Liputan6.com, Jakarta - Hujan buatan digunakan untuk pertama kalinya di Pakistan untuk memerangi kabut asap yang berbahaya. Pesawat yang dilengkapi dengan peralatan cloud seeding (yang membantu pembentukan awan dan meningkatkan curah hujan), terbang di atas wilayah Lahore pada Sabtu, 16 Desember 2023.
Dikutip dari News Sky, Kamis, 21 Desember 2023, kota besar di Pakistan timur ini sering dianggap sebagai salah satu tempat terburuk di dunia dalam hal polusi udara. "Gerimis turun setidaknya di 10 wilayah Lahore," kata kepala menteri sementara Punjab, Mohsin Naqvi, menurut Al Jazeera.
Baca Juga
Ia mengatakan pihak berwenang sedang memantau dampak hujan buatan dalam radius 15 km. Hujan buatan disediakan oleh Uni Emirat Arab (UEA).
Advertisement
Naqvi menambahkan, "Tim dari UEA, bersama dengan dua pesawat, tiba di sini sekitar 10 hingga 12 hari yang lalu. Mereka menggunakan 48 suar untuk menciptakan hujan."
UEA semakin beralih ke cloud seeding untuk menciptakan hujan di wilayah gersang di negara tersebut. Proses tersebut, juga dikenal sebagai hujan buatan atau blueskying, menghasilkan silver iodide (yang memiliki struktur mirip dengan es) ditaburkan ke dalam awan untuk mendorong kondensasi agar terbentuk sebagai hujan.
Para ahli mengatakan hujan efektif dalam menurunkan polusi. Tingkat polutan PM2.5 (yang merupakan mikropartikel yang memasuki aliran darah melalui paru-paru dan dapat menyebabkan kanker) diukur berbahaya di Lahore pada Sabtu, yaitu lebih dari 66 kali batas bahaya Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Â
Polusi Udara di Pakistan
Masalah polusi udara di Pakistan semakin memburuk dalam beberapa tahun terakhir akibat asap diesel kualitas rendah, asap dari pembakaran tanaman musiman, dan suhu musim dingin yang lebih dingin. Naqvi mengatakan akan lebih banyak penggunaan hujan buatan di kota tersebut, serta pemasangan menara kabut asap, yang dirancang untuk menangkap polusi.
Dikutip Tim Global Liputan6.com, pada pertengahan Desember 2023, di ruang gawat darurat anak di rumah sakit umum Lahore, orang tua yang menggendong anak-anak mereka yang sakit mengantri untuk mendapatkan perawatan. Anak-anak tersebut sakit lantaran telah terjadi krisis polusi udara di kota terpadat kedua di Pakistan.
"Kami merasa terganggu atas situasi ini," kata Mohamad Qadeer, sambil mendekatkan alat nebulisasi ke hidung putrinya yang berusia tiga tahun. Ia dan adik perempuannya yang berusia satu tahun, Inaaya, termasuk di antara ribuan anak yang menderita masalah kesehatan terkait polusi, dikutip dari laman Straits Times, Senin, 11 Desember 2023.
Advertisement
Anak-anak Pakistan Kini Alami Gangguan Pernapasan
Pejabat kesehatan memperkirakan setidaknya ada peningkatan 50 persen pada pasien anak-anak, karena masalah pernapasan yang diperburuk oleh kualitas udara yang buruk dalam sebulan terakhir. Lahore, yang secara historis dikenal sebagai kota taman, kini dipenuhi kabut asap yang menjadikannya sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia pada 2022.
Ketika suhu lebih dingin mulai terjadi pada November, tingkat kualitas udara meningkat. Dua puluh empat dari 30 hari terakhir memiliki kualitas udara yang "berbahaya" atau "sangat tidak sehat", menurut laporan dari Swiss IQAir.
"Kondisi ini menjadi jauh lebih buruk dibandingkan tahun-tahun sebelumnya dan berdampak pada kesehatan anak-anak," kata Dr Maria Iftikhar, petugas pendaftaran senior di departemen pediatrik Rumah Sakit Sir Ganga Ram.
Kota berpenduduk 11 juta jiwa yang dianggap sebagai ibu kota budaya Pakistan itu telah diselimuti kabut tebal yang sebagian menghalangi sinar matahari dan menyelimuti jalan-jalan dengan kabut di malam hari. Masalah polusi menjadi lebih parah pada bulan-bulan yang lebih dingin, karena pembalikan suhu mencegah naiknya lapisan udara hangat dan memerangkap polutan lebih dekat ke daratan.
Orangtua Batasi Aktivitas Anak di Luar Ruangan
Mohamad dan istrinya, Shazma, telah berusaha menjaga keamanan dua anaknya, Rameen dan Inaaya dengan menggunakan masker dan membatasi waktu di luar ruangan. Namun setelah berhari-hari menderita batuk dan demam, anak-anak tersebut berhenti makan.
"Kami tidak bisa tidur selama tiga malam," kata Shazma. "Insya Allah, kondisi mereka akan segera membaik."
Badan Anak-anak PBB mengatakan bahwa secara global, polusi udara luar ruangan berkontribusi terhadap 154.000 kematian anak-anak berusia di bawah lima tahun pada 2019. Di Pakistan, penyakit ini merupakan salah satu dari lima penyebab kematian terbesar di antara seluruh penduduk, dan anak-anak merupakan kelompok yang paling terkena dampaknya, begitu pula orang lanjut usia.
"Anak-anak secara fisiologis lebih rentan terhadap polusi udara dibandingkan orang dewasa karena otak, paru-paru, dan organ lainnya masih berkembang," kata UNICEF, seraya menambahkan bahwa anak-anak bernapas dua kali lebih cepat daripada orang dewasa, sehingga meningkatkan paparan polusi udara.
"Pemerintah harus mengambil tindakan tegas karena anak-anak kecil menderita," kata seorang ibu lainnya bernama Shazia, sambil menggendong putranya yang berusia sembilan bulan.
Advertisement