Sukses

Warga di Gaza yang Punya Kerabat di Kanada Bakal Bisa Dapat Visa Sementara

Kanada akan menerima keluarga besar warganya di Gaza yang dilanda perang hingga tiga tahun ke depan. Kabar ini disampaikan Menteri Imigrasi Kanada Marc Miller pada Kamis, 21 Desember 2023.

Liputan6.com, Jakarta - Kanada akan menerima keluarga besar warganya di Gaza yang dilanda perang hingga tiga tahun ke depan. Kabar ini disampaikan Menteri Imigrasi Kanada Marc Miller pada Kamis, 21 Desember 2023.

Dikutip dari The New Arab, Minggu, 24 Desember 2023, langkah yang akan mulai berlaku pada 9 Januari 2024 tersebut akan memungkinkan warga Kanada untuk bersatu kembali dengan pasangan, anak dan cucu tanpa memandang usia, saudara kandung, keluarga dekat mereka, serta orangtua dan kakek-nenek. Miller mengatakan tujuan dari perubahan kebijakan ini adalah "untuk membuat masyarakat aman" karena perang Israel dan krisis kemanusiaan yang diakibatkannya telah membuat Gaza "tidak dapat dihuni."

Pemerintah negara ini sebelumnya fokus untuk mengeluarkan lebih dari 600 warga Kanada, pasangan dan anak-anak mereka dari Gaza. Miller memperkirakan ratusan orang lagi akan dimukimkan kembali di Kanada sementara pemboman Israel terus berlangsung di Gaza.

Namun, ia menekankan pada konferensi pers bahwa "sangat sulit meninggalkan Gaza dan mungkin tidak dapat dilakukan oleh semua orang." "Ini adalah situasi yang tidak berada di bawah kendali kita dan ada banyak skenario di mana segala sesuatunya berpotensi menjadi buruk," katanya.

Miller mengatakan dirinya juga memerintahkan pejabat imigrasi untuk memprioritaskan permohonan izin tinggal permanen bagi warga Palestina. Para pendatang baru akan memerlukan dokumentasi dan pemeriksaan keamanan, termasuk pemeriksaan biometrik di Kairo sebelum diizinkan naik penerbangan ke Kanada.

2 dari 4 halaman

Dukungan Kanada bagi Gaza

Ahmad Al-Qadi dari National Council of Canadian Muslims mengatakan pada konferensi pers terpisah di Ottawa bahwa banyak warga Kanada yang meninggalkan Gaza dalam beberapa bulan terakhir harus membuat "keputusan yang mustahil untuk meninggalkan orangtua dan saudara kandungnya di zona perang karena mereka tidak memiliki kewarganegaraan." Ia berterima kasih kepada pemerintahan Perdana Menteri Justin Trudeau karena memperluas kriteria kelayakan untuk keluarga besar warga Kanada.

Gempuran Israel di Gaza telah menewaskan sedikitnya 20.000 orang, sebagian besar perempuan dan anak-anak, dan menyebabkan sebagian besar wilayah kantong itu hancur total. Delapan warga negara Kanada dan satu orang yang memiliki hubungan dekat dengan Kanada telah tewas di wilayah tersebut sejak pecahnya pertempuran.

Sementara, menurut laporan pencarian fakta UNDP sekitar 15 tahun lalu, perang yang berlangsung selama 23 hari di Gaza menyebabkan 17 persen lahan pertanian hancur. Bahkan, ahli menganggap hampir tidak ada kemungkinan lahan tersebut diperbaiki.

Kini, setelah 70 hari perang terjadi para ahli memperingatkan bahwa kerusakan permanen sedang terjadi pada lingkungan di Gaza yang merupakan salah satu wilayah terpadat di dunia. Polusi udara meningkat, penyakit yang ditularkan melalui air makin meluas dan satwa liar menderita.

3 dari 4 halaman

Ahli Peringatkan Bencana Lingkungan di Gaza

Mengutip dari laman Euronews, Sabtu, 23 Desember 2023, pada Oktober tahun ini, Human Rights Watch mengonfirmasi bahwa Israel telah menjatuhkan fosfor putih di Gaza dan Lebanon. Bahan kimia ini diketahui berdampak parah dan fatal bagi manusia, hewan, dan lingkungan.

Zat yang sangat beracun itu membakar daging manusia dan menyala kembali. Hal ini merusak tanah, mencemari sumber air, dan meracuni ekosistem perairan, kata Khaled El-Sayed, direktur pelaksana Pusat Studi Internasional dan Strategis Synerjies yang berbasis di Kairo dan penasihat pembangunan berkelanjutan.

"Penelitian menunjukkan bahwa panas terik yang dihasilkan selama pembakaran (bom)," kata El-Sayed.

Ia menyambung semua itu mengakibatkan struktur fisik dan sifat kimia tanah berubah, sehingga mengurangi kesuburan dan meningkatkan kemungkinan penyakit yang ditularkan melalui tanah. Genangan air limbah yang dalam mengelilingi rumah-rumah. Daerah di mana warga Palestina di Gaza dapat melarikan diri dari kengerian ini semakin hari semakin mengecil. 

Khan Younis di Gaza selatan adalah rumah bagi sekitar 400 ribu penduduk sebelum perang. Sekarang, lebih dari satu juta orang tinggal di lahan seluas 21 mil persegi.

4 dari 4 halaman

Air Telah Terkontaminasi

Ahmed Al-Astal, warga setempat berusia 58 tahun, bersyukur keluarganya masih hidup, setelah berbulan-bulan pemboman yang telah menewaskan lebih dari 20.000 orang hingga saat ini. Namun genangan air limbah di sekitar rumahnya telah memicu ketakutan baru.

"Nyawa cucu-cucu saya dipertaruhkan," kata Al-Astal.

Ahmed (4) dan Fatima (2) menghadapi ancaman jangka pendek berupa tenggelam di lautan air yang terkontaminasi ini dan ancaman jangka panjang berupa penyakit kronis. "Ahmed mengalami infeksi pernafasan dan saudara perempuannya mengalami ruam di sekujur tubuhnya, menurut dokter ini merupakan gejala penyakit kulit yang didapat dari lingkungan yang tercemar ini," kata Al-Astal.

Sejak serangan mematikan Hamas pada 7 Oktober 2023 terhadap Israel yang menewaskan 1.200 orang, Israel membatasi pasokan bahan bakar yang masuk ke Jalur Gaza. Hal ini turut melumpuhkan sebagian besar utilitas dan layanan. 

Kotamadya Khan Younis tidak mampu memompa limbah ke stasiun pengolahan di luar kota. Stasiun pengolahan limbah tidak berfungsi secara konsisten karena tidak ada bahan bakar untuk menggerakkan generatornya.

"Khan Younis hampir seluruhnya terendam air limbah," kata Al-Astal, yang, seperti ribuan warga lainnya, terpaksa pindah ke Al-Mawasi, sebidang tanah seluas 8,5 kilometer persegi di pantai Gaza, yang digambarkan lebih kecil dari wilayah London di Bandara Heathrow.​