Liputan6.com, Jakarta - Dari sekian risiko penerbangan, ternyata ada bahaya yang mengintai tapi jarang disadari para penumpang pesawat. Hal itu ternyata adalah paparan sinar UV.
Mengutip laman NY Post, Selasa, 19 Desember 2023, seorang kreator TikTok sekaligus mantan pramugari bernama Kayla menyebut paparan sinar UV yang masuk lewat jendela kecil pesawat cukup untuk menimbulkan kerusakan kulit. Itu karena dampaknya semakin parah saat Anda mendekati matahari.
Baca Juga
"(Level) UV di sana sangat tinggi, jadi saya sangat disiplin menggunakan tabir surya sebelum dan selama penerbangan," katanya kepada pemirsa. Ia mengingatkan bahwa penggunaan sunscreen, terutama di tangan dan wajah, adalah anugerah selama penerbangan.
Advertisement
Banyak pengikutnya yang terkejut dengan keterangan tersebut. Mereka pun meninggalkan komentar di akun milik Kayla.
"Ya ampun, ini bahkan tidak pernah terpikir olehku! Mulai sekarang akan selalu dioleskan," tulis seseorang di komentar.
"Jadi itulah sebabnya aku terus mengalami sengatan matahari misterius pada hari-hari perjalanan," aku yang lain.
"Terima kasih telah memberi tahu kami, saya akan memakai tabir surya dalam penerbangan saya ke Jepang," kata warganet berbeda.
Peringatan Kayla telah diverifikasi oleh dokter kulit dan ahli bedah kosmetik bersertifikat, Dendy Engelman. Ia mengonfirmasi bahwa intensitas radiasi ultraviolet (UV) lebih tinggi dalam penerbangan dan dengan demikian, meningkatkan risiko kerusakan kulit pada pelancong.
"Paparan sinar UV apa pun dapat menyebabkan kerusakan kulit," kata Dr Engelman kepada Verywell. "Semakin tinggi ketinggian, semakin tinggi dosis radiasi yang Anda terima."
Pilot dan Awak Kabin Berisiko Tinggi Terkena Melanoma
Engelman menekankan ozon yang biasanya melindungi kulit dengan menyerap sinar UV menjadi lebih tipis di tempat yang lebih tinggi. Hal senada juga disampaikan oleh dr. Brendan Camp. Ia menyampaikan bahwa 'lebih banyak sinar UV yang dapat menembus atmosfer, berpotensi meningkatkan risiko paparan sinar UV pada kulit'.
Penelitian pada 2015 menemukan bahwa pilot yang terbang selama 56 menit pada ketinggian 30.000 kaki memiliki paparan radiasi ultraviolet yang sama dengan 20 menit di tanning bed - ranjang penggelap kulit. Studi itu juga menemukan bahwa pilot dan awak kabin dua kali lebih mungkin terkena melanoma dibandingkan masyarakat umum.
Meskipun kaca mampu menghalangi sinar UVB dengan baik, hal yang sama tidak berlaku untuk sinar UVA. UVA inilah yang membombardir orang-orang di pesawat dan dapat menyebabkan penuaan kulit, kerutan, dan sengatan matahari.
Sinar UVB yang lebih pendek biasanya menyebabkan kulit terbakar. Semua sinar UV terhalang oleh kaca depan mobil tetapi tidak oleh jendela samping dan belakang. Para ahli menganjurkan masyarakat untuk selalu menggunakan tabir surya saat mereka diperkirakan akan terkena sinar matahari.
Advertisement
Gugatan Pramugari Korean Air
Sebelumnya, Maskapai Korea Selatan, Korean Air, menyatakan akan 'mengatur secara ketat' paparan radiasi kosmik pada seluruh awak kabinnya. Aturan baru itu dikeluarkan setelah seorang pramugara mereka meninggal dunia karena kanker yang disebabkan kecelakaan kerja.Â
Keputusan Layanan Kompensasi dan Kesejahteraan Pekerja Korea yang dikelola pemerintah dikeluarkan bulan lalu dan dikirim ke AFP pada Selasa, 7 November 2023. Mereka menemukan kematian akibat kanker pada seorang pramugara yang bekerja untuk maskapai penerbangan tersebut selama 25 tahun, disebabkan oleh paparan radiasi kosmik.Â
Awak penerbangan terpapar pada tingkat radiasi kosmik alami yang lebih tinggi karena efek perisai atmosfer bumi berkurang di ketinggian yang lebih tinggi. Pramugara yang diidentifikasi dengan nama keluarga Song, menghabiskan hampir 1.022 jam di dalam pesawat setiap tahun dan hampir setengah dari penerbangannya mencakup rute jarak jauh ke Amerika dan Eropa.
Rute seperti itu membuat awak penerbangan terpapar lebih banyak radiasi kosmik karena mereka melakukan penerbangan di atas Kutub Utara, yang radiasinya lebih tinggi karena medan magnet bumi. Song didiagnosis menderita kanker perut stadium IV pada April 2021 dan meninggal sebulan kemudian.
Maskapai Dinilai Remehkan Masalah
Korean Air menolak mengomentari keputusan panel tersebut, namun membantah melakukan kesalahan. "Korean Air secara ketat mengelola data individual dan anggota kru dapat mengecek jumlah paparan radiasi kosmik terakumulasinya yang diperbarui setiap bulan," kata perusahaan itu dalam pertanyaan kepada AFP, dikutip dari Chanel News Asia
Perusahaan mengklaim membatasi paparan radiasi 'kurang dari 6mSv per tahun', 'jauh lebih ketat daripada standar paparan radiasi maksimum yang sah hingga 50mSv per tahun'. Saat panel sedang mempelajari kasus ini, Korean Air membantah adanya korelasi antara kanker yang diderita penggugat dan radiasi kosmik, dengan mengatakan bahwa pihaknya membatasi paparan radiasi tahunan di bawah 6mSv untuk awaknya.
Pada akhirnya, panel menolak klaim maskapai tersebut dengan mengatakan ada kemungkinan penggugat telah terkena "akumulasi radiasi lebih dari 100mSv". Mereka juga menyatakan metode pengukuran yang digunakan oleh Korean Air bisa saja meremehkan jumlah radiasi sebenarnya.
Keputusan tersebut adalah pertama kalinya bagi badan buruh resmi di Korea Selatan mengakui korelasi antara radiasi kosmik dan kanker bagi pramugari sebagai kematian industri. Korean Air dinilai 'menyepelekan' masalah ini karena menggunakan metode pengukuran lama, kata pengacara tenaga kerja Kim Seong-hyun yang mewakili keluarga Song kepada AFP.
Advertisement