Sukses

Reaksi Zara Usai Ancaman Boikot Bergema Buntut Iklan yang Dituding Ejek Korban Genosida di Palestina

Zara bukan sekali ini tersandung kasus yang dianggap mengolok-olok warga Palestina. Lalu, apakah kasus kali ini akan berdampak signifikan pada bisnis mereka?

Liputan6.com, Jakarta - Zara, label fesyen asal Spanyol, akhirnya bereaksi setelah mereka terancam diboikot akibat materi iklan kontroversial. Dalam kampanye terbaru, model di iklan itu menampilkan patung-patung dengan anggota tubuh yang hilang dan boneka-boneka yang dibungkus kain putih yang dikelilingi puing-puing.

Beberapa aktivis mengatakan bahwa gambar-gambar tersebut meremehkan konflik yang terjadi di Gaza, Palestina. "Mereka mengolok-olok kami dan mengolok-olok anak-anak yang terbunuh dan rumah kami yang hancur," kata seorang aktivis dalam sebuah unggahan, dikutip dari Time, Selasa (12/12/2023).

Pengguna telah berbagi foto kampanye tersebut bersama dengan adegan perang untuk menunjukkan ketidakpekaan. Tagar #BoycottZara menjadi trending di X pada Senin, 11 Desember 2023, sementara akun Instagram perusahaan tersebut dibanjiri dengan komentar mengenai bendera Palestina dan seruan untuk memboikot label tersebut.

Inditex, perusahaan pemilik Zara, akhirnya menurunkan sebagian materi iklan tersebut dan meninggalkan sisanya yang masih dibombardir komentar yang mengecam Zara. Mereka mengatakan kepada Al Jazeera, kemarin, bahwa penghapusan iklan untuk koleksi 'Atelier' perusahaan tersebut adalah bagian dari proses penyegaran konten yang normal.

Mereka juga berdalih bahwa foto tersebut diambil pada September 2023, sebelum perang Israel-Hamas dimulai pada 7 Oktober 2023. Merek tersebut juga mengatakan bahwa kampanye iklan tersebut dibuat pada Juli 2023 yang terinspirasi oleh penjahitan pria dari abad yang lalu. Inditex tidak menanggapi permintaan komentar dari laman TIME.

2 dari 4 halaman

Insiden Berulang Kali

Ini bukan pertama kalinya Zara mendapat reaksi keras dari aktivis pro-Palestina. Pada 2022, para aktivis menyerukan masyarakat untuk berhenti berbelanja dari merek tersebut setelah pemilik waralaba toko Zara di Israel mengadakan acara kampanye untuk politisi sayap kanan Israel Itamar Ben-Gvir di rumahnya.

Insiden berlanjut pada 2021 setelah kepala desainer merek tersebut, Vanessa Perilman, menuliskan pesan bernada kebencian di Instagram kepada model berdarah Palestina, Qaher Harhash. Harhash diketahui aktif menyampaikan dukungan untuk tanah airnya melalui postingan dan Instagram Story.

Pada 9 Juni 2021, Perilman menanggapi salah satu unggahan Harhash dengan sentimen yang tendensius. "Mungkin jika masyarakat Anda berpendidikan, mereka tidak akan meledakkan rumah sakit dan sekolah yang didanai Israel di Gaza," tulis Perilman. 

Ia juga mengkritik profesi yang dijalani Harhash. "Saya pikir lucu bahwa Anda memilih menjadi model karena pada kenyataannya hal itu bertentangan dengan apa yang diyakini agama Islam dan jika Anda ada di negara Muslim mana pun, Anda akan dilempari batu sampai mati," ujar Perilman.

3 dari 4 halaman

Reaksi Zara Saat Itu

Saat itu, perusahaan fesyen tersebut mengecam komentar Perilman. "Zara tidak menerima segala bentuk kurangnya rasa hormat terhadap budaya, agama, negara, ras, atau kepercayaan apa pun. Zara adalah perusahaan yang beragam dan kami tidak akan pernah menoleransi diskriminasi dalam bentuk apa pun," kata perusahaan itu.

"Kami mengutuk komentar-komentar ini yang tidak mencerminkan nilai-nilai inti kami yaitu saling menghormati satu sama lain, dan kami menyesali pelanggaran yang ditimbulkannya. Sebagai perusahaan yang beragam dan multikultural, kami berkomitmen untuk memastikan lingkungan yang adil dan inklusif sebagai bagian dari nilai-nilai perusahaan kami."

 

Zara didirikan oleh Amancio Ortega yang lahir di Busdongo de Arbas, Spanyol, 28 Maret 1936. Melansir berbagai sumber, Senin (11/12/2023), pemilik Zar mendirikan toko pertama jenama itu bersama istrinya, Rosalia Mera.

Saat masih muda, Ortega berkesempatan masuk ke bisnis garmen dengan bekerja sebagai pengantar barang di toko kemeja pria, lalu asisten di toko penjahit di A Coruna, barat laut Spanyol. Pekerjaan itu membuatnya harus menanggung biaya produksi dan pengiriman pakaian langsung ke pelanggan. Ia kemudian mengelola sebuah toko pakaian dan kerap melayani pelanggan kaya.

 

4 dari 4 halaman

Naungi Brand-Brand Fesyen Lain

Ortega melihat peluang memperluas basis kliennya menggunakan bahan lebih murah dan sistem manufaktur lebih efisien, serta menetapkan harga lebih kompetitif. Pendekatan itu ia terapkan pada bisnis produk jubah mandi, Confecciones Goa, yang didirikan pada 1963. Amancio Ortega kemudian membuka toko Zara pada 1975.

Bisnis fesyen itu diberi nama Zara karena nama kesukaannya, Zorba, sudah diklaim pihak lain. Zara kemudian jadi bagian grup Industrias de Diseno Textil Sociedad Anonima (Inditex) yang 59,29 persen sahamnya dipegang Ortega.

Inditex memiliki lebih dari enam ribu toko dengan merek Zara, Massimo Dutti, Oysho, Zara Home, Kiddy's Class, Tempe, Stradivarius, Pull and Bear, dan Bershka. Jumlah karyawannya mencapai lebih dari 92 ribu orang.

Ortega acap kali disebut sebagai salah satu pelopor industri fast fashion di dunia. Pada 2011, ia menyatakan pensiun dini dari Inditex, perusahaan induk Zara, dan meminta wakil presiden dan CEO Inditex Pablo Isla menggantikannya sebagai pemimpin raksasa tekstil ini.

Ia lalu berkiprah di bidang real estat. Sejak pensiun, ia telah membeli gedung pencakar langit di Madrid dan hotel di Miami. Pada 2019, Ortega dilaporkan telah membeli gedung yang berisi kantor pusat Amazon di Seattle.