Sukses

Mengenal Hutan Lembah Grime Nawa Papua, Rumahnya Burung Cendrawasih dan Tanaman yang Bisa Mengobati Penyakit Kulit

Hutan Lembah Grime Nawa di Papua bukan hanya tempat tinggal satwa endemik seperti burung cenderawasih, tetapi juga habitat beraneka tumbuhan yang punya segudang manfaat, salah satunya adalah tanaman waisino.

Liputan6.com, Jakarta - Hutan Lembah Grime Nawa merupakan dataran rendah dan perbukitan di bagian selatan dan tengah Kabupaten Jayapura, Papua. Hutan Lembah Grime Nawa bukan hanya tempat tinggal satwa endemik seperti burung cenderawasih, tetapi juga habitat beraneka tumbuhan yang punya segudang manfaat, salah satunya adalah tanaman waisino (Senna alata).

Masyarakat suku Namblong, yang mendiami kawasan ini, memanfaatkan tanaman waisino sebagai obat-obatan tradisional untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Waisino merupakan tanaman liar yang tingginya sekitar dua meter dan tumbuh di semak-semak. Bentuk duannya lonjong dan ujungnya tumpul. Masyarakat Suku Namblong mengolah tanaman tersebut menjadi obat herbal untuk mengatasi penyakit kulit seperti kurap kudis gatal-gatal dan panu.

Hal itu diketahui dari unggahan di akun Instagram resmi Greenpeace Indonesia. "Masyarakat suku Namblong tidak perlu menanamnya, karena waisino tumbuh subur di hutan, pekarangan,hingga pinggiran kali,” tulis akun tersebut pada 13 Desember 2023.

"Hutan bukan hanya dapur bagi masyarakat adat, tapi juga ‘apotek’ yang menjadi gudang obat kala mereka sakit. Itulah kenapa penting bagi masyarakat adat Lembah Grime Nawa untuk menjaga hutannya agar tidak rusak,” lanjutnya.

Dikutip dari laman resmi Greenpeace Indonesia, Rabu, 20 Desember 2023, Hutan Lembah Grime Nawa merupakan dataran rendah dan perbukitan di bagian selatan dan tengah Kabupaten Jayapura, dengan luas sekitar 900.000 hektare atau sekitar 65 persen dari total luas wilayah kabupaten. Letaknya mulai dari Kecamatan Kemtuk di sebelah timur hingga Kecamatan Airu di sebelah selatan.

Grime mengalir turun melalui wilayah adat Kemtuk, Klesi, dan Namblong. Sedangkan Nawa menembus wilayah adat Kaureh dan Kautabakhu, menjadikan perbukitan dan lembah di sekitarnya menjadi hutan rimba dan hutan hujan tropis. Lembah ini juga menjadi rumah bagi Burung Cendrawasih.

 

2 dari 4 halaman

Perkebunan di Hutan Lembah Grime Nawa

Namun, keindahan dan ketentraman Lembah Grime Nawa terenggut dengan adanya pembukaan lahan secara ilegal oleh PT Permata Nusa Mandiri (PT PNM), sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit. Pada 2012, PT PNM mendapatkan izin lokasi seluas 32.000 hektare dari Bupati Jayapura. Sementara itu, mereka telah memiliki izin lingkungan sejak 2014. Tapi pada awal Januari 2022, Menteri LHK mencabut izin tersebut.

Namun pencabutan izin ini seperti mimpi belaka karena PT PNM masih beroperasi membuka hutan di kawasan Lembah Grime Nawa. Analisis citra satelit yang dilakukan oleh Greenpeace dari awal Januari hingga 12 September 2022 menunjukkan bahwa lebih dari 100 hektare hutan telah gundul di lokasi yang diidentifikasi sebagai konsesi PT PNM.

Pada Juli 2022, Masyarakat Adat Lembah Grime Nawa berkumpul untuk pertemuan adat di Kantor Dewan Adat Namblong Kabupaten Jayapura untuk membahas keberadaan perusahaan perkebunan kelapa sawit di wilayah mereka. Mereka dengan tegas menolak kehadiran PT PNM.

Mereka berharap hak mereka dapat dikembalikan dan pemerintah tegas terhadap PT PNM yang telah melakukan pembukaan lahan secara ilegal. Jika tidak terpenuhi maka masyarakat hukum adat akan menempuh jalur hukum untuk memperjuangkannya.

3 dari 4 halaman

Masyarakat Adat di Lembah Grime Nawa

Pada 7 September 2022 masyarakat adat di Lembah Grime Nawa melakukan aksi damai untuk menuntut Bupati Jayapura mencabut izin lokasi dan izin lingkungan perusahaan karena masyarakat adat tidak pernah melepaskan hak tanah mereka kepada perusahaan. Di level pemerintah pusat, KLHK yang mengeluarkan surat pencabutan izin tetapi belum menindak tegas perusahaan-perusahaan yang mengabaikan putusan tersebut.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, menyampaikan bahwa keputusannya yang memuat daftar perusahaan tersebut bersifat “deklaratif.” Tidak ada penjelasan lebih lanjut perihal ini, baik dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) maupun institusi lainnya. Greenpeace secara resmi bersurat ke KLHK, tapi menurut mereka jawaban KLHK sangat janggal dan tidak menjawab permintaan informasi yang diajukan.

Greenpeace Indonesia bersama koalisi masih terus mendorong hak masyarakat adat Lembah Grime Nawa dan menuntut ketegasan pemerintah daerah maupun pusat untuk menindak PT PNM yang dinilai sudah melanggar hukum.

Beragam usaha juga dilakukan seorang anak muda, Tresya Imelda Yoshu. Ia bergabung dengan Suara Grime Nawa atau Suara Grina yang membuka matanya terhadap berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat adat suku Namblong di tempat asalnya di Lembah Grime Nawa. 

4 dari 4 halaman

Sekolah Budaya untuk Anak Muda Namblong

Tresya bergabung dengan Suara Grina pada Januari 2023, saat komunitas jurnalisme warga itu membuat perekrutan anggota baru. Suara Grina terbentuk sejak 2019, di tengah-tengah perjuangan masyarakat adat suku Namblong melawan perusahaan sawit PT PNM yang hendak beroperasi di Lembah Grime Nawa.

Belakangan, Suara Grina juga memuat cerita tentang budaya masyarakat adat suku Namblong, serta keanekaragaman hayati di Lembah Grime Nawa Jayapura, Papua yang akan rusak jika perusahaan sawit beroperasi.

Tresya dan kawan-kawannya bahkan menginisiasi sekolah budaya untuk anak-anak muda Namblong. Mereka meminta para mama untuk mengajarkan bahasa lokal dan tari-tarian adat Namblong, menganyam noken, dan sebagainya.

"Saat ini tantangan orang muda Papua bukan hanya soal sumber daya alam kami yang dikuras, akan tetapi juga ancaman serius yang kami generasi muda hadapi adalah mempertahankan budaya. Bagaimana kami tidak kehilangan tanah dan hutan, karena itu juga identitas kami masyarakat adat," tutur Tresya.