Sukses

Keberlanjutan Pangan Makin Mendesak, Pemilik UMKM Wajib Beradaptasi dan Berinovasi

Salah satu aspek yang wajib diperhatikan para pemilik UMKM adalah soal pasokan pangan yang semakin menantang untuk semua pelaku bisnis di masa depan. Keberlanjutan jadi kunci.

Liputan6.com, Jakarta - Accelerice Indonesia, sebuah akselerator dalam bidang pangan dan pusat inovasi pangan di Indonesia, kembali menyelenggarakan program akselerasi Food Startup Indonesia Accelerator (FSIA). Program yang berlangsung sejak 22 November--7 Desember 2023 itu mengajak UMKM yang memiliki usaha dalam bidang pangan untuk mengakselerasi bisnisnya.

Di pelaksanaan yang keenam kalinya, FSIA mengangkat tema Fast Forward to Future Food. Tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan skala pelaku bisnis makanan dan minuman, tema yang dipilih juga bertujuan untuk mengajak para food startup bersama membangun masa depan pangan yang mudah diperoleh dengan tingkat kesehatan dan nutrisi yang merata untuk semua lapisan masyarakat.

Accelerice menganggap bahwa pasokan makanan dan minuman akan selalu menjadi salah satu aspek terpenting yang perlu diprioritaskan. Terlebih, kesadaran mengenai sustainability (keberlanjutan) semakin meningkat, seiring dengan isu-isu global yang mendesak, dan berbagai tantangan di sektor ketahanan pangan.

Mereka menilai semua pihak harus segera bertransformasi dan berinovasi agar pasokan pangan dan minuman Indonesia menjadi semakin tangguh dan berkelanjutan. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO), tindakan yang biasa dilakukan (business as usual) sudah tidak lagi menjadi opsi untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk dunia di masa depan.

"Lewat tema Fast Forward to Future Food, kami berfokus kepada tiga pilar, yakni teknologi, ESG, dan bisnis yang telah dikemas dalam program FSIA ini. Kami berharap dengan masterclass, workshop, dan mentorship yang diberikan kepada para start up, dapat mempersiapkan mereka untuk menghadapi key challenges yang sedang dihadapi demi bisnis yang berkelanjutan di masa depan dan memperkuat pasokan pangan dalam ekosistem," jelas Charlotte Kowara, Chief Empowerment Officer dari Accelerice Indonesia, saat ditemui di acara FSIA Fast Forward to Future Food, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 7 Desember 2023.

 
2 dari 5 halaman

Sembilan UMKM Terpilih

"Di sini, mereka mengikuti program yang sangat cepat. Biasanya, program seperti ini akan dilaksanakan selama tiga bulan, tetapi ini hanya dilaksanakan selama tiga minggu. Pada program ini, kami membantu mengedukasi para UMKM dengan pembahasan yang lumayan luas dari kesiapan para pendiri usaha," ungkap Charlotte.

Dari 130 start up yang berfokus pada food sustainability yang telah mendaftar, ada sembilan start up terpilih yang mengikuti FSIA 2023. Dalam tahap seleksi, FSIA tak hanya berfokus pada produk akhir, karena Accelerice Indonesia memiliki misi untuk membangun ekosistem rantai pasok pangan dari hulu ke hilir dengan menerapkan konsep ekonomi sirkular, mulai dari budidaya, produksi, pengemasan, distribusi, hingga manajemen limbah.

Sembilan startup terpilih tersebut adalah Duitin (kategori: Waste management), Ijo (kategori: Bioplastic, Logice (kategori: Logistic), Smooly Juice (kategori: Food services), Ramuraga (kategori: Retail food packaged), Luceria Gelato (kategori: Food manufacturing and distribution), OmouKit (kategori: Cultivation and farming), Mosfis Indonesia (kategori: Cultivation and farming), dan Fruyee (kategori: Food manufacturing and distribution).

3 dari 5 halaman

Alat Makan Sekali Pakai

IJO menjadi salah satu peserta FSIA 2023 terpilih dari kategori bioplastik. Pada kesempatan itu, perusahaan UMKM ini mempresentasikan produk berupa alat makanan sekali pakai dengan keunggulan yang bisa terurai alami dan tidak merusak lingkungan.

"Pertama, dia ini biodegradable, artinya produk ini akan hancur ketika ditaruh di tanah, dan juga marine biodegradable, yaitu hancur ketika ditaruh di laut. Itu yang membedakan dengan plastik-plastik lainnya. Kedua adalah dia ini punya ketahanan panas dan stabil di bawah suhu 85 derajat dan harganya sudah mirip dengan substitusinya," jelas Ryan, CEO IJO.

Produk ini, sambung dia, dihargai Rp300 per satuannya. Namun, saat ini produk tersebut belum tersedia secara satuan dan dijual dengan jumlah minum pemesanan 50 ribu buah.

"Saat ini sih kita baru B2B ya, kita belum masuk ke retail dan kita menjualnya memang langsung per pax dan ada minimum order.  Kalau untuk sedotan, kita minimal di 50 ribu buah," ungkapnya, seraya menambahkan bahwa jumlah tersebut harus dicapai untuk produksi minimum skala pabrik.

 
4 dari 5 halaman

Terinspirasi di Saat Pandemi

Bahan utama alat makan itu menggunakan rumput laut. Bahan tersebut ditambahkan zat alami selulosa agar bahan menjadi keras. "Selulosa bahan alami juga yang kita bisa dapatkan dari serat kayu atau sekam padi. Ini sebenarnya bahan alami yang memang keras. Kalau rumput laut itu agak rapuh dan amis, kita harus campur bahan lain untuk dapat kerasnya," jelas Ryan.

Ia menjelaskan ide awal dari produk ini muncul setelah melihat potensi yang dimiliki oleh rumput laut. Ryan menganggap bahwa rumput laut adalah salah satu produk yang tahan saat pandemi.

"Sebetulnya ide awal tidak bermula dari plastiknya dulu, tapi rumput lautnya. Aku melihat rumput laut ini pertama saat pandemi, semua usaha perikanan terkena masalah, tapi rumput laut tidak. Dia produk yang anti pandemi tapi sangat tidak dimanfaatkan dengan maksimal," papar Ryan.

"Aku tertarik dengan rumput laut, ini sepertinya bisa kita hilirisasi dan industrialisasi barang ini, tapi untuk menjawab tantangan global," tambahnya. Ryan berharap setelah program selesai, produk tersebut terus didukung oleh pemerintah maupun pihak lainnya.

5 dari 5 halaman

Kesempatan Jaring Investor

"Tapi saya melihat korporasi dan pemerintah arahnya ke situ, hanya saja mungkin masalahnya adalah entitas kami yang bioteknologi dan start up masih kecil ini, masih agak susah jika diberi proyek besar. Mungkin bisa dibantu untuk sokongan kesempatan agar kita bisa naik produksinya, juga dengan produk yang disesuaikan," ungkapnya lagi.

Puncak acara FSIA 2023 diisi dengan kegiatan Public Panel Talk dan Startups Presentation. Sembilan start up peserta berkesempatan untuk memperkenalkan produk dan jasa mereka kepada para investor yang diundang hadir, juga kepada para tamu undangan dari pelaku usaha bisnis skala besar yang berfokus pada industri FMCG, makanan dan minuman. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh para pelaku bisnis, termasuk food startup, untuk mencari pendanaan dan menjalin kerja sama, serta membangun jejaring.

Program FSIA sudah berjalan sejak 2020 dan telah mengakselerasi 75 food startup di Indonesia. Beberapa startup yang merupakan alumni dari program FSIA di antaranya adalah Kultiva Co, Haveltea, Vilo Gelato, MangGang, Sorghum Foods, Bakmi Sundoro, dan Ppuff!.

Video Terkini