Liputan6.com, Jakarta - Sejak dulu ibu-ibu identik dengan kumpul-kumpul lewat kegiatan arisan. Namun kini tak terbatas hanya arisan, para ibu bisa lebih berdaya saat bergabung dengan sebuah komunitas yang sesuai minatnya.
Berkat media sosial dan akses internet para ibu bisa menemukan berbagai komunitas. Salah satunya Komunitas Women Empower Women At Work (WEWAW) yang tak hanya terbatas untuk para ibu tapi juga perempuan muda.
Baca Juga
WEWAW tercetus pada 2020 di tengah pandemi, di mana Jessica Carla sang pendirinya merasa cukup terbatas hanya berada di rumah. Fokus pada keahlian di karier, wanita yang akrab disapa Carla ini terpanggil untuk ikut membantu perempuan lainnya dalam konteks bekerja.
Advertisement
Menurutnya menjadi perempuan di masa kini tidaklah mudah, apalagi dengan lingkungan kerja yang mayoritas laki-laki, ia merasakan stigma dan stereotip. "Anggapan perempuan yang ambisius, kesannya nggak akan nikah dan sebagainya, jadi kenapa nggak coba buat wadah agar bisa saling berbagi pengalaman," sebut Carla saat wawancara telepon dengan Liputan6.com, Sabtu, 23 Desember 2023.
Ia menyambung bahwa para perempuan yang bergabung sangat beragam mulai dari usia muda hingga para ibu yang telah memiliki anak sehingga menghadapi tantangan besar dalam berkarier. "Target utama yang disasar 18--26 tahun karena ini usia rentan perempuan mengalami quarter life crysis," ungkap Carla yang ternyata seorang dosen di sebuah universitas negeri di Jakarta.
Bergabung di komunitas sejak masih muda, menurutnya bisa membentuk perempuan sebelum menjadi seorang ibu agar hambatan karier di masa depan bisa diatasi sejak awal. Tak hanya berpusat di Jakarta, dengan jejaring yang mengandalkan media sosial, Komunitas WEWAW juge berkembang hingga memiliki anggota di kota lainnya seperti di Mamuju, Flores, bahkan Bontang.
"Kita tahu tantangan tersebut tak hanya terjadi di kota besar, perempuan dengan tekanan harus menikah dan setelahnya dituntut untuk berada di rumah mengurus rumah tangga," sambungnya.
Jadi Support System Selain Keluarga
Ada berbagai cerita menarik dari para anggota Komunitas WEWAW. Bagi Carla, ia sangat senang bisa ikut ambil bagian dari perkembangan dan kemajuan pribadi anggotanya.
Komunitas ini punya sistem mengadakan pelatihan atau mentoring untuk anggotanya, utamanya dalam mengembangkan soft skills. "Banyak perempuan yang sudah jadi ibu tetap bisa mengembangkan banyak cerita menarik. Seperti seorang ibu yang merasakan gap year, nggak kerja setelah menikah dan punya anak tapi ingin mengejar mimpinya lagi," jelas Carla.
Sebab, baginya saat perempuan menikah bukan berarti ia akan berhenti berkarya. "Di Wewaw teman-teman punya keyakinan jadi ibu bukan berarti cita-cinta berhenti, karena ibu akan jadi role model bagi anak-anaknya. Ibu kalau punya ambisi dan keinginan selain mengurus anak tidak apa-apa," ungkapnya lagi.
Komunitas ini akhirnya menjadi support system atau sistem pendukung bagi anggotanya. "Itu (Support system) pasti tapi kita juga mengembangkan soft skill kita, ada edukasi, sharing pengalaman, dan saling meyakinkan untuk punya misi hidup, personal branding, belajar bisa jadi manajemen project," paparnya yang menyebut bahwa anggota WEWAW kini mencapai sektar 200 orang.
Dengan ikut dalam komunitas menurut Carla, perempuan yang sudah memberdayakan dirinya maka akan bisa memberdayakan orang lain. ''Kita mendukung saling memberikan inspirasi agar bisa lebih maju, itu pentingnya komunitas," cetusnya, sambil juga menambahkan akan pentingnya kekuatan kolaborasi di era desrupsi, sebab jika hanya mengandalkan diri sendiri seseorang bisa jadi hebat tapi mungkin tidak sustain, namun melalui komunitas kekuatan yang tercipta akan lebih bertahan lama.
Advertisement
Ibu Menyalurkan Hobi Menari Lewat komunitas
Bukan hanya sebagai support system, tak jarang ibu yang bergabung dengan sebuah komunitas juga bisa eksis dengan hobi dan minatnya. Seperti para perempuan yang tergabung dalam Komunitas Indonesia Menari.
Mulanya komunitas ini terbentuk oleh 6 pendirinya yang kerap menunggu aktivitas anak les sepulang sekolah. Lalu pada 2018 kumpulan ibu-ibu ini terpikirkan untuk membuat komunitas yang bisa mengakomodir hobi menari.
"Anggota kami dari remaja belasan tahun hingga usia 60 tahun. Mayoritas usia 30--40an," ungkap Founder dan Humas Komunitas Perempuan Menari, Icca Miranti saat wawancara telepon dengan Liputan6.com, Jumat, 22 Desember 2023.
Icca menuturkan, sebagai komunitas perkumpulan ini bukanlah sanggar yang menerapkan aturan ketat seperti ada ujian dan naik tingkat. Namun lebih fleksibel dalam hal koreo, garapan, dengan tidak meninggalkan pakem unsur tradisi dalam satu rangkaian gerakan tari.
"Dan kami terbuka dalam kolaborasi dgn pemusik, ataupun sanggar lain. Semuanya sangat mungkin disesuaikan," sambung Icca.
Hingga kolaborasi tersebut membuat Komunitas Perempuan Menari bisa tampil di luar negeri. Tak disangka dari sekadar latihan yang diadakan di sebuah lobi kantor setiap Sabtu, Komunitas ini lama-kelamaan berkembang dengan menggelar pentas hingga Eropa, salah satunya Belanda atas undangan dari Pemuda Pelajar Indonesia (PPI).
"Beberapa pendiri tadinya penari, tergabung dalam liga tari UI yang ngajarin ibu-ibu. Pengajarnya ada juga penari istana yang keliling Eropa karena mendalami tari," ungkapnya lagi.
Para Ibu Jadi Agen Perubahan Bagi Keluarga
Meski mulanya hanya ibu-ibu yang tergabung, dalam perkembangannya para ibu juga mengajak anak hingga keponakan. "Ada juga yang memang di sekolahnya ikut ekskul menari," kata Icca yang mengatakan komunitas berkembang jadi besar lewat informasi keanggotaan mulut ke mulut.
Ia pun menyebut bahwa ibu bisa berperan sebagai agen perubahan dalam lingkungan terkecil keluarga. Ibu juga memberi contoh dengan latar belakang tersebut di komunitas ini ibu pun bisa mengenalkan dan mengajarkan tradisi yang kadang suka dilupakan anak-anak muda.
Jenis tari yang diajarkan biasanya diserahkan kepada guru tari. Tapi memang tak sekadar latihan saja, Komunitas Perempuan Menari juga memiliki tujuan agar tarian tersebut bisa dipentaskan seperti yang baru-baru ini diselenggarakan yaitu pegelaran Renggana di Gedung Kesenian Jakarta.
"Jadi kita punya tujuan tahun ini mau pentas tari apa? belajar tari daerah Melayu, Tor-Tor, ada tari Garapan Mainang tari Kipas, semua tarian dari Sumatera di tahun pertama (komunitas ada)," katanya.
Kemudian di tahun kedua komunitas ini belajar tarian dari Indonesia timur, mulai dari tarian asal dayak kalimantan hingga tari NTT. Lebih lanjut Icca mengatakan dengan bergabung di Komunitas Indonesia Menari para ibu bisa lebih percaya diri lagi, karena biasa tampil di depan orang banyak.
Dengan itu, secara fisik seorang ibu juga akan menjaga postur tubuh tetap bagus, keseimbangan tubuh, konsistensi gerak tubuh, dan menghapal gerakan juga akan melawan lupa. Komunitas Perempuan Menari juga menuai banyak prestasi seperti mendapat penghargaan dari Anugerah Revolusi Mental yang diberikan oleh Presiden Jokowi.
Terbaru Komunitas Perempuan Menari sedang menggarap proyek untuk masuk dalam Museum Rekor Indonesia (MURI). Mereka akan menarikan seluruh tarian dari Mendapat dukungan, rekor MURI utk menarikan seluruh tarian dari 38 provinsi dalam waktu dua jam.
Advertisement