakat Italia atas kerusakan akibat perubahan iklim. Mereka mengutip ancaman kenaikan permukaan air laut di Venesia dan tanah longsor yang baru-baru ini mendatangkan malapetaka di beberapa komunitas Italia.
Baca Juga
Mereka mengatakan cairan yang dituangkan ke fasad dan kolom basilika itu mengandung lumpur dan Nesquik. Tindakan nekat mereka bukannya memicu simpati, malah mengundang kecaman. Wali Kota Venesia Luigi Brugnaro mengutuk protes tersebut sebagai tindakan vandalisme yang 'memalukan dan serius'.Â
Advertisement
Meski mengakui hak aktivis untuk menggelar protes, Brugnaro mengatakan bahwa mereka harus 'menghormati hukum dan warisan budaya dan agama kita'. Keenam aktivis lingkungan yang terlibat dalam protes itu kemudian ditahan polisi. Belum ada laporan mengenai kerusakan permanen pada Basilika Bizantium, simbol ikonis Venesia.
Para aktivis mengutip seruan Paus Fransiskus untuk melindungi lingkungan. Pengadilan Vatikan baru-baru ini memvonis dua aktivis Last Generation dan memerintahkan mereka membayar ganti rugi lebih dari 28.000 euro setelah mereka menempelkan tangan mereka ke dasar patung kuno di Museum Vatikan untuk menarik perhatian pada perjuangan mereka.
Aksi Nekat Aktivis Lingkungan
Protes lain baru-baru ini melibatkan para aktivis yang memblokir lalu lintas jalan raya di berbagai wilayah Italia, dan menempelkan tangan para aktivis ke kaca pelindung lukisan Botticelli di Galeri Uffizi. Aksi nekat para aktivis yang menargetkan benda seni berharga sebagai medium protes bukan sekali dua kali dilakukan.
Sepasang aktivis lingkungan, Daisy dan Tony, dari kelompok Extinction Rebellion berulah. Mereka berusaha menarik perhatian banyak pihak dengan mengelem tangan mereka ke lukisan Picasso yang dipajang di Galeri Nasional Victoria di Melbourne pada Minggu, 9 Oktober 2022.
Kedua aktivis yang berkaus hitam dengan simbol grup mereka mengelem tangan mereka ke lukisan berjudul Pembantaian di Korea. "Sebuah refleksi yang jelas dari keyakinan pasifis Picasso, "Pembantaian di Korea" menunjukkan kengerian perang melalui penggambaran saat-saat terakhir sekelompok wanita dan anak-anak yang ditahan di bawah todongan senjata oleh tentara yang tidak manusiawi," demikian pernyataan Extinction Rebellion yang diunggah lewat akun Instagram mereka.
Mereka juga memajang spanduk yang bertuliskan 'Kekacauan Iklim = Perang dan Kelaparan', untuk menekankan bahwa ada hubungan antara kerusakan iklim, konflik bersenjata, dengan penderitaan manusia.
"Menurut David Attenborough (pejuang lingkungan asal Australia), 'Bila kita terus melanjutkan jalan yang ada saat ini, kita akan menghadapi runtuhnya segala sesuatu yang memberi kita keamanan kita'," sambung mereka lagi.
Advertisement
COP28 Diberondong Pelobi Energi Fosil?
Di sisi lain, forum iklim COP28 yang digelar di Dubai ternyata juga didatangi oleh para utusan perusahaan bahan bakar fosil. Total utusan itu malah lebih banyak ketimbang perwakilan negara yang paling rentan akibat perubahan iklim.
Perusahaan bahan bakar fosil (fossil fuel) kerap menjadi sasaran kritikan para aktivis lingkungan. Dilaporkan BBC, Selasa, 5 Desember 2023, ada sekitar 2.400 orang terkait perusahaan batu bara dan migas yang mendaftar di diskusi iklim COP28. Hal ini terungkap karena para pendaftar harus terbuka soal pekerjaan mereka. Kehadiran mereka ketahuan berkat koalisi kelompok hijau yang menolak kehadiran delegasi dari perusahaan dari sektor-sektor tersebut.
COP28Â yang digelar di Dubai dihadiri oleh 97 ribu politisi, diplomat, jurnalis, dan juru kampanye. Analisis dari koalisi kelompok hijau menunjukkan 2.456 perwakilan dari perusahaan batu bara dan migas, serta organisasi-organisasi terkait.
Pada COP26, kehadiran orang-orang dari industri itu hanya sekitar 500 orang saja. Kemudian pada COP27, angkanya naik jadi 600 orang. Kini sudah lebih dari 2.000 perwakilan. Kehadiran orang-orang diprotes para aktivis karena dikhawatirkan mereka melakukan lobi-lobi, mengingat para pejabat penting dari seluruh dunia kerap hadir di acara COP.
Integritas Dipertanyakan
George Carew-Jones dari Kick Big Polluters Out Coalition menyorot bahwa kehadiran utusan perusahaan bahan bakar fosil itu bakal berpengaruh ke jalannya diskusi. "Ada ucapan-ucapan yang dirumorkan untuk melaksanakan progres dalam penghentian bahan bakar fosil, dan industri bahan bakar fosil ada di sini untuk mempengaruhi hasilnya sebanyak mungkin," ujar George Carew-Jones.
Joseph Sikulu dari kelompok lingkungan 350.org berkata kehadiran para pelobi itu bisa berdampak pada kebijakan iklim di masa depan.
"Kehadiran mereka yang bertambah di COP melemahkan integritas prosesnya secara keseluruhan. Kami datang ke sini untuk memperjuangkan keselamatan kami dan kesempatan apa yang kami punya jika suara kami dicekik oleh pengaruh para polutor besar? Tindakan meracuni proses ini harus berakhir, kami tidak akan membiarkan pengaruh minyak dan gas memengaruhi masa depan Pasifik seberat ini," ujar Sikulu yang berasal dari kawasan Pasifik.
Sebelumnya dilaporkan, kabut asap yang dinilai "tidak sehat" pada Minggu, 3 Desember 2023, menyelimuti cakrawala Dubai yang gemerlap, saat ribuan delegasi menghadiri konferensi iklim COP28 yang didedikasikan untuk membahas dampak buruk polusi udara. Indeks kualitas udara mencapai 155 mikrogram per meter kubik polusi PM2.5. Menurut WAQI.info, sebuah pelacak polusi real-time, PM2.5 adalah identifikasi untuk partikel halus yang paling berbahaya karena dapat masuk ke dalam aliran darah.
Advertisement